Mohon tunggu...
Christofel Sanu
Christofel Sanu Mohon Tunggu... -

Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Selanjutnya

Tutup

Money

Studi Kelayakan Pembangunan LNG Receiving Terminal Untuk Pasokan Gas Pulau Jawa

17 September 2013   18:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:45 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tidak semua negara-negara berkembang beruntung seperti Indonesia yang dikaruniai sumber daya alam minyak dan gas bumi yang melimpah. Sektor migas di Indonesia telah secara nyata berperan penting dalam perjalanan pembangunan nasional, namun demikian upaya pemanfaatan gas bumi khususnya dalam rangka memenuhi kebutuhan energi domestik belum sepenuhnya terwujud.Share gas bumi terhadap pangsa energi final secara nasional pada tahun 2006 baru mencapai kurang dari 10 persen sedangkan sebagian besar masih didominasi oleh pemakaian energi final berupa BBM yang mencapai 67 persen dari total konsumsi energi.

Ketimpangan bauran energi ini mengindikasikan adanya ketergantungan akan minyak sebagai sumber energi utama.Dengan perkembangan harga minyak internasional yang cenderung meningkatdan fluktuatif serta kemampuan produksi minyak secara nasional yang semakin menurun akan dapat menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan energi di dalam negeri dan pada gilirannya akan dapat menjadi pemicu melemahnyaketahanan ekonomi serta ketahanan nasional.

Berlainan dengan minyak bumi yang penemuan cadangannya lebih rendah dibandingkan produksinya, penemuan cadangan gas bumi pada kurun waktu 1995-2005, lebih besar dibandingkan dengan produksinya, sehingga selama kurun waktu tersebut cadangan gas bumi cenderung meningkat. Akan tetapi, keberadaan sektor pemakai sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara ketersediaan sumber daya gas bumi sebagian besar tersebar di luar Pulau Jawa.Karena itu, meskipun cadangan gas nasional tersedia berlimpah, upaya meningkatkan peran gas bumi dalam memenuhi kebutuhan energi nasional tidak akan terwujud tanpa tersedianya infrastruktur yang memadai. Saat ini sebagian besar produksi gas bumi nasional digunakan sebagai komoditi ekspor dalam bentuk LNG.

Sementara itu perkembangan teknologi pemanfaatan danteknologi piranti pengguna akhir energi menunjukkan kecenderungan kearah penggunaan bahan-bakar berbentuk gas.Bentuk bahan bakar gas ini dianggap lebih efisien dan bersih sehingga lebih ramah terhadap lingkungan.Mengingatketersedian cadangan gas di Indonesia cukup besar danharganya juga lebih murah bila dibandingkan dengan minyak bumi, karena itu gas bumi layak dipergunakan sebagai bahan bakar alternatip pengganti BBM dan sebagai transisi sebelum berkembang penuhnya sumber-sumber energi terbarukan dalam bentuk gas.

Saat ini, telah tersedia berbagai pilihan model transportasi yang dapat mengirim gas dari daerah terpencil ke pasar secara efektif dan efisien dengan berbagai skala ukuran lapangan gas bumi, yakni Liquefied Natural Gas (LNG), Compressed Natural Gas (CNG), Gas To Liquieds (GTL), Gas To Chemicals (GTC), Gas To Wire (GTW) dan Pipeline.Keunggulan LNG adalah dapat mengemat volume spesifik 600 kali lebih kecil dibandingkan dengan volume spesifik gas bumi, karena itu membuat lebih ekonomis dalam transportasinya.

Pemanfaatan Gas Bumi Sebagai Substitusi Penggunaan BBM

Pada dasarnya pemanfaatan gas bumi sebagai substitusi BBM sangat memungkinkan, mengingat cadangan gas bumi Indonesia mencukupi, di sisi lain sebagian masyarakat sudah terbiasa memanfatkan gas bumi baik dalam bentuk gas pipa maupun LPG. Secara teknis dan teknologis, pendistribusian gas bumi untuk memenuhi kebutuhan sektor-sektor pengguna, yakni sektor rumah tangga, sektor industri, transportasi dan sektor komersial tidaklah sulit dilakukan. Apabila gas bumi berhasil menggantikan sebagian penggunaan BBM khususnya minyak tanah bersubsidi sebesar 50% dari konsumsi minyak tanah saat ini maka didapatkan penghematan keuangan negara lebih dari Rp. 35 Triliun.

Namun demikian, terdapat beberapa kendala dalam peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri, antara lain yaitu:

1.Letak sumber gas yang lebih dari 90 persen terdapat di luar pulau Jawa, yakni Natuna (offshore) sebesar 54 TCF (29,17 persen), Kalimantan Timur sebesar 48 TCF (25,51 persen), Sumatera Selatan dan Jambi sebesar 24 TCF (17,61 persen), Tangguh sebesar 18 TCF (12,87 persen) dan Donggi sebesar 4 TCF (1,78 persen).

