Mohon tunggu...
Rizky Novrianto
Rizky Novrianto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tukang ngayal yang suka berangan-angan menerbitkan sebuah buku yang akan menggemparkan seisi langit dan bumi... (tuh khan, ngayal lagi....)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lost in a Trip to Pariaman

4 Juni 2012   01:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:25 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_180742" align="alignright" width="150" caption="Pine Beach"][/caption] Kadang tersesat merupakan hal yang menyebalkan, namun tersesat di sepanjang jalan menuju Kota Pariaman, tidaklah menyebalkan sama sekali. Perjalanan ini dimulai ketika kami hendak mencoba menuju kota pariaman dengan menyusuri garis pantai barat Sumatera. Berbeda dengan jalur umumnya, kami berbelok menuju arah Bandara Internasional Minangkabau dan mengambil sebuah belokan lagi ke kanan di dekat kantor Polisi. Dan Perjalanan menyusuri jalan yang asing pun dimulai. Jalan tersebut masih sepi sehingga sangat enak untuk dinikmati dengan berkendara motor. Mulus, hitam dan cukup lebar, itu adalah deskripsi akan jalan tersebut. Namun ketika sudah mendekati perumahan penduduk, jalan yang tampaknya penuh lobang, membuat kami harus berkendara dengan hati-hati dan perlahan. Namun, jalan yang berlubang itu tak menghalangi kegembiraan kami, karena jika kita melihat ke arah kiri, akan terlihat barisan pohon kelapa yang melambai-lambai mengikuti alur angin laut siang itu. Sungguh pemandangan yang menyegarkan dan membuat kami lupa akan jalanan yang berlubang. Di sepanjang jalan, banyak jelak jalan menuju pantai, sehingga kami tak segan untuk mencobanya. Setiap ada belokan atau jalan menuju pantai, kami akan berhenti sejenak dan melihat lautan sebentar. Pada perhentian pertama kami melihat pantai nelayan. Ada beberapa nelayan yang duduk di tepi pantai sembari mengurai jaringnya yang mungkin kusut akibat melaut semalam. Kemudian kami lanjut lagi, di pantai kedua, yang kami temukan adalah pantai yang di tepiannya banyak ditumbuhi pohon cemara. Rasanya sejuk untuk berjalan di tepi pantai, di siang hari yang panas di bawah pohon cemara dan hembusan angin laut yang menyegarkan. Di sana ada warung-warung yang menyediakan tempat beristirahat dan minuman dingin yang menyegarkan. Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Di pantai selanjutnya kami beruntung bisa melihat aktivitas nelayan setempat yang baru menyandarkan kapalnya sehabis melaut semalaman. Mereka mendorong kapal itu bersama-sama dari tepian pantai hingga sandar di pasir yang berwarna coklat muda itu. Terasa sekali kerjasama yang masih terjaga di masyarakat Indonesia. Mereka kemudian menurunkan 4 bakul ikan beraneka ukuran dan jenis untuk langsung diperdagangkan di tempat itu juga. Perjalanan kami tak berhenti sampai di sana saja, kami kemudian melanjutkan perjalanan hanya untuk singgah sebentar lagi di Pantai Sunur. Pantai ini kami ketahui namanya, karena ada plang yang memberitahu kami nama pantainya. Ombak di pantai ini agak berbeda dari pantai-pantai yang lain, cenderung lebih tinggi dan tampaknya menyenangkan untuk berseluncur. Dari sana, kami menyusuri jalanan sepanjang pantai untuk kemudian kembali ke jalanan utama. Tak kapok-kapoknya kami berbelok, di belokan selanjutnya kami menemukan jalanan yang tampanya cukup besar untuk dua kendaraan roda empat, dan jalanan ini persis ada di tepi laut. Sungguh indah pemandangan di sana. Sampai kami melihat ada 4 pulau kecil yang tampaknya tidak terlalu jauh dari pantai. Pasir yang putih dari kejauhan, terlihat sangat mengundang kami untuk datang ke sana. Namun sayangnya, kapal yang bisa mengangkut ke sana konon hanya ada hari Minggu saja. Kami hanya bersantai saja di tepian pantai itu sembari menikmati es teh dan sepiring siomay di bawah pohon cemara yang rindang. Tak lama kemudian kami meneruskan perjalanan dan tibalah kami di sebuah gerbang yang berbentuk kuda namun memiliki sayap dan ekor burung serta wajah seorang wanita yang cantik. Di dekatnya ada tulisan, "Selamat Datang di Pantai Gandoriah" Ternyata kami akhirnya tiba juga di Kota Pariaman di Pantai Gandoriah, dan ternyata patung tersebut merupakan Icon untuk Festival Tabuik yang dilaksanakan setiap tanggal 1 - 10 Muharram kalender Hijriyah. Kami duduk di bawah payung-payung warna warni yang banyak disediakan untuk pengunjung sambil menikmati es kelapa muda dan mengenang perjalanan luar biasa menuju ke Pariaman. Suatu saat nanti ingin rasanya berkunjung lagi ke Pariaman, apalagi ketika Festival Tabuik berlangsung. Tersesat tidak lagi menyebalkan bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun