Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perjuanganku Menembus Banjir

25 Agustus 2013   18:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:50 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu kami sekeluarga baru saja ingin istirahat setelah selesai tarawih dan menyiapkan persiapan makan sahur nanti malam, jam menunjukkan pukul 11.30, ketika HP saya berdering, ternyata teman saya menelpon menyampaikan kalau di kompleks perumahan tempat tinggal saya sedang terjadi banjir, kebetulan karena istri saya baru saja melahirkan saya tinggal bersama mertua, sementara rumah saya hanya ditunggui oleh adik saya yang kebetulan saat itu juga sedang sakit. Memang beberapa hari terakhir ini hujan tidak pernah berhenti, terus mengguyur walaupun dengan intensitas yang sedang, karena kompleks tempat saya tinggal memang sering terjadi banjir, saya tidak begitu khawatir dan menganggap biasa saja, tapi kata teman saya banjir kali ini cukup besar, kali yang ada di samping kompleks sudah meluap, wow !!! kalau kali sudah meluap berarti agak lumayanlah banjir ini pikir saya. Baru saja saya akan mengambil kendaraan adik saya yang menunggui rumah sudah menelpon menyampaikan kalau air sudah masuk rumah dan kompleks sudah terkepung banjir, kendaraan sudah tidak bisa lewat, kecuali sepeda motor itupun melalui gang sempit di belakang kompleks yang agak berbukit.

Akhirnya saya bersama ipar saya memutuskan berangkat melihat kondisi rumah dengan mengendarai sepeda motor jenis bebek, dalam perjalananyang berjarak kurang lebih 15 km, di beberapa tempat di jalan air sudah mengenang di jalanan setinggi lutut, saya berusaha memacu kendaraan menembus deras air hujan yang yang mulai mengguyur deras, dengan susah payah dan terseok-seok sepeda motor saya paksa untuk menembus melewati genangan air, ipar saya terus mengingatkan untuk tetap menarik gas sepeda motor , apapun yang terjadi jangan mengundurkan gas khawatir air yang sudah sampai knalpot masuk terisap ke dalam mesin yang akan menyebabkan motor mogok, pokoknya berkendara saat itu hanya mengandalkan perasaan saja, soalnya tinggi genangan air tidak saja menyulitkan laju kendaraan, tapi aspal jalan pun sudah tidak terlihat, apalagi hujan terus saja mengguyur sehingga jas hujan yang kami pakai tembus tak mampu menahan derasnya air hujan, walaupun mengendarai sepeda motor namun rasanya napas ini sangat berat, terasa capek saking tegangnya berusaha melewati jalanan yang sudah berubah menjadi arus air yang mengalir deras, setengah jam lebih perjalanan kami pun sampai, betul saja kompleks perumahan kami sudah terendam air seperti kolam dan jalanan di kompleks kami sudah berubah menjadi kali dengan air yang mengalir cukup deras setinggi 50 cm. Di sana sudah ada pak lurah dan pak camat yang memantau keadaan banjir, “wah !!! terlambat datang inipak RT, rumah sudah kemasukan air baru muncul” kata pak camat menyapa saya, “ia pak Camat, baru dapat informasi terus langsung kesini, tapi di jalan agak lama soalnya ada 3 tempat, air di jalan sudah menggenang setinggi betis dan lutut, untung bisa lolos” jawab saya.

Beberapa saat kemudian hujan agak sedikit reda perlahan air sudah mulai surut, melihat kondisi rumah yang sudah tergenang sebatas paha, saya hanya sempat mengangkat beberapa barang untuk diletakkan pada tempat yang tinggi, karena air sudah kelihatan surut dan hujan sudah agak mereda saya pun memutuskan untuk kembali ke rumah, besok lah baru membersihkan bekas bekas banjir, saya pun pamit ke teman teman dan juga pak Lurah serta pak Camat yang saat itu juga hendak balik ke rumah, jam sudah menunjukkan pukul 01.30 lewat sudah hampir sahur jadi kami buru buru pulang.

Namun baru setengah perjalanan hujan kembali mengguyur, sampai di lokasi genangan yang pertama kondisinya masih seperti ketika lewat tadi dengan susah payah kami berhasil lewat, yang kedua juga demikian masih bisa kami lewati meski panjang genangan air sudah bertambah panjang, memasuki lokasiyang ketiga orang orang sudah mulai teriak memperingati untuk jangan lewat karena air sudah tinggi, saya juga melihat ada beberapa sepeda motor yang di dorong karena mogok, namun karena saya pikir kondisi banjirnya masih seperti ketika saya berangkat tadi, motor terus saja saya paksa menerobos banjir, tapi rasanya tinggi air sudah lebih tinggi dari ketika pertama lewat tadi bahkan sudah menyentuh paha saya, mau mundur nggak mungkin ini bukan mobil, yang ada harus maju terus karena sudah kadung terjebak, gas sepeda motor saya tarik sekencang-kencangnya sampai full bahkan sekiranya masih bisa ditarik lagi saya akan menambah full gas, motor meraung tapi dengan suara “blup blup blup” suara air yang tertiup knalpot, motor berjalan merayap dengan susah payah dengan kecepatan 5 – 10 km tidak kuasa melawan tingginya air serta derasnya arus apalagi kami berboncengan, akhirnya karena tinggi air sudah mencapai sadel sepeda motor, motor pun mogok, mana arus air sudah seperti kali deras mengalir dari sebelah kanan, saya dan ipar saya susah payah bertahan agar tidak terseret air yang deras setinggi paha kami sambil mendorong sepeda motor sekuat tenaga, perasaan waktu berjuang mendorong motor keluar dari air kok air ini nggak ada ujungnya, tadi waktu lewat pertama panjangnya hanya sekitar 100 m sekarang kok banjirnya sudah lebih 300 m, dan kami mogok belum sampai di tengah banjir, sampai diujung jalan, napas ini rasanya mau putus saking capeknya yang bercampur dengan tegang, dingin karena basah kuyup serta cemas terseret arus air yang semakin deras, disana sudah banyak masyarakat yang mengungsi karena banjir yang menggenangi rumah mereka yang berada di bagian belakang bangunan sepanjang jalan hingga merendam sampai atap atap rumah, saya sempat menghitung ada sebanyak 12 sepeda motor, sebuah mobil yang mogok terendam banjir.

Saya coba berusaha menghidupkan sepeda motor namun tidak bisa, karena memang air sudah sempat masuk ke mesin, untuk sampai ke rumah yang masih 2 km lagi dalam kondisi capek dan hujan yang deras kayaknya nggak sanggup, mana jam sudah menunjukkan pukul 03.00 saatnya makan sahur, oh iya saat itu mertua saya juga sedang sakit dan diopname di rumah sakit yang kebetulan berdekatan dengan rumah, jadi adik ipar saya yang menemani mertua di rumah sakit saya minta untuk datang menjemput kami sekaligus menarik sepeda motor yang mogok, untungnya antara tempat kami mogok dan rumah tidak ada lagi banjir di jalan hanya hujan saja yang semakin deras.

Begitulah setelah jemputan datang, yang sulit adalah menarik sepeda motor karena lupa membawa tali penarik, perjuangan menarik sepeda motor ini sama melelahkannya dengan perjuangan saat keluar dari banjir tadi, masalahnya jalan yang kami lalui menanjak, jadi mau menarik ataupun mendorong dari belakang sama beratnya, untunglah ada baliho caleg yang tumbang, itulah yang kami sobek dan jadikan tali penarik hingga sampai ke rumah, tepat saat mau masuk waktu imsak.

Esoknya saya mencoba menelpon adik saya, ingin menanyakan kondisi rumah, namun HP nya tidak bisa terhubungi, rupanya HP adik saya jatuh terendam banjir semalam, akhirnya saya menelpon tetangga, yang mengabarkan kalau semalam banjir susulan datang lagi dan lebih parah dari keadaan waktu saya balik semalam, rumah saya terendam 1 meter lebih dan barang barang yang ada tidak ada yang bisa diselamatkan kecuali kasur dan beberapa bantal serta selimut dan sedikit pakaian. Pagi itu juga saya mencoba untuk melihat kondisi rumah, namun rupanya banjir yang datang semalam sampai pagi ini belum reda dan memutus semua akses jalan menuju ke rumah saya, ketinggian air di tempat semalam saya mogok pagi ini sudah mencapai 1.5 meter lebih, banyak mobil dan sepeda motor yang terendam hingga tidak kelihatan, saya mencoba mengambil jalur alternatif melalui jalan jalan lingkungan, namun rupanya itupun terputus karena masih dilalui oleh aliran dari kali lepo-lepo yang meluap. Saya mencoba mengambil jalur alternatif lainnya melalui jalur tembus by pass yang lokasinya cukup tinggi, memang awalnya di jalur itu aman aman saja tapi sampai diujungnya di seputaran pasar baru, air juga menggenang sampai ke jalan setinggi satu meter lebih dengan lebar mencapai 100 meteran lebih. Tidak ada lagi jalur alternatif yang bisa ditempuh, rupanya banjir menggenangi hampir 70% wilayah kota Kendari, melumpuhkan seluruh aktifitas baik perekonomian maupun transportasi,

Barulah di hari ketiga setelah banjir mulai surut jalur transportasi yang sebelumnya terputus mulai dapat dilalui, itupun hanya satu akses melewati jalur tembus by pass, namun antrian kendaraan sangat padat tanpa putus hampir di sepanjang jalan yang juga masih agak sulit dilewati karena selain masih tertutup lumpur setebal 5 sampai 10 cm juga banyak yang terkelupas berlubang dikikis oleh air banjir, kendaraan berjalan merayap pelan, perjalanan dari rumah mertua menuju ke rumah saya yang biasanya paling lama saya tempuh dalam 20 menit, ini memakan waktu hampir 3 jam baru bisa tembus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun