Persepakbolaan nasional sedang dilanda krisis. Indonesia terancam diberi sanksi oleh FIFA karena Kongres PSSI tidak dapat memilih Ketua Umum, terlebih lagi, terjadi adu mulut yang berujung pada dihentikannya Kongres secara sepihak oleh AG. Buntut dari dihentikannya Kongres ini adalah utusan FIFA dan utusan AFC merasa sakit hati karena merasa tidak dihargai. Sungguh miris membaca pemberitaan di media massa mengenai apa yang terjadi di sepakbola dalam negeri.
Yah, apapun yang terjadi disana, saya tidak ingin terjebak politik praktis yang dilakukan oleh para pihak si PSSI antara pemegang hak suara, K78, AG, FIFA, AFC, AP, GT, NH, atau siapapun. Namun, saya merasa lucu jika ada pihak yang membuat pernyataan seolah-olah dia lebih mengerti peraturan FIFA daripada FIFA-nya sendiri, dengan menyatakan bahwa FIFA menyalahi aturannya sendiri. Bukan apa-apa, kok bisa peraturan FIFA yang dibuat oleh FIFA namun lebih dimengerti oleh seseorang entah-berantah asal Indonesia, tidak habis pikir saya. Saya bukan ingin bilang bahwa FIFA sempurna dan tidak mungkin salah, bukan itu, sungguh bukan itu . Yah apapun itu, saya hanya memperhatikan nasib persepakbolaan bangsa saya kedepannya.
Saya 'angkat topi' dengan gebrakan yang dilakukan oleh AP dengan LPI-nya. Itu merupakan gebrakan yang luar biasa untuk melawan sebuah rezim dengan menyelenggarakan sebuah liga tandingan seperti LPI, menurut saya pribadi. Namun, saya tidak suka dengan 'gaya' beliau yaitu membuat pernyataan di media bahwa beliau legowo namun tidak meredam pendukungnya, malah menyatakan untuk menanyakan atau mengajak bicara K78, para pendukungnya, bukan beliau.
Saya pribadi, sebagai pemerhati sepakbola, mengalami dilema menanggapi krisis ini. Di satu sisi, ada kelompok yang ngotot agar keinginannya dipenuhi walaupun sepakbola nasional terancam sanksi. Namun, di sisi lain, jika gebrakan yang sudah dilakukan tidak diteruskan, maka nasib sepakbola bangsa hanya ada di 'lingkaran setan' kelompok tertentu yang dekat dengan salah satu pemimpin partai yang sangat rentan pada sebuah rezim yang korup. Sungguh dilema! (setidaknya bagi saya pribadi)
Yah, kembali lagi, apapun itu, saya tidak ambil pusing, saya hanya ingin menyampaikan kepada para elit di atas sana, entah siapapun itu, entah akan sampai atau tidak, bahwa "PIKIRKAN NASIB BANGSA" jangan pikirkan yang lain, apalagi jika itu hanyalah sebuah kepentingan pribadi atau kelompok semata. Tidak jadi soal jika Indonesia harus terkena sanksi, tapi kedepannya terjadi reformasi di tubuh PSSI yang mengarah ke lebih baik. Namun, jika bisa dengan kepala dingin dan jalan damai, kenapa tidak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H