Tidak ada yang bisa sepenuhnya menebak apa yang akan terjadi esok hari. Namun tidak juga berarti tak ada jalan yang bisa diambil untuk menghadapi berbagai kemungkinan. Kemungkinan terbaik tetap saja masih bisa hadir bahkan di saat-saat yang buruk.
Belum lama tuh, kita baru saja ngebaca berita tentang satu grup band yang sore hari masih sama-sama, bergembira sambil bekerja. Begitu malam hari, musibah di luar bayangan datang begitu saja. Hampir seluruh kru dan anggota grup band ini menjadi korban, meninggal dunia. Dari personil yang ada, hanya satu doang tersisa. Siapa bisa menduga?
Itu cuma bagian dari berbagai kemungkinan buruk. Walaupun kita, terutama saya sebagai ibu rumah tangga, punya anak yang masih balita, beneran cuma bisa bilang amit-amit, jangan sampai deh ngalamin kemungkinan-kemungkinan begitu terjadi di saat-saat sedang tidak siap.
Soalnya alam menunjukkan wajah berbeda dibandingkan biasa. Entah itu air yang membuat gelombang tsunami ketika biasanya laut justru jadi tempat nelayan mencari nafkah atau wisatawan menikmati keindahannya, angin yang berembus terlampau kencang, tanah yang bergeser ataupun guncangan yang cukup hebat.
Kejadian-kejadian begitu hampir selalu menyisakan cerita yang mudah ditebak, ada saja korban. Baik korban yang kehilangan nyawa, sampai-sampai bapak atau ibu yang biasanya dekat anaknya, malah harus meninggalkan keluarga.
Dalam kondisi kehilangan begitu, keluarga yang ditinggalkan masih harus terus melanjutkan hidup. Atau, kalaupun ada korban yang selamat, biasanya harus menerima kondisi fisik yang tidak sama lagi, misalnya cacat sehingga tidak mampu lagi melakukan suatu pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan.
Kondisi tersebut hanya salah satu dari kemungkinan situasi lain yang mungkin terjadi pada setiap orang. Risiko selalu ada di mana pun dan mungkin saja mengorbankan orang-orang tersayang di sekitar kita.
Mau tidak mau, kemungkinan seperti itu membutuhkan pengamanan. Seenggaknya, untuk menjaga agar pondasi keluarga tidak retak atau goyah jika suatu hari ada badai menghadang.
Diibaratkan berlayar, seorang nahkoda hendaknya menyiapkan juga sekoci juga alat selam untuk menyelamatkan dirinya dan penumpang jika suatu saat kapal karam dan tidak bisa lagi berjalan.
Namun, apakah sekoci saja sudah cukup aman dan menyelamatkan hidup anda dan orang-orang di sekitar anda?