Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Yang Ada Hanya Tuhan

24 Januari 2024   23:23 Diperbarui: 24 Januari 2024   23:23 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acrylic on Canvas by Mumu 

Awan tebal menggantungkan sebuah rahsa
Yang lama tersimpan saat mengandung hujan rindu
Sebelum jatuh bertubi-tubi dengan gairah membara
Pada sepasang insan yang sedang dilanda asmara
Dan mereka itu adalah kau dan aku yang menyatu menjadi kita
Dalam asmara suci berpengharapan indah
Bak bunga-bunga yang bermekaran sepanjang malam

Waktu itu cahaya bulan begitu megah dengan warna emasnya
Melambangkan keagungan saat Tuhan menumpahkan benih kasih dan sayangNYA
Hingga waktu melambat oleh tarikan yang begitu kuat
Percayakah bila untuk sesaat jantungku berhenti berdetak?
Tatkala ruh Ilahi mengisi ruang kosong pada rahim seorang ibu dan itu aku?
Tentu saja setelah asmara dan hujan rindu berpadu dalam satu tarikan napas
Dengan sebuah kata kunci "Yang Ada Hanya Tuhan"

Yang ada hanya Tuhan....
Tak ada lagi kata yang bermakna selain itu
Apalagi ketika makna tak lagi memiliki arti
Sebelum ketiadaan menjadi ada
Bersama embun yang mulai menyapa untuk mengakhiri malam
Menyambut ratu dari Proxima b yang akan terlahir kembali
Dan memilih planet bumi untuk menjadi istananya

Semua warna kemudian tertata dengan harmoni berlatar kegelapan
Hitam dan putih melebur perlahan di dalam kandungan ibu
Tatkala saksi yang benar dan setia telah hadir menjadi ratu di bumi
Terwujud sempurna dalam pendaran cahaya ilahi
Membawa kebenaran di atas kebenaran
Dan membuka rahasia di atas rahasia tentang kita
Bahwa jarak antara kau dan aku memang hanya sebatas kerinduan
Yang akan kembali tiada ketika kita bersatu

Awan tebal pun kembali menggantungkan sebuah rahsa
Yang lama tersimpan saat mengandung hujan rindu
Sebelum jatuh bertubi-tubi dengan gairah membara
Pada sepasang insan yang sedang dilanda asmara
Mereka itu adalah kita...
Yang setelah menyatu, menjadi hampa rahsa
Hingga semua rahsa yang ada, kembali pada ketiadaan
Dan, yang ada hanya Tuhan

Bandungan, 24 Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun