Pada penjelasan berikutnya, Hobbes memberi argumen bahwa manusia pada dasarnya cenderung untuk mendekati sesuatu yang dirasa baik 'nafsu', sementara yang buruk 'pengelakan' akan selalu dihindari. Manusia yang bijaksana adalah manusia yang mampu memaksimalisasi pemenuhan keinginan-keinginan untuk kesejahteraan individualnya, untuk dapat memperoleh keinginan individualnya itu.Â
Akibatnya, terjadi persaingan yang luar biasa. Manusia akan saling bersaing satu dengan yang lain demi memperebutkan sumber-sumber hidup yang terbatas jumlahnya. Keadaan inilah yang kemudian disebut oleh Hobbes sebagai 'Homo Homini Lupus' (Manusia menjadi serigala bagi sesama).
Konsep Politik
Homo Homini Lupus itulah argumentasi yang dikeluarkan oleh Hobbes untuk melukiskan manusia yang bersaing satu dengan yang lain demi memenuhi kebutuhan individualnya. Mereka akan saling menguasai dan menundukkan agar dapat bertahan hidup. Keadaan ini tentu saja akan berlaku sangat timpang di dalam tatanan sosial masyarakat, mereka yang miskin akan semakin tertindas, sementara yang kaya akan semakin berjaya.
Dalam usaha mengendalikan situasi masyarakat yang demikian, Hobbes mengemukakan suatu ajaran tentang adanya sebuah kontrak sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Kontrak sosial ini merupakan sebuah perjanjian damai yang menjadi dasar kehidupan sosial. Di dalam kontrak sosial ini setiap warga akan menyerahkan kekuasaan dan hak-hak kodrati mereka semua kepada sebuah lembaga yang disebut negara.Â
Hobbes juga menambahkan bahwa negara yang kuat harus memiliki kekuasaan yang besar pula, dan oleh karenanya negara harus mempunyai struktur-struktur pemerintahan yang kuat agar dapat mengekang kebebasan liar masyarakat yang egoistis. Dasar pemikiran ini mirip dengan dasar pemikiran negara 'Leviathan', yakni negara yang memiliki peran absolut di dalam mengendalikan kehidupan warga masyarakat.
Kritik dan Relevansi Terhadap Argumentasi Hobbes
Thomas Hobbes memang telah meletakkan dasar argumentasinya berdasarkan kajian-kajian empiris yang telah diverifikasi. Namun, bukan berarti bahwa apa yang dikemukakan oleh Hobbes itu sudah absolut tanpa celah untuk dikritisi. Konsep etika dan politik yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes sangat menarik untuk dikritisi, dan ini bisa menjadi semacam 'studi banding' bagi kita untuk melihat situasi masyarakat di dalam konteks bumi Indonesia pada zaman ini.
Dalam argumentasinya tentang etika manusia, Thomas Hobbes memiliki pandangan yang cenderung lebih negatif. Dia mengasumsikan bahwa kodrat asali manusia adalah egoistis. Keegoisan manusia ini berdampak pada sikap manusia yang saling menguasai dan menundukkan guna memperoleh apa yang menjadi keinginan individualnya.Â
Statement ini tidaklah sepenuhnya bisa diterima begitu saja. Manusia memang memiliki kecenderungan ke arah demikian, namun perlu diingat bahwa selain memiliki kemampuan akal budi, manusia juga memiliki perasaan sebagai penyeimbang. Inilah yang sama sekali 'luput' dari pandangan Hobbes.
Paradigma negatif dan rasa cemas akan berlebihan terhadap kehidupan manusia lantas mendorong Hobbes untuk mengemukakan gagasan tentang negara sebagai kontrak sosial. Di dalam kontrak sosial itu, setiap warga akan menyerahkan diri dan kehendak mereka kepada penguasa yang diberi mandat untuk mengatur kehidupan sosial.