Aloysius Marius Sumaryono atau kerap disapa "Mbah Maryono" lahir di Desa Sorotanon, Kelurahan Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo dengan nama kecil Ngadimin. Mbah Maryono menempuh pendidikan di SD Pangudi Luhur Boro kemudian menempuh pendidikan di SGB (Sekolah Guru B) Desa Putra, Jakarta tahun 1960 an lalu melanjutkan PGSLP (Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama) dan mengambil D3 di Universitas Terbuka, Bandung.
Karya sebagai seorang guru di Sekolah
Setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau menjadi guru di sebuah sekolah dibawah naungan Yayasan Salib Suci di daerah Ciledug, Cirebon kemudian pindah ke Bandung menjadi guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia dan sejarah di SMP St. Yusup. Pada tahun 1984 beliau bergabung sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berkarya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 16 Kota Bandung sampai dengan tahun 2002.
Beliau dikenal sebagai guru yang sangat disiplin dan galak baik di dalam kelas, saat upacara, dan dalam kehidupan sehari-harinya. Beberapa murid beliau ingat bahwa mereka sering diminta Pak Maryono membuang sampah-sampah kecil yang ada di kelas. Saat upacara juga, saat beliau sudah terlihat beliau pasti membereskan barisan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kebanyakan dari mereka memang malas, mungkin kesal dengan sosok pak Maryono yang sangat rapi dan disiplin, namun itulah dirinya yang terbentuk dari hidup teratur di asrama.
Menjadi guru di masyarakat
Selain menjadi seorang guru, beliau juga sempat menjadi Ketua Rukun Tetangga dan pengurus Rukun Warga di daerah rumahnya. Terlepas dari statusnya sebagai kaum "minoritas" beliau tetap berkarya di lingkungannya dengan hati yang tulus, menyapa dan memperhatikan orang-orang di kampungnya. Beliau dikenal sebagai seorang guru karena saat itu beliau satu-satunya guru di daerah itu. Sebagai satu-satunya "orang pintar" disana, beliau juga banyak menemani warga untuk melatih baris-berbaris saat upacara, memimpin paduan suara dan kegiatan masyarakat lainnya meskipun sebenarnya beliau tidak terlalu mahir menyanyi.
Banyak orang di lingkungan Embah Malim yang mengingatnya sebagai pak guru dan hingga saat ini banyak tetangga maupun murid-muridnya datang ke rumahnya, untuk berbagi ilmu ataupun cerita. Â Baginya, menjadi sosok terdidik bukan untuk disimpan sendiri melainkan dibagikan ke banyak orang, meski sebenarnya itu bukan tanggung jawabnya. Berbagi ilmu menjadi bagian hidupnya, bahkan di luar sekolah, apapun wawasan yang dapat dibagikan, diberikannya pada siapapun yang mau, "Selama ada yang masih bisa saya bagikan, kenapa tidak dibagikan? 'toh itu adalah anugerah yang diberikan Tuhan ke saya. Bukan masalah saya bekerja untuk mengajar di sekolah, tapi guru adalah panggilan yang universal, dimanapun itu selama bisa mengajar ya disitulah saya mengajar." ujarnya.
"Orang cerdas" di kampung
Di kampung halamannya, Sorotanon, Mbah Maryono adalah orang pertama dari daerah itu yang memberanikan diri keluar dari kampung untuk menempuh pendidikan tingkat tinggi di luar kampung karena saat itu kebanyakan hanya menjadi peternak, petani atau pekebun. Kebanyakan dari mereka merasa pendidikan kurang penting karena dengan berkebun dan beternak mereka sudah mendapat uang yang cukup, tanpa belajar jauh-jauh saja mereka sudah bisa hidup dengan cukup. Mbah Maryono menjadi orang pertama di kampungnya yang merantau demi pendidikan dan karena beliau adalah seorang guru, beliau menggerakkan banyak orang di kampungnya untuk menempuh pendidikan tingkat lanjut, bahkan sampai keluar kota dan beberapa diantaranya dibantu beliau hingga menjadi guru.
Orang-orang yang awalnya hanya menempuh pendidikan tingkat dasar mulai menempuh pendidikan tingkat tinggi di luar kota dan begitu pula di kampung Sorotanon dan sekitarnya, lebih banyak anak yang bersekolah dan sekolah menjadi terlihat sekolah dengan cukup banyak murid setelah sebelumnya hanya ada 5-7 anak dalam satu kelasnya. Jumlah murid di tiap sekolah juga semakin bertambah seiring berjalannya waktu dan meningkatnya kesadaran masyarakat.
Beliau adalah seorang guru dan bapak yang akan menjadi teladan kesederhanaan dan kedisiplinan bagi para murid, anak dan cucunya. Keteladanan beliau untuk berani keluar dari zona nyamannya di kampung lalu pindah ke kota untuk menempuh pendidikan tingkat lanjut menjadi sebuah inspirasi besar bagi masyarakat di kampung halamannya. Di tempat tinggalnya sekarang, beliau adalah Mbah Maryono, guru yang mengajar kapanpun dan dimanapun, bukan hanya mengajar sejarah dan bahasa Indonesia melainkan banyak hal berharga lain yang diajarkannya.