Siapa yang saat ini tidak menginginkan wabah pandemi covid-19 ini "melandai" tidak lagi dihantui kenyataan semakin masifnya penyebaran virus ini?.
Siapa yang tidak ingin melihat bahwa apa pun kini baik-baik saja, sekumpulan pekerja kantor, sekelompok murid-murid sekolah dan kerumunan orang-orang yang mengais rezeki, tanpa membayangkannya menjadi incaran dari tumpukan sesuatu yang tak terlihat, tak berwujud, juga tak terasa, namun memiliki kemampuan yang sangat cepat untuk melekatkan dirinya pada tubuh dan lalu menginfeksi paru-paru kita?.
Siapa yang tidak ingin bisa berpikir dengan santai untuk berinteraksi dengan orang asing, menumpang kendaraan umum, atau membiarkan anak-anak pergi ke sekolah dan bermain tanpa merasakan kecemasan yang nyata?.
Siapa yang tidak ingin menikmati kesenangan bekerja seperti biasa tanpa mengkhawatirkan risiko dari penularan mahluk "gaib" yang sepertinya ada dan tiada?.
Meskipun kita tahu bahwa para ilmuwan dan para dokter berdoa memohon sebuah keajaiban, berpacu menemukan sebuah kemajuan sains dan teknologi untuk menghadapi mahluk renik yang membuat mereka kelimpungan tak berdaya bahkan nyaris menyerah. Bahkan para rohaniawan pun tidak lagi secara sembunyi-sembunyi dan secara diam-diam sangat berharap pada sains dan tekhnologi.
Berbulan-bulan terperangkap dalam "pertempuran" maya, berselimut ketakutan yang juga maya, namun sangat jelas memberi dampak yang negatif bagi semua negara, ancaman si mahluk renik bernama covid-19 ini, tidak saja mengancam kesehatan, tapi berdampak krisis pada perekonomian dunia. Jenuh, bosan bahkan beku dan marah berkecamuk di benak hampir semua orang, setelah dibatasi oleh berbagai protokol-protokol yang sifatnya jalan pasrah karena ketidak mampuan melawan virus corona ini.
Tak terkecuali hal ini juga saya dan rekan-rekan kerja rasakan, sebagai pegawai negeri yang bekerja di lingkup pemerintah daerah, aktifitas pekerjaan yang sebelumnya begitu padat, apalagi dibidang pekerjaan umum. Namun pandemi covid ini, memaksa kami melakukan refocusing anggaran pembangunan yang difokuskan pada penanganan dampak wabah. Otomatis anggaran untuk infrastruktur terkoreksi nyata, boleh dikata hampir sebahagian besar kegiatan pembangunan tertunda.Â
Meski demikian kami tetap harus bekerja, namun dengan penyesuaian terhadap beban kerja yang jauh berkurang, belum lagi diawal-awal kedaruratan bencana covid ini, kami diwajibkan bekerja dari rumah (work from home), alamak kami yang terbiasa bekerja di lapangan, jadi seperti ayam kebingungan tak mampu membedakan mana siang mana malam.Â
Bagi sebahagian orang mungkin memandang kondisi "santai" yang kami jalani ini adalah enak, tidak perlu capek tetap dapat gaji. Tapi tidak, sungguh kondisi seperti ini malah membuat kami tidak nyaman, kejenuhan dan kebingungan bahkan stres juga kami rasakan.
Untunglah ini tidak terus berlarut, meski wabah masih 100% mengancam, namun pelonggaran-pelonggaran yang "bertanggungjawab" telah diterapkan oleh pemerintah. Demikian pula menyangkut kegiatan pembangunan yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang sebelumnya terpending, kini dapat dilanjutkan. Menyikapi ini, kami tentunya harus bekerja cepat untuk mensinkronkan kondisi lapangan dengan kebutuhan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Kerja lapangan yang lama dirindukan akhirnya tiba juga, Hari Sabtu tanggal 11/07/2020 saya mengajak rekan-rekan kerja, kebetulan kami bekerja di bidang Irigasi, untuk turun bersama-sama, meninjau daerah irigasi lokasi penempatan kegiatan kami. Sambil memanfaatkan momen bekerja sekaligus "berekreasi". Mengarungi medan sedikit ekstrem di lokasi kegiatan kami, apalagi dalam kondisi puncak musim penghujan, kendaraan yang dapat menembus medan yang kami tempuh adalah kendaraan jenis offroad 4wd.