Mohon tunggu...
Christofer Theodore Kevin Hui
Christofer Theodore Kevin Hui Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Biomedis Universitas Airlangga Angkatan 2023

Saya tertarik dengan perkembangan teknologi yang berputar di sekitar dunia kesehatan. Saya juga sangat tertarik dengan isu-isu politik, kebijakan, dan agama yang berkembang di Indonesia. Di dunia olahraga, saya sangat tertarik dengan dunia bola basket.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Student Loan: Jalan Keluar atau Jerat Mahasiswa

28 Mei 2024   14:51 Diperbarui: 28 Mei 2024   15:13 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu belakangan ini, kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi isu yang hangat diperbincangkan banyak pihak.Kenaikan biaya dan bertambahnya jumlah golongan UKT ini telah menuai banyak kritikan dan memicu gelombang demonstrasi mahasiswa di beberapa kampus tentang mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri: lembaga yang seharusnya bisa menyediakan pendidikan tingkat tinggi bagi semua kalangan tanpa terkecuali. Sebagai buntut dari keresahan banyaknya mahasiswa dan calon mahasiswa baru, rencana ini akhirnya dibatalkan secara resmi oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tanggal 27 Mei 2024. 

Sebelum rencana kenaikan UKT ini dibatalkan, Kemendikbudristek sempat berencana untuk mewacanakan skema Student loan sebagai salah satu solusi dari mahalnya biaya pendidikan bagi mahasiswa PTN. Munculnya wacana ini juga dianggap sebagai alternatif yang lebih baik dari skema pinjaman online (pinjol) yang ditawarkan oleh salah satu institut negeri. Meskipun masih dalam tahap kajian oleh Kemendikbudristek dan Kemenkeu, Student Loan telah menjadi hal yang menuai pro dan kontra di mata masyarakat maupun pengamat. Dalam wawancara bersama CNN (25/05), Darmaningtyas, seorang pengamat pendidikan, mengkritisi wacana ini dengan menyebutkan bahwa Student loan memiliki tagline "Menyelesaikan masalah dengan masalah baru". Namun sebelum berasumsi lebih jauh mengenai Student loan, mari kita telisik lebih dalam mengenai apa itu Student Loan dan bagaimana penerapannya di beberapa negara.

Student loan merupakan suatu skema pinjaman yang diberikan kepada siswa untuk membantu mereka membiayai pendidikan mereka. Pinjaman ini biasanya diberikan oleh pemerintah atau lembaga keuangan swasta dan harus dibayar kembali dengan bunga dan biaya lainnya setelah siswa selesai menyelesaikan pendidikan mereka. Student loan dapat digunakan untuk membayar biaya pendidikan, termasuk biaya kuliah, biaya hidup, dan biaya lainnya yang terkait dengan pendidikan. Skema ini telah diterapkan di berbagai negara, seperti di Amerika Serikat, Meksiko, RRT, Jamaika, Kanada, Polandia dan negara-negara maju lainnya.

Di Amerika Serikat, student loan telah diresmikan sejak 1958 dan dibawahi undang-undang pendidikan pertahanan nasional. Skema ini awalnya hanya diperuntukkan untuk siswa berprestasi. Namun seiring berjalannya waktu, student loan tersedia untuk siswa dari semua kalangan tanpa batasan. Untuk memperoleh pinjaman dana ini, terdapat beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh mahasiswa, seperti menjadi warga negara Amerika yang sah, menunjukkan kebutuhan finansial selama perkuliahan, memiliki progres akademik yang baik, dan persyaratan administratif lain. Setelah mendapat pinjaman dana untuk pendidikan tingkat tinggi, penerima dana harus mengganti pinjaman dana tersebut dengan bunga 5,5% s.d. 8,05% untuk jenis federal student loan dan 4,1% s.d. 15,70% untuk jenis private student loan. Pinjaman yang bisa mencapai 21 ribu s.d. 48 ribu USD per tahunnya ditambah dengan bunga yang begitu besar membuat banyak siswa tidak mampu untuk melunasi pinjaman. Per Januari 2024, terdapat 7 juta mahasiswa yang terjebak di dalam skema yang dianggap "penyelamat" bagi mereka. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa Amerika Serikat tengah mengalami krisis student loan hingga 1,6 triliun USD atau sekitar 23 biliun rupiah karena banyaknya tunggakan mahasiswa.

Tak hanya di luar negeri, ternyata skema student loan sudah sempat diperkenalkan di Indonesia. Di awal 1982, KMI atau Kredit Mahasiswa Indonesia diperkenalkan sebagai skema kredit pendidikan bersubsidi dari pemerintah. KMI diperkenalkan kepada masyarakat sebagai solusi dari penyebab utama terhambatnya kelulusan banyak mahasiswa tahap akhir pada masa itu: biaya kuliah. Harapan pemerintah pada masa itu, mahasiswa dapat lulus tepat waktu tanpa terhambat masalah biaya. Sejatinya KMI merupakan sistem yang sangat baik pada zaman itu, sebab peminjam tidak memerukan persyaratan yang begitu banyak. Peminjam juga hanya perlu membayar pinjaman tersebut dengan bunga yang terbilang rendah, yakni 6% per tahun kepada bank untuk memeroleh ijazahnya. Namun, pada akhirnya skema KMI ditiadakan oleh pemerintah oleh karena alasan ketidakefektifan KMI dalam mengatasi permasalahan pengangguran lulusan perguruan tinggi. Selain itu, tingginya angka gagal bayar KMI karena peminjam dapat melamar pekerjaan tanpa harus memegang ijazah asli yang ditahan oleh bank sebagai jaminan. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa penyebab kegagalan penerapan KMI salah satunya disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap pinjamannya.

Sejatinya student loan adalah skema yang sangat baik dan membantu mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan tingkat lanjutnya tanpa menghawatirkan biayanya di depan. Namun, skema pinjaman pendidikan ini harus disusun dan dikaji dengan sangat matang oleh Kemendikbudristek beserta Kemenkeu RI agar skema student loan tidak menjadi jerat yang malah membuat mahasiswa terjegal oleh pinjaman yang berbunga tinggi. Pemahaman dan kesadaran masyarakat sebagai pihak yang difasilitasi juga dibutuhkan apabila wacana ini direalisasikan oleh pemerintah di kemudian hari. Tanpa adanya kepatuhan masyarakat dalam mengikuti regulasi yang telah ditetapkan pemerintah, wacana yang semulanya diperuntukkan untuk kemudahan akses pendidikan bagi semua orang malah akan menjadi bumerang bagi masyarakat dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun