Sesungguhnya tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana dalam surat Az Zariyat ayat 56: Wa maa khalaqtul-jinna wal-insa illaa liya'buduun.
Beribadah atau menyembah kepada Allah Subhanahu wataala adalah kemutlakan yang tak bisa ditawar oleh para hamba, beribadah kepada Allah tentulah didasari oleh iman, bagaimana mungkin kita dapat menyembah Allah dengan sempurna jika tidak ada landasan iman dalam diri kita.
Kemutlakan beribadah kepada Allah azza wa jalla, tidak saja dalam bentuk syariatnya saja, namun juga termasuk urusan muamalah yang dalam hal ini bukan saja hablum minallah akan tetapi juga dengan hablum minannas.
Karena sesungguhnya buah dari hablum minallah itu adalah hablum minannas, bukankah Rasulullah diturunkan ke dunia tidak lain adalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.
''Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia,'' (HR Al Baihaqi dari Abu Hurairah ra).
Oleh karena itu Rasulullah mengkaitkan antara akhlak mulia dengan iman yang sempurna. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
 "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya." (HR. At-Tirmidzi).
Bahkan dalam hadits yang lain disebutkan bahwa pada hari kiamat orang yang paling dekat dengan Rasulullah yaitu yang paling bagus akhlaknya. Tidak hanya itu, dengan memiliki akhlak mulia, maka akan dicintai oleh manusia yang lainnya terlebih Rasulullah.
Betapa Islam telah menempatkan akhlak ke dalam posisi yang begitu mulia, dimana kita ketahui buah dari akhlak adalah hubungan antara sesama manusia yaitu hablum minannas, orang yang baik akhlaknya akan baik pula hubungannya dengan sesama manusia begitupun sebaliknya.
Hubungan erat antara hablum minallah dengan hablum minannas juga diterangkan dalam Surat An-Nisa Ayat 36 :