Keamanan digital dapat diibaratkan sebagai dinding pelindung dari sebuah benteng. Dalam dunia nyata, benteng dilengkapi dengan tembok yang kokoh dan penjaga yang waspada untuk melindungi dari serangan musuh. Demikian juga, dalam dunia digital, kita memerlukan berbagai perlindungan digital yang kuat seperti firewall, enkripsi, dan antivirus untuk menjaga data dan informasi kita tetap aman. Penjaga benteng berpatroli dan memperbarui rencana mereka sesuai dengan ancaman-ancaman baru yang mereka hadapi, sama seperti sistem keamanan digital yang harus selalu diperbarui dan diperbaiki untuk menghadapi berbagai ancaman, dengan setiap ancaman lebih berkembang daripada sebelumnya. Tanpa dinding pelindung yang memadai, baik di dunia nyata maupun digital, kita akan tak berkuasa terhadap serangan yang dapat merusak dan mencuri apa yang kita miliki.
"It takes 20 years to build a reputation and a few minutes of a cyber-incident to ruin it."
- Stephane Nappo
Di masa digital, keamanan digital Indonesia telah menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, kejahatan siber merupakan masalah yang semakin besar. Keamanan digital tidak hanya berpengaruh pada ekonomi, tapi juga pada kestabilan negara. Dengan terus berkembangnya teknologi, masalah yang menyertainya semakin rumit. Selain itu, potensi serangan siber terhadap infrastruktur digital yang penting seperti sistem keuangan, transportasi, dan komunikasi, menjadi semakin besar dan konsekuensi dari kasus tersebut semakin merusakkan. Jadi, kualitas keamanan digital perlu tetap maju.
Jika dibandingkan dengan negara lain, kualitas keamanan Indonesia cukup baik. dibandingkan beberapa negara lain. Indonesia berada di peringkat kedua puluh empat dari 194 negara dalam indeks keamanan siber dunia. Skor Global Cybersecurity Index, atau GCI, Indonesia adalah 94.88, dengan 100 merupakan indeks sempurna.
Meskipun secara ranking, Indonesia berada dalam keadaan baik, masih terdapat beberapa kasus kejahatan siber yang mengakibatkan kerugian yang besar. Contohnya, pada bulan Maret tahun 2020, situs Tokopedia mengalami pencurian data besar-besaran yang melibatkan sekitar 15 juta pengguna. Penjahat siber mendapat data tersebut dan menjual data tersebut, yang berisi informasi pribadi dan penting seperti nama pengguna, email, password, tanggal lahir, dan alamat.
Kasus besar yang lain terjadi pada bulan Juli tahun 2021. PT Asuransi BRI Life mengalami kebocoran data kurang lebih 2 juta nasabah. Data tersebut, yang berisi informasi tentang kartu kredit, dijual di internet dengan harga sekitar Rp 101,5 juta. BRI Life mengakui adanya celah keamanan dalam sistem elektronik mereka dan segera mengambil langkah untuk menghentikan akses tanpa izin serta memperbaiki sistem keamanan. Meskipun itu, kebocoran data 2 juta nasabah tersebut tidak dapat diatasi.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa keamanan digital Indonesia masih belum cukup baik. Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk memperbaiki keamanan digital. Salah satu upaya mereka adalah pengeluaran Peraturan Presiden No. 47/2023 pada bulan Juli tahun 2023 yang merumuskan Strategi Keamanan Siber Nasional dan Manajemen Krisis Siber. Regulasi ini bertujuan untuk melindungi daerah digital negara dari ancaman serangan siber dan memastikan adanya kesiapan jika terjadi kasus kejahatan siber. Strategi ini fokus pada penggunaan teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan dan blockchain untuk meningkatkan kualitas pemantauan dan pencegahan kejahatan. Selain itu, Badan Siber dan Sandi Negara, atau BSSN, menjadi peran penting dalam mengidentifikasi dan mengatasi potensi kejahatan siber, terutama pada berbagai acara penting seperti KTT G20.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah memberi harapan bagi masa digital Indonesia. Namun, tantangan yang diberi penjahat siber tetap berat. Dalam era yang semakin terhubung, ancaman terhadap data pribadi dan keamanan nasional menjadi lebih rumit dengan berbagai koneksi yang dapat menjadi hubungan lemah. Hubungan lemah ini kemudian dapat dipergunakan penjahat siber untuk melewati keamanan digital yang telah dibuat. Oleh karena itu, langkah-langkah pemerintah dalam memperkuat keamanan digital membantu, namun bukanlah satu-satunya solusi yang diperlukan.
Keamanan digital bukan hanya masalah yang perlu ditanggungi pemerintah. Masyarakat juga harus lebih sadar dan bijak dalam menggunakan teknologi supaya mereka tidak menjadi hubungan lemah yang membuat keamanan yang dibuat menjadi sia-sia. Setiap individu perlu memahami risiko dan cara menggunakan internet secara aman. Selain itu, pendidikan sangat penting untuk membangun literasi digital masyarakat.
Literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan teknologi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Ini termasuk kemampuan dalam menggunakan perangkat elektronik, seperti komputer, smartphone, dan tablet, serta mengetahui cara memanfaatkan berbagai aplikasi dan platform, termasuk media sosial dan email, untuk membantu mereka. Selain itu, literasi digital juga termasuk pengetahuan tentang cara mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi yang ditemukan secara online dengan teliti, kritis, dan tanpa bias. Dengan literasi digital yang baik, pengguna tidak hanya lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang pesat, tapi juga mencegah kejahatan siber.
Dengan upaya negara dalam mencegah kejahatan siber dan meningkatnya literasi digital, Indonesia sedang beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang pesat. Ini menjadi penting untuk perkembangan Indonesia tidak ketinggalan. Keamanan digital tidak mungkin bisa menjadi sempurna, tapi setidaknya rakyat Indonesia dapat menggunakan internet tanpa khawatir.