Saya kok jadi tergelitik yah, pingin menulis puisi akrostik, ingat masa waktu masih jadi monyet kecil nakal yang belajar main cinta-cintaan, tebar pesona lewat ungkapan puisi akrostik. Disamping itu juga sih, karena terinspirasi oleh saudara kompasianer  Bung Katedrarajawen yang beberapa puisinya menyapa saudara-saudara kompasianer dengan gaya akrostik ini. Tapi sepertinya saya mau improvisasi, bukan pakai awalan huruf tapi biar lebih seru dan sedikit menantang saya coba saja dengan berawalan dan berakhiran suku kata. Dan tentu saja "korban" iseng ini adalah sang inspirator Bung Katedra.
Katanya ia penyuka puisi khalil Gibran, maka ia selalu hadir untuk mengusir duka,
Teman selalu disapanya, dari sabang sampai ke merauke, dari miangas sampai ke rote
Drama kehidupan mampu dilukisnya dalam kata bagai sebuah salindra
Ramah tutur katanya ibarat pembawa damai dalam pancakara
Jadi anak kehidupan yang mengusir prahara, hingga tak ada lagi muram durja
Wenang-wewenang kekuasaan bukan tujuannya, makanya ia tak pernah senewen
Selamat malam Pak Katedra, Terimakasih sudah menyapa dan menginspirasi
Kendari, jelang tengah malam 23072020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H