Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dalam Perbedaan NU dan Muhammadiyah, Menjaga Keutuhan Bangsa

2 Mei 2021   00:08 Diperbarui: 2 Mei 2021   00:18 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: pinterpolitik.com

Kita harus bersyukur, bahwa bangsa ini memiliki dua organisasi massa keagamaan yang besar dan mengakar di masyarakat yakni, NU dan Muhammadiyah.

Dua organisasi dengan basis dan karakter yang berbeda, namun dibalik segala perbedaan yang ada kedua organisasi ini tetap berdampingan mengokohkan keberagaman bangsa.

Ditengah gelombang isu marginalisasi Islam, NU dan Muhammadiyah tetap eksis berjuang menegakkan amar makruf nahi mungkar bergandengan tangan bersama Umara dan Ulama.

Sejarah panjang berdirinya kedua organisasi ini, telah mengajarkan kepada kita bahwa perbedaan itu bukan halangan untuk bersatu, tokoh-tokoh pendiri kedua organisasi ini tahu betul bahwa perbedaan yang disikapi dengan saling menghormati, saling cinta akan melahirkan kemaslahatan bagi bangsa, negara dan ummat.

Sejarah bangsa ini tidak bisa ditulis tanpa memasukkan NU dan Muhammadiyah baik secara organisasi maupun secara pribadi tokoh-tokohnya.

Kontribusi tokoh dan organisasi ini, bukan sesuatu yang kecil bagi bangsa ini, jangan sampai ada niat untuk melupakan peran mereka, meski itu hanya karena lupa menulis nama salah satu tokohnya.

Marilah kita belajar menyikapi perbedaan dari NU dan Muhammadiyah, ada satu cerita menarik yang bisa dijadikan contoh oleh kita dari dua orang tokoh NU dan Muhammadiyah ini, yakni Gus Dur dan Pak AR Fakhruddin ketua umum Muhammadiyah tahun 1968-1990.

Suatu waktu di bulan Ramadhan, Pak AR Fakhruddin yang akrab dipanggil Pak AR ini diundang oleh Gus Dur ke Tebuireng Jombang. Pada saat menghadiri undangan tersebut, tiba waktu tarawih, dan siapa yang tidak tahu Gus Dur seorang tokoh yang sangat menghormati pluralisme, Gus Dur saat itu langsung mempersilahkan Pak AR menjadi imam shalat tarawih bagi ribuan jamaah yang tentu saja semuanya adalah warga NU.

Pak AR Fakhruddin juga tokoh yang punya kapasitas setara dengan Gus Dur, tidak menolak untuk memimpin shalat tarawih tapi sebelum mulai beliau bertanya pada jamaah.

"Ini mau tarawihnya cara NU yang 23 rakaat atau cara Muhammadiyah yang 11 rakaat?."

Tentu saja para jamaah memilih shalat tarawih yang 23 rakaat cara NU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun