Dalam perjalannya, Indonesia juga pernah beberapa kali membuat sebuah peristiwa yang menyisakan stigma bagi banyak pihak diantaranya peristiwa PKI tahun 65 dan  yang baru saja terjadi yakni anak-anak dari terdakwa Ferdi Sambo dan Putri Candrawati yang tergolong masih belia.
Mereka adalah orang-orang yang perlu dibantu untuk dapat meraih cita-cita mereka serta menjalani hidup dengan tenang. Stigmatisasi bagi masyarakat yang dianggap PKI pada Peristiwa 65 yang sudah terjadi 58 tahun yang lalu masih ada hingga saat ini. Hal tersebut menjadi bukti bahwa stigma masih tetap ada puluhan tahun setelah peristiwa perkara terjadi.
Pada akhirnya, banyak penanganan dilimpahi pada pemerintah. Pemerintah berperan penting memberikan sarana-sarana bagi mereka untuk bisa hidup seperti masyarakat lainnya. Tak hanya soal rehabilitasi atau bantuan materi lainnya, tetapi juga menggerakan masyarakat untuk mendengar suara hati mereka agar ikut serta dalam membantu para keluarga narapidana tersebut. Mereka diajak untuk memberdayakan bakat dan keahlian yang mereka miliki.
Melunturkan stigma dari pihak luar tentu tak mudah. Butuh proses dan waktu yang cukup panjang. Namun, kekuatan kepercayaan diri dari dalam diri orang-orang yang terstigma inilah yang harus terus dibangun. Terkadang penderitaanlah yang mendorong seseorang untuk membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi pribadi yang berkembang serta independen. Itulah yang menjadi jati diri bangsa kita dalam perjuangan meraih kemerdekaan yang independen.
Waspada Menjadi Korban Utama
Point terakhir yang dapat digali pula yakni kesadaran bahwa korban pertama dan utama dari setiap perkara yakni pelakunya sendiri. Dalam kenyataannya para narapidana terorisme pun  merupakan korban doktrinasi dari kelompok radikal. Para narapidana rata-rata merupakan orang yang dalam kesehariannya baik, sopan, taat dan memiliki rasa sosial yang tinggi. Tentunya orang-orang seperti itu dipilih agar tidak begitu dicurigai jika mereka bergabung dan mendapat doktrin dari kelompok radikal yang tak sebetulnya mencoreng nama baik kelompoknya sendiri.
Pada peristiwa 65, para pelaku pembunuhan orang-orang tak bersalah yang dianggap PKI pun merupakan korban dari para penguasa yang punya kepentingan. Mereka sebagian besar bergabung pada gerakan pemuda pancasila yang memiliki embel-embel memperjuangkan Pancasila dengan menumpas banyak nyawa.
Ini pula yang perlu diwaspadai oleh banyak pihak. Kekritisan dalam bersosialisasi juga perlu untuk dibangun. Jangan sampai, kedepan banyak orang yang harus menjadi korban dari pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memiliki kepentingan mereka masing-masing. Masyarakat diajak untuk selalu waspada dan berani untuk berkata tidak pada apa yang dapat merusak martabat bangsa dan segala isinya. Tak ada kompromi untuk hal-hal tersebut. Tak ada kedok-kedok yang dapat menutupi segala kebusukan tersebut. Keberanian untuk menegakan kebenaran walaupun terkadang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan perlu dibangun. Bangsa ini perlu pahlawan-pahlawan baru yang dihargai karena sungguh berkorban, bukan pahlawan yang gila nama dan kekuasaan.
Menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mencegah terpengaruhnya masyarakat Indonesia oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, peka serta menindak secara tegas perkara yang ada  dan melindungi serta membantu keluarga narapidana bahkan mantan narapidana untuk bisa mendapatkan hak diakui di masyarakat dengan baik tanpa adanya kecurigaan.
Salam VESPA - VEritatem Sequentes Perseverantia Adiuvat yang dalam bahasa Indonesia berarti Keberanian yang membantu dia yang mencari kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H