Mohon tunggu...
Christopher Chandra
Christopher Chandra Mohon Tunggu... -

Menulis adalah hiburan, tantangan, dan refleksi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Prestasi dan Ekonomi

25 Desember 2014   06:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:30 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barusan nonton acara Mata Najwa di Metro TV. Bintang tamunya inspiratif banget hari ini, ada Ibu Susi Pudjiastuti, Pak Dahlan Iskan, dan Tompi. Sebenernya ada 4, cuma seorang lagi lupa namanya, hehehe.

Ibu Susi Pudjiastuti, yang sekarang kita kenal sebagai Menteri Kelautan RI yang dlunya ga lulus SMA, harus kerja keras buat hidup sampai akhirnya kini ada di jajaran menteri. Pak Dahlan Iskan, orang hebat yang rendah hati ini ternyata dahulu semasa kecil hidup di daerah yang terpencil, sehingga beliau tidak mengetahui kapan tepatnya ia lahir. Tanggalnya tidak tahu, tahunnya pun ia perkirakan dari informasi yang dia dapat dari orang tuanya, menurut bapaknya saat Gunung Kelud meletus beliau sudah merangkak, lalu beliau hitung hitung, dapatlah perkiraan tahun beliau lahir.Tompi yang kini kita kenal sebagai penyanyi dan dokter bedah ini, ternyata semasa remaja bukan berasal dari keluarga mampu sehingga dapat masuk Fakultas Kedokteran UI. Dulunya, ia termasuk keluarga yang kurang mampu, menurut informasi, ibunya menabung selama 6 tahun untuk kuliah Tompi di FK UI, termasuk selama 6 tahun itu ibunya tidak membeli baju.

Refleksi buat kita semua, mengapa banyak orang sukses berasal dari keluarga tidak mampu ? Apa karena ada kekurangan yang sangat nyata dampaknya terhadap kehidupan mereka sehingga "terpaksa" harus menjadi orang sukses ? Apa karena tekanan yang sangat besar dari orang tua dan keluarga yang menuntut mereka untuk menjadi orang sukses ?

Lalu mengapa orang-orang yang berasal dari keluarga yang setidaknya keluarga biasa atau bahkan keluarga mampu seringkali menghasilkan generasi muda yang cenderung nakal, berfoya-foya ? Apa harus jatuh miskin dulu baru bisa berpikir jernih ? Mungkin memang benar, bahwa ekonomi adalah salah satu faktor penting penentu sikap anak muda, tentunya di samping kemauan dan niat dari anak itu sendiri.

Orang yang berlatar belakang ekonomi kurang mampu, cenderung serius dalam menghadapi hidup dan cenderung lebih bisa bekerja keras dalam pekerjaan mereka, karena mungkin mereka pikir hanya itu yang dapat mereka kerjakan, dan dari pekerjaan tersebut mereka wajib makan, maka dari itu mereka bekerja dengan sangat keras.

Sedangkan mereka yang dari kecil sudah berkeluarga mampu, cenderung kurang bekerja keras dalam melakukan apapun termasuk dalam dunia kerja. Mungkin mereka berpikir hanya uang orang tua saja, dan berpikir uang orang tuanya tidak akan habis-habisnya. Hal ini menyebabkan sering ditemukannya mereka menganggap remeh masalah yang ada dan hidup berfoya-foya sampai harta itu akhirnya habis.

Bukankah merkea dengan latar belakang keluarga mampu seharusnya dapat berkembang lebih pesat, karena secara fasilitas tentu lengkap, dan bukan hal sulit untuk membiayai sekolah dengan kualitas baik. Justru yang seringkali kita temukan, orang yang juara, orang sukses, banyak berasal dari keluarga kurang mampu. Sedangkan mereka yang terbelakang secara akademis, seringkali justru berasal dari keluarga mampu, walau banyak juga orang mampu yang meraih prestasi dibidang akademik maupun non-akademik. Namun inilah realitas sosial yang seringkali kita lihat di sekeliling kita.

Mengapa hal ini bisa terjadi ? Mungkin ada faktor internal keluarga juga. Orang tua dengan kemampuan ekonomi kuat, biasanya akan dengan mudah memberikan apa saja yang anaknya inginkan, bukan yang anaknya perlukan. Sehingga hal ini berefek pada sikap mereka yang cenderung gampang untuk mendapatkan apapun, tidak perlu usaha, usaha pun sekadar ngomong dan membalikkan tangan.

Hal ini seharusnya menjadi sorotan utama orang tua yang memiliki anak pada usia remaja. Biarkan mereka berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, jangan terus menerus "disuapi". Karena dunia kerja adalah kejam, dan kalau sejak kecil sering disuapi, tak heran saat berada di dunia kerja juga akan terus bisa "disuap". Tidak bermaksud menitikberatkan pada orang tua, namun sebagai remaja, saya juga merasakan bahwa remaja itu masih sangat sulit untuk menentukan pilihan, cenderung labil, dan memang sangat diperlukan aturan yang cukup mengekang saya dan menjauhkan saya dari nilai-nilai sosial yang buruk. Maka dari itu, peran orang tua sangat penting di sini, karena karakter yang terbentuk saat remaja adalah karakter yang akan dikeluarkan saat berada di dunia kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun