Jumlah dokter di Indonesia sudah melebihi kebutuhan. Kepala BPPSDMK Kemenkes RI Usman Sumantri bahkan telah menyampaikan bahwa pada tahun 2019, lulusan kedokteran di Indonesia sangatlah besar yakni mencapai 12.000 orang. Dalam satu tahun saja, lulusan dokter mencapai puluhan ribu. Namun, Direktur Jendral Tenaga Kesehatan Kementrian Kesehatan, Arianti Anaya, menyatakan bahwa masih banyak puskesmas di Indonesia yang masih kekurangan tenaga dokter. Kondisi ini tentunya mengakibatkan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak dapat berjalan secara maksimal. Lantas, apa yang menjadi penyebabnya? Hal ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya pemerataan tenaga dokter di Indonesia.
      Kurangnya pemerataan tenaga dokter ini disebabkan oleh terpusatnya universitas-universitas yang menyediakan program studi untuk kedokteran, terutama di Pulau Jawa. Dengan terpusatnya universitas-universitas di beberapa tempat saja menyebabkan jumlah lulusan dokter makin banyak, tetapi hanya menambah surplus jumlah dokter yang melayani di tempat-tempat itu saja. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi pemerataan tenaga dokter adalah kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan yang belum memadai di daerah-daerah lain, terutama di wilayah timur. Seharusnya, seluruh warga Indonesia memperoleh pelayanan kesehatan yang sama, karena telah membayar jaminan sosial yang sama, yaitu BPJS. Â
      Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pemerintah sejak tahun 2010 lalu, seperti program magang bagi seluruh mahasiswa kedokteran untuk ditempatkan di berbagai daerah selama 1 tahun. Namun, program ini hanya memberikan solusi temporer. Setelah program tersebut selesai, kebanyakan dokter akan berpraktek di kota-kota besar yang lebih "menarik". Ada juga program Nusantara sehat yang telah dilaksanakan sejak tahun 2015. Program Nusantara Sehat merupakan upaya kesehatan terintegrasi mencakup aspek preventif, promotif, dan kuratif melalui penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim dengan jumlah dan jenis tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan di daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTKP) serta daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). (Kemenkes RI). Seperti kalanya program internship, Program Nusantara Sehat ini juga merupakan penyelesaian masalah sementara saja dikarenakan dana yang terbatas dan hasil yang tidak sesuai eksepektasi. "Dua tahun balik lagi ganti, dua tahun lagi balik lagi ganti, Pemda diharapkan mengalokasikan anggaran untuk melanjutkan keberlangsungan program yang telah diinisiasi," jelas Arianti. Selain itu ada program Academic Health System (AHS). AHS merupakan integrasi pendidikan kedokteran bergelar, dengan satu atau lebih program pendidikan profesional kesehatan lainnya yang memiliki satu atau lebih rumah sakit pendidikan atau berafilisasi dengan rumah sakit pendidikan, sistem kesehatan, dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya (Wartman 2007). Dengan diberlakukannya program AHS ini, diharapkan mahasiswa lulusan kedokteran di universitas daerah dapat mengabdi dan melayani di daerah universitas tersebut, terutama di daerah-daerah yang masih kekurangan tenaga dokter.
      Dengan adanya berbagai program-program yang diterapkan, sudah jelas bahwa ada rasa atensi dan urgensi yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam penanganan masalah ini. Solusi-solusi ini akan dapat menjadi solusi yang permanen apabila ada kerja sama dari pihak pemerintah daerah. Pemerintah daerah perlu menggunakan kesempatan yang diberikan melalui program-program di atas untuk merekrut tenaga dokter yang dikirimkan ke daerah masing-masing. Pemerintah daerah dapat menyisihkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang cukup agar tenaga dokter tertarik untuk mengabdi dan melayani di daerah tersebut, mengingat betapa urgent dan pentingnya pemberian pelayanan kesehatan yang maksimal.
           Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H