Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Apakah Rumah Hemat Energi Itu Hanya Sebatas Fatamorgana?

15 November 2023   15:40 Diperbarui: 15 November 2023   17:02 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara gemericik air dari toren terdengar merdu pagi ini. Bersumber dari pegunungan, air yang mengalir begitu melimpah, apalagi saat hujan mulai menyapa daun-daun.

Daun pandan dan beraneka bunga liar di bawah toren telah menyambut dengan riang, bersama sebuah kendi kecil yang siap menampung tumpahan airnya. Di sana berbagai jenis burung silih berganti meminumnya. Tak hanya burung-burung, kucing dan tikus pun sesekali juga minum di sana.

Suara burung-burung semakin riuh saat matahari mulai merangkak naik, menerangi percakapan di antara mereka, hingga melodi indah tercipta dari suara mereka yang bersahut-sahutan.

Di sudut lain pada halaman rumah yang sama, bunga-bunga berwarna merah segar tampak tersenyum ketika beberapa ekor burung kolibri mulai mengisap nektarnya. Begitulah kehidupan rumah tua sederhana di pinggir hutan yang tampak indah, menyatu dengan lanskap pegunungan.

Rