"Gawat nih, gawat." Kinan berlari secepat mungkin menghampiri Elisa yang sedang duduk di bawah pohon talok.Â
"Gawat kenapa sih?" tanya Elisa dengan cuek karena masih asik makan talok.Â
"Itu, itu, di sana," ujar Kinan.
"Tarik napas dulu baru ngomong. Nggak jelas amat sih."Â
Kinan menarik napas beberapa kali lalu duduk di samping Elisa. Mengambil dua buah talok lalu memakannya.Â
"Ngomong dong! Malah nyolong!" Elisa menepuk bahu Kinan dengan keras.Â
Kinan menyeringai. "Itu, Sa. Aku tadi dipanggil Bu Dena. Katanya kamu disuruh pulang. Mau dijodohkan sama Lesus. Tu orangnya sudah nungguin di rumahmu."Â
"Amit-amit jabang bayi. Aku nggak mau dijodohkan sama Lesus. Dia itu perjaka tua. Bingung mau omong apaan, nggak nyambung mulu." Kepanikan tergambar jelas di wajah Elisa.Â
Kinan menutup mulut agar tawanya tidak lepas. "Memangnya kamu bukan perawan tua? Sudah tiga puluh lima tahun dan masih single saja."
"Ye, tapi aku kan masih tampak muda seperti umur belasan," bantah Elisa.Â
"Ngaku-ngaku aja. Kenapa sih nggak diterima saja. Toh umur kalian nggak beda jauh? Cuma selisih lima tahun?"Â