Aku menjadi saksi atas waktu yang memakan zaman, menyisakan tulang-tulang rapuh yang tertumpuk di atas altar kekuasaan
Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri wajah-wajah yang dulu kukenal kini telah menjadi asing
Aku merindukan rumahku yang dulu, tempat kami bernyanyi menyuarakan semangat membela negeri
Aku merindukan jalanku yang dulu tempat kami berteriak memanggil jiwa-jiwa merdeka untuk tunaikan bakti bagi negeri
Aku merindukan langitku yang dulu tempat kami menatap masa depan dalam birunya yang teduh bersama hembusan angin yang bersih
Aku merindukan wajah-wajah lugu yang dulu selalu tersenyum, bertukar sapa dalam lembutnya persaudaraan
Kini aku telah kehilangan semuanya, rumahku kini telah menjadi tempat menyuarakan sumpah serapah anak negeri
Jalanku kini telah menjadi tempat berteriak bocah-bocah putus asa yang kehilangan rasa percaya pada bapaknya
Langitku kini hanyalah biru yang berkabut asap, menggantung awan yang menyimpan petaka, mengubur masa depan di pusara keserakahan
Wajah-wajah lugu itu kini bertopeng pandita, senyum dan sapanya adalah pesan kepentingan, yang menyisakan getirnya penyesalan
Rumahku, jalanku dan langitku juga wajah-wajah lugu itu, semua menjadi asing dan aku melihat wajah-wajah putus asa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI