Saat ini sedang ramai kontra (saya belum menemukan berita yang pro) mengenai keinginan anggota dewan untuk membangun gedung dewan baru. Gedung baru ini, menurut para anggota dewan 'yang terhormat', perlu untuk dibangun dengan alasan karena gedung lama sudah tidak memadai lagi. Gedung baru ini, kabarnya, pembangunannya memakan biaya mencapai 1,3 triliun, bahkan kabarnya lagi biaya per satu ruangan anggota dewan mencapai 800 juta, angka yang cukup fantastis buat sebuah 'ruangan'. Walaupun saya curiga (bukan menuduh) terjadi manipulasi dana sedemikian rupa terhadap biaya pembangunan tersebut. Namun entah ada manipulasi maupun tidak, hak anggaran (budgeting) para anggota dewan memang 'tak terbantahkan', mereka-lah yang berhak memutuskan segala bentuk pengeluaran keuangan negara. Tapi fokus pembahasan saya bukan disitu (masalah uang). Saya lebih tertarik membahas fisik gedung baru itu. Dahulu, saat Bung Karno akan membangun Monumen Nasional (Monas) dan Gelora Bung Karno (GBK) negara kita sedang dilanda pailit dan konon kelaparan dimana-mana, namun Bung Karno tetap bersikukuh untuk tetap membangun kedua bangunan tersebut. Jelas, kebijakan tersebut menuai protes keras dari masyarakat dengan alasan yang hampir mirip dengan penolakan pembangunan gedung DPR sekarang yaitu rakyat belum sejahtera. Tapi lihat sekarang, kedua bangunan tersebut menjadi simbol negara, simbol kebanggaan bukan hanya penduduk Jakarta saja tapi juga rakyat Indonesia. Sebuah sikap yang kontradiktif jika dibandingkan 40 tahun silam. Lalu apakah kita perlu berpikir ulang mengenai justifikasi kita terhadap pembangunan gedung baru DPR tersebut? Kembali lagi, itu bukan poin pembahasan saya. Memang sekarang ini sedang tren 'mempercantik diri' yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah dengan membangun gedung-gedung pemerintahan baru yang memberi kesan 'mewah nan indah'. Mungkin hal inilah yang membuat legislatif, selaku pemegang hak anggaran, menjadi iri. Yah, apapun alasannya saya tidak ingin repot-repot mengkritik pembangunan gedung baru yang menelan biaya yang 'wah' tersebut. Gelombang protes keras dari berbagai pihak, tetap tidak menyurutkan niat membangun gedung tersebut, karena memang, kembali lagi, 'tak terbantahkan', tinggal tunggu 'tanggal main'-nya saja, baik dengan desain dan anggaran sekarang ataupun dengan desain dan anggaran yang direvisi. Poin saya, atau lebih tepatnya harapan saya, hendaknya upaya 'mempercantik diri' secara fisik-eksternal ala penyelenggara negara ini disertai juga dengan upaya 'mempercantik diri' secara kinerja-internal mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H