"Elisa!" Suara menggelegar itu punya Bu Dena. Dia berjalan cepat, wajahnya memerah karena mencoba bersabar.Â
"Ayo pulang! Sudah ditunggu sama Nak Lesus." Bu Dena menarik tangan Elisa.Â
"Bu, aku nggak mau dijodohkan dengan Lesus." Elisa mencoba melepaskan tangan Bu Dena tapi cengkeraman itu terlalu kuat.Â
"Ikut saja, Sa. Nggak baik bertengkar di jalan. Malu dilihat orang," saran Kinan.Â
"Dengarkan Kinan. Dia sudah lebih dewasa setelah punya anak. Lha kamu, makin tua kok malah jadi semakin mirip anak kecil." Bu Dena menyeret Elisa menuju rumah.Â
Elisa makin panik karena rumah bercat biru itu sudah semakin dekat. Pandu sudah menunggu di depan rumah. Kalau adiknya juga ikut menyeretnya masuk maka habislah kesempatan untuk kabur.Â
"Kok kamu di depan rumah? Nggak menemani Lesus?" tanya Bu Deni begitu mereka memasuki halaman.Â
"Mas Lesus sudah pulang, Bu. Ada kepentingan mendadak," kata Pandu.Â
Elisa mengelus-elus dada sambil menghembuskan napas lega. Kali ini dia selamat. Bu Dena melotot pada Elisa.Â
"Kalau kamu cepat pulang pasti kita bisa cepat menentukan tanggal pernikahan." Bu Dena melepaskan tangan Elisa dengan kasar lalu masuk ke dalam rumah.Â
...Â