2.Pengembangan infrastruktur gas memerlukan biaya investasi yang cukup besar, baik untuk pengembangan jaringan transmisi maupun distribusi gas.

3.Daya beli konsumen yang belum cukup mampu membeli gas dengan harga pasar, terutama jika dibandingkan dengan harga gas di pasar internasional.

4.Sebagian besar produsen gas lebih tertarik menjual gas ke pasar internasional dibandingkan pasar domestik, hal ini disebabkan harga energi di dalam negeri yang masih belum kompetitif.

5.Pasar energi di dalam negeri yang masih terdistorsi oleh subsidi BBM jenis solar, premium dan minyak tanah.

Beberapa kendala di atas saat ini sedang diusahakan penyelesaiannya oleh pemerintah. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa di beberapa wilayah khususnya Jawa Barat dan Jawa Timur terjadi kekurangan gas. Untuk Jawa Barat, kekurangan dalam jangka pendek dan jangka menengah diharapkan dapat dipenuhi dengan adanya tambahan pasokan dari Proyek South Sumatera-West Java (SSWJ) yang diharapkan sudah on stream pada pertengahan 2007 ini, sedangkan untuk Jawa Timur diharapkan dapat dipenuhi dari produksi Blok Cepu yang diperkirakan mulai on stream pada tahun 2011 mendatang.

Dari sisi kebijakan energi nasional, pemerintah saat ini telah berkomitmen untuk mengembangkan gas bumi sebagai bahan bakar alternatif. Di dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 2005-2025 target porsi gas bumi dalam komposisi bauran energi (energi-mix) menjadi lebih dari 30 persen dan diharapkan mampu menggeser peran minyak bumi yang saat ini mencapai hampir 54.4 persen dari total pemakaian energi primer.Dengan demikian diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis agar gas bumi benar-benar mampu menjadi andalan penyedia energi nasional di masa mendatang.

Kondisi Pasar Gas Bumi Pulau Jawa

Pulau Jawa merupakan wilayah dengan perkembangan yang pesat dan sangat potensial bagi pergerakan aktivitas nasional bahkan internasional.Pada tahun 2006, Pulau Jawa menyumbang 59,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, sektor industri menyumbang 67,4 persen dari keseluruhan nilai tambah industri nasional dan hampir 79,2 persen perusahaan-perusahaan industri manufaktur di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa.Demikian pula dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 217 juta jiwa, sekitar 60 persen berdomisili di Pulau Jawa.Seiring dengan pesatnya perkembangan pembangunan ini maka kebutuhan energi di Pulau Jawa semangkin meningkat pula.Laju peningkatan konsumsi energi ini hampir mencapai 5 persen dan lebih tinggi dari rata-rata peningkatan konsumsi energi secara nasional sebesar 4 persen.

Sampai dengan saat ini sumber utama energi pulau Jawa saat ini masih tetap bertumpu pada minyak bumi. Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir sumber energi lain seperti gas bumi juga mulai tumbuh dengan pesat hampir mencapai 6 persen per tahun. Di samping memenuhi kebutuhan konsumen baru, kenaikan tersebut juga diperoleh dari switching BBM ke gas. Pertumbuhan penggunaan gas ini juga dipicu olehkebijakan pengurangan subsidi BBM secara drastis yang diberlakukan sejak bulan Oktober 2005 yang berimplikasi terjadinya shortage gas di sentra-sentra wilayah pengguna gas terutama di sekitar kawasan industri Surabaya dan Jabotabek sebagai akibat banyaknya perusahaan industri yang beralih menggunakan gas terutama setelah dihapuskan subsidi harga BBM di sektor industri.

Keseimbangan pasokan permintaan gas bumi sebagaimana dirinci pemerintah pada tahun 2006 yang lalu menunjukkan bahwa kemampuan pasokan lapangan gas yang ada di Jawa Barat hanyalah sebesar 800 mmscfd. Hal ini tentu saja jauh dari kebutuhan riil yang diperkirakan mencapai 2,4 bcfd. Kekurangan pasokan tersebut berimbas pada menurunnya produksi industri strategis di Jawa Barat seperti Krakatau Steel, Pupuk Kujang, PLN, industri keramik dan industri lainnya. Dengan selesainya proyek SSWJ, diharapkan adanya tambahan pasokan baru sebesar 500 mmscfd ke Jawa Barat. Dalam jangka pendek dan jangka menengah tambahan pasokan ini dapat menopang kekurangan pasokan, namun demikian, tetap saja diperlukan sumber pasokan dari tempat lain dalam rangka kontinyuitas pasokan gas dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Dibanding Jawa Barat, kondisi di Jawa Timur tidak jauh berbeda. Shortage gas di wilayah ini telah berlangsung sejak 2002 yang lalu. Meskipun beberapa lapangan gas sudah mulai berproduksi, namun demikian pasokan gas yang ada tetap belum mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat. Kondisi ini diperburuk dengan menurunnya pasokan gas dari lapangan Pagerungan EMP Kangean. Dengan adanya penemuan gas di lapangan Cepu sekitar 2 TCF, kebutuhan gas di kawasan ini diharapkan terpenuhi dalam jangka pendek. Namun demikian, mengingat cadangan Cepu juga diharapkan menyangga kebutuhan gas Jawa Tengah maka tetap diperlukan pasokan gas dari wilayah lain.

Dalam rangka pemenuhan pasokan ke wilayah Pulau Jawa, pada tahun 2005 yang lalu BPH Migas telah melakukan tender ruas transmisi Kaltim-Jawa Tengah (KALIJA) dengan PT. Bakrie sebagai pemenang. Namun demikian, perusahaan yang bersangkutan masih belum memulai proses konstruksi jalur tersebut. Beberapa kendala seperti ketersediaan pasokan gas di Kaltim, naiknya biaya konstruksi dan penemuan cadangan di Cepu menjadi salah satu kendala pelaksanaan proyek tersebut.

·Pertimbangan Pengembangan LNG Receiving Terminal

Keunggulan LNG adalah dapat menghemat volume spesifik 600 kali lebih kecil dibandingkan dengan volume spesifik gas bumi karena itu membuat lebih ekonomis dalam transportasinya.

.Sebagai salah satu moda transportasi yang mampu mengangkut gas dalam jumlah besar dari dari titik sumber yang jauh, LNG/CNG carrier merupakan salah satu moda transportasi yang penting untuk dipertimbangkan dalam rangka pemasokan gas di Pulau Jawa. Guna melengkapi LNG/CNG carrier tersebut maka perlu dibangun fasilitas LNG receiving terminal di Jawa. Studi ini dimaksudkan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam bentuk suatu studi kelayakan pengembangan receiving terminal di Jawa. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kajian ini dalam rangka pembangunan receiving terminal tersebut antara lain adalah:

1.Kesesuaian dengan pengembangan jaringan pipa transmisi dan distribusi di jawa;

2.Kemudahan integrasinya dengan jaringan pipa yang ada maupun yang akan ada;

3.Kesesuaian dengan permintaan dan proyeksi permintaanya. (jumlah, lokasi/ sebaran dan jenisnya);

4.Kesesuaian kapasitastermasuk pengembangannya di kemudian hari;

5.Kesesuaian lokasi termasuk penyebarannya;

6.Perlunya disesuaikan dengan berbagai model penyimpanannya seperti menggunakan kapal terapung, tangki darat, dibawah tanah/under ground (gas diinjeksikan ke bawah tanah);

7.Kesesuaian dengan sumber pasokan (jenis, lokasi, kapasitas);

8.Kesesuaian dengan kedalaman laut;

9.Kemungkinan untuk dipergunakan sebagai buffer stok;

10.Mempertimbangkan jenis moda-nya : LNG maupun CNG;

11.Mempertimbangkan sumber pasokan : Tangguh, Matindok,Masela maupun luar negeri;

12.Kesesuaian tingkat keamanan, baik dari segi keamanan jumlah pasokan, gempa, gangguan alam maupun gangguan lainnya;

13.Tingkat keekonomian, termasuk mempertimbangkan efisiensi dan efektifitasnya, akan terkait dengan kapasitas, jenis, dan lokasi permintaan serta sumber pasokan;

14.Fleksibilitas distribusinya termasuk kemudahan dalam penyalurannya, serta kemudahan dalam penerimaannya.

Dengan menyadari pentingnya mewujudkan bauran energi (energi mix) yang optimal di masa mendatang dan ketahanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan, Pemerintah Indonesia secara sungguh-sungguh telah menetapkan program utama, yakni pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri sebagai salah satu strategi dan kebijaksanaan pengelolaan energi nasional. Disamping itu, berdasarkan kajian tentang minat konsumen terhadap gas terungkap bahwa pada dasarnya penggunaan BBM pada sektor rumah tangga, industri, komersial, transportasi dan pembangkit listrik pada prinsipnya dapat disubsitusi dengan gas bumi sepanjang infrastrukturnya memadai, aksesnya mudah, kontinyu penyediaannya terjamin dan tentunya harganya lebih kompetetif dengan harga BBM. Berbagai pertimbangan di atas merupakan pijakan utama dalam pelaksanaan kajian kelayakan pembangunan terminal receiving ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun