Mohon tunggu...
Christopher Jaya
Christopher Jaya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penulis ini lahir di akhir milenium, 26 April 1999. Berarti dirinya baru memanasi bangku SMA. Penulis ini tertarik menuliskan cerita, filosofi, pelajaran dan perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siaran Publik Itu Milik Publik!

18 Desember 2014   16:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:03 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi ini saya tadinya hendak melanjutkan menulis di kompasiana. Begitu saya buka halaman awalnya, langsung terlihat trending post pagi ini. Salah satunya, yang bikin saya gemas, persalinan Ashanty yang disiarkan secara live.

Sebagai anak berumur lima belas tahun, saya juga sudah mengerti mengenai kelahiran. Saya masih muda, belum punya pacar (suer, kagak boong!), dan tahu nggak bakal melahirkan karena saya kan cowok :v Tapi saya juga lantas berpikir, sebenarnya pantas nggak sih?

Saya bukan apa-apanya mereka, ketemuan aja nggak pernah. Jadi pada akhirnya saya nggak boleh menghakimi apa yang Anang dan Ashanty lakukan. Kan tiap orang juga punya pilihan sendiri, tentu juga dengan alasan tersendiri. Mungkin mereka ingin dunia tahu bahwa 'Hei! Gw punya anak loh!'. Atau kalau mau rada negatif, (maap kata, kan cuma kemungkinan) 'Lumayan naikin pamor'. Apapun alasannya hal itu sudah dilaksanakan, dan untungnya nggak terjadi apa-apa.

Tapi yang saya mau bahas disini bukan kegiatan mereka, karena minta dimasukin apapun ke televisi boleh-boleh saja. Melainkan penonton dari televisi tersebut. Menurut saya, siaran publik itu milik publik, harusnya membangun masyarakat demi masyarakat. Tetapi yang dipikirkan oleh stasiun televisi (mungkin) kepentingan diri mereka sendiri; rating, rating, dan rating.

Pada dasarnya televisi itu diciptakan untuk satu tujuan: kecepatan dan keefektifan jalur informasi. Manusia sadar bahwa mereka semakin banyak, dan itu berarti semakin berelasi. Manusia juga butuh komunikasi antar satu pihak dengan pihak lainnya untuk menyampaikan isi otak mereka, baik pengalaman maupun pemikiran; mengenai keluarga, kebahagiaan, kesedihan, ataupun rencana. Itu informasi pribadi ke pribadi, satu instansi ke instansi lainnya. Dan memang dari awal kita berusaha secepat mungkin menyampaikan informasi tersebut ke kerabat kita. Jadi munculah kemajuan informasi. Dari awalnya harus bertemu langsung, surat sederhana (sandi asap, obor), tulisan, terus sampai ke televisi.

Televisi itu bertujuan untuk menayangkan segala informasi yang bersifat publik (nggak boleh memihak dan adil ke semua pihak). Apapun yang ditayangkan harus demi keakuratan suatu info. Oh, iya, televisi juga merupakan penyampai hiburan. Karena bagaimanapun, hiburan juga merupakan suatu ide pada dasarnya. Cerita itu dilahirkan dari pikiran seseorang. Dan alangkah baiknya kalau digunakan demi kemajuan para penontonnya. Itu bisa berarti penambahan informasi, ataupun kemajuan berpikir.

Pertanyaannya, kembali ke topik awal kita, bisakah siaran langsung suatu persalinan dapat memajukan masyarakat? Tergantung penontonnya. Sedih ya, Anda membaca tulisan saya sepanjang ini, dan ujung-ujungnya saya tidak jadi bilang, 'Tidak sama sekali!'. Ingat, dari awal saya sudah katakan, saya tidak punya hak untuk menghakimi mereka. Karena mau bilang itu berguna atau tidak, jawabannya pasti akan berbeda untuk setiap orang.

Mungkin dengan adanya siaran seperti itu, penonton jadi berpikir mengenai kelahiran manusia. Mungkin penonton jadi merubah persepsi mengenai artis jaman sekarang. Banyak sekali yang bisa kita dapatkan dari sana.

Eh, eh, saya tidak mendukung! Saya tidak bisa menyangkal bahwa ada hal-hal lain yang malah memicu kemunduran penonton. Dengan adanya siaran seperti itu, malah akan membuat banyak prinsip negatif juga sebenarnya. Jadinya banyak orang yang ngebet jadi artis, kepengin anaknya dilahirkan sedemikian rupa, mungkin karena ingin sama terkenalnya dengan mereka. Juga bisa memicu kontroversi sosial. Lihat saja, begitu banyak post mengenai ini belakangan toh di kompasiana?

Ah ya, saya hanya penulis yang terbatas. Kompasiana juga milik publik, bukan milik saya. Jadi kalau Anda punya pemikiran lain (pastinya), Anda boleh menuliskannya di kolom komentar di bawah. Tetapi, karena ini milik publik, (beberapa nasihat, saya nggak berusaha meremehkan atau merendahkan para pembaca disini), mari kita selalu mengutarakan ide kita dengan cara yang baik, yang membangun, dan yang objektif sifatnya. Bukan memuji karena orang, melainkan karena sifatnya. Karena siaran publik itu milik publik, untuk publik, dan menjadi tanggung jawab publik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun