Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Padahal Sudah Lewat Pukul 09.00 Pagi...

24 Agustus 2024   18:50 Diperbarui: 25 Agustus 2024   13:18 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matamu seperti matahari baru terbit…
Padahal sudah lewat pukul 09.00 pagi…
Mata yang tajam namun dapat meneduhkan hati
Berkilau bak cahaya keluar dari gelembung embun pagi
Sempurna dengan kehangatan dan kelembutan yang begitu bening
Hingga mampu menembus jantungku tanpa permisi
Kemudian menelanjangi seluruh pikiranku dengan begitu teliti
Dan anehnya, kubiarkan saja semua itu terjadi
Membuatku seperti terlahir kembali
Bagai bayi mungil dengan pikiran yang jernih dan murni
Sejak pertama kutatap matamu yang seperti matahari baru terbit…
Padahal sudah lewat pukul 09.00 pagi…

Wajahku memerah seperti langit senja
Tak mampu bersembunyi dari tatapan matamu yang penuh cinta
Matahari pun terdiam dan tak mampu menggoda
Apalagi saat sore tiba dengan sangat cepat
Aku benar-benar kikuk saat menuju puncak malam
Sampai kau meraihku ke dalam pelukanmu yang hangat
Bersama-sama menikmati alunan lagu Misty yang menyempurnakan malam penuh pesona...
Dengan secangkir kopi hitam…
Yang aromanya begitu cepat menguar oleh hasrat nan membara...
Benarkah itu yang dinamakan cinta?
Cinta dengan segala keajaibannya?
Hingga mampu membutakan segalanya?

Aku benar-benar tak bisa menyembunyikan sesuatu darimu lagi sejak hari itu
Aku seperti menghilang dari permukaan bumi bila berada di dekatmu
Dan topeng-topeng berlapis kemudian datang membantuku
Mengatasi keadaanku yang lebih banyak canggung tiap kali bersamamu
Mungkinkah karena perbedaan kasta dan budaya di antara aku dan kamu?
Lalu siapakah sejatinya aku?
Lalu siapakah sesungguhnya kamu?
Hingga kita dipertemukan untuk berpadu?
Dan aku hanya bisa pasrah menyaksikan rembulan tersenyum misterius…
Melihatku yang semakin gelisah dengan hati tak menentu…

Aku yakin cerita tentang kita memang telah tertulis pada wajah rembulan
Aku dan kamu memang tak dapat dipisahkan
Namun kenapa selalu saja ada jarak di antara kita?
Meskipun jarak itu adalah rindu-rindu yang selalu datang menggoda?
Apakah aku adalah fantasiana?
Yang sudah begitu lelah bermain peran dengan banyak topeng di dunia fana?
Lalu siapakah sesungguhnya kamu yang begitu mengagumkan?
Yang selalu saja mengenaliku meskipun aku mengenakan topeng sangat tebal?
Ah, kini aku tahu jawabannya…
Sejatinya kau adalah kerinduan itu sendiri
Maka, biarkan kerinduan itu berada di dalam keabadiannya
Kemudian lebur di dalam keikhlasan yang sempurna
Karena tidak ada cinta tanpa kerinduan

Kini malam telah mencapai puncaknya
Tirainya benar-benar telah terbuka selebar-lebarnya untuk kita
Agar kita dapat saling mengenal dengan lebih dekat
Saat mata kita saling menatap…
Saat napas kita tertukar dengan sempurna…
Dan saat semua rasa menjadi nyata dalam sekejap oleh sentuhan demi sentuhan…
Di antara desah rindu yang mengobarkan api asmara....
Untuk meyakinkan dan meneguhkan hati…
Bahwa kita adalah pasangan tak terpisahkan
Di mana ada kamu, di situ ada aku yang mendampingimu dengan setia
Jika manusia adalah rupa dan citra dari Tuhan
Mungkinkah Tuhan juga merindukan semua makhluk ciptaanNYA?
Seperti kerinduan abadi yang ada di antara kita?

Dan hari ini malam tiba dengan sangat cepat...
Cahaya rembulan pun bergegas menyelimuti malam indah kita
Dengan berjabat tangan kita mulai menuntaskan kerinduan demi kerinduan...
Saling menatap dan menerima satu sama lainnya...
Mungkin, itu adalah satu-satunya jalan untuk kita pulang...
Setelah aku dan kamu bersatu menjadi kita...
Membangun sebuah rumah dan menjadikannya surga bersama
Bukan berupa bangunan mewah bertingkat-tingkat yang bisa runtuh kapan saja
Tetapi sebuah keluarga yang di dalamnya ada kita dan anak-anak kita
Yang senantiasa bergandengan tangan merajut persahabatan abadi...
Dengan mata yang selalu berbinar-binar seperti matahari baru terbit…
Padahal sudah lewat pukul 09.00 pagi…

Bandungan, 24 Agustus 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun