Sejarah baru ditorehkan Iga Swiatek di final Grand Slam French Open 2020. Kemenangan atas Sofia Kenin membuat petenis Polandia kelahiran 31 Mei 2001 ini menjadi petenis termuda yang meraih juara French Open.
Ketika sukses mengalahkan Nadia Podoroska di semifinal, Kamis (08/10) lalu saja ia sudah mencatatkan namanya sebagai petenis termuda dalam 19 tahun terakhir yang melangkah ke final French Open. Sebelumnya, predikat tersebut dipegang Kim Clijster pada French Open 2001 di mana Iga Swiatek saat itu belum genap 1 tahun.
Swiatek yang saat ini menduduki peringkat 54 WTA, belum pernah merebut gelar apapun dari turnamen pro yang diikutinya. Namun nampaknya tahun 2020 ini, ia mulai menampakkan kelasnya setelah berhasil menembus babak ketiga AS Terbuka dan babak keempat Australia Terbuka.
Iga Swiatek berhasil merebut gelar French Open 2020 ini dengan sempurna, tanpa kehilangan satu set pun dari tujuh babak yang dilaluinya, termasuk saat mempecundangi unggulan pertama Simona Halep di perempatfinal.
Jalannya laga final French Open 2020 ini sendiri berjalan antiklimaks bagi sang lawan, Sofia Kenin, yang merupakan juara Grand Slam Australia Open 2020 dan unggulan 4 French Open. Namun demikian partai ini tetap menarik dan memberikan ketegangan-ketegangan yang seru.
Set Pertama
Set pertama dibuka dengan servis di tangan Swiatek yang langsung memberi kejutan dengan tancap gas memimpin 3-0 setelah mem-break servis Kenin di game 2. Namun Kenin langsung merespons, merebut 3 game berikutnya dengan mem-break servis Swiatek di game 5 kedudukan sama kuat 3-3.Â
Game ketujuh Swiatek berhasil mempertahankan servisnya walaupun sempat melakukan double fault. Ia kembali memberi tekanan pada Kenin dengan mem-break servis Kenin untuk unggul 5-3. Pada game ini Kenin terlihat mulai goyah saat melakukan double fault.Â
Game kesembilan di mana servis di tangan Swiatek, Kenin mencoba memberi perlawanan. Namun Swiatek tampil tenang dan percaya diri.Â
Unggul hingga double set poin. 40-15, Swiatek tak menyiakan kesempatan dan menutup set ini dengan kemenangan 6-3, setelah pukulan forehand-nya ke sudut kiri tak mampu dikejar Kenin, yang nampaknya mengalami cedera saat berusaha menjangkau bola yang melaju cepat.
Sebelum memasuki set kedua, rupanya memang Kenin mengalami cedera. Ia sempat dirawat di pinggir lapangan, kemudian ofisialnya meminta medical time out untuk mendapatkan perawatan di ruang ganti selama tiga menit.
Karena suhu di Roland Garros cukup dingin dan berangin Swiatek sampai mengenakan jaket dan melakukan pemanasan di lapangan dengan melakukan servis-servis untuk menjaga suhu tubuhnya dan juga ritme permainannya.
Game pertama set kedua servis kembali ada di tangan Swiatek. Kenin langsung memberikan tekanan dengan mem-break servis. Sepertinya pertandingan akan berlangsung ketat dan seru.
Game kedua langsung direspons Swiatek yang juga langsung mem-break poin Kenin yang kembali melakukan double fault saat melakukan servis, 1-1.Â
Di sini terlihat wajah Kenin sempat cemberut. Sepertinya ia sangat frustrasi dengan perlawanan serius yang diberikan oleh Swiatek yang bertarung tenang dan dingin. Game berikutnya jadi berlangsung antiklimaks, di mana 5 game tersisa disapu bersih oleh Swiatek.
Game ketiga Swiatek cepat unggul 40-15 dan menutup game ini saat pukulan Kenin melebar. Sama dengan game ketiga, game keempat lagi-lagi Swiatek langsung unggul dan memimpin hingga 40-15 dan mem-break poin Kenin hingga unggul 3-1.Â
Dua game berikutnya kembali disapu Swiatek, yang kali ini bahkan mendapat love game. Tertinggal jauh 1-5, membuat Kenin semakin frustrasi.Â
Kenin sempat merebut poin pertama 0-15, tapi Swiatek menyusul 30-15. Disamakan lagi oleh Kenin 30-30, tapi lagi-lagi Swiatek menunjukkan konsistensinya dengan merebut poin dan unggul 40-30.
Championship point itu tidak disia-siakan oleh Swiatek. Setelah sempat mendapat tekanan Kenin, Swiatek berhasil save, bahkan pengembalian bola dengan pukulan forehand-nya yang sangat terarah dan cepat ke sisi kiri Kenin tak dapat dijangkau. Lagai final pun berakhir.
Iga Swiatek berdiri diam sambil menutup mulutnya, seolah ia tidak percaya. Setelah berdiam sejenak, ia beranjak menemui Kenin. Sesaat kemudian barulah Swiatek meluapkan kegembiraannya dan menangis haru.
Swiatek tercatat melakukan lebih banyak unforced error, tapi penempatan-penempatan bolanya cukup terarah sehingga banyak mematikan langkah Kenin. Demikian juga pukulan slice-nya yang mencegat bola membuat Kenin tak berkutik.
Pukulan Swiatek, termasuk servis, sangat kuat dan cepat. Di papan display tercatat rata-rata pukulan servisnya antara 170-180 km/jam, cukup cepat untuk ukuran petenis putri. Namun sayang servis pertamanya sering gagal. Hanya 53% yang berhasil.Â
Dalam partai ini kedua petenis sama mencatatkan servis, 1 kali Ace dan 3 double fault.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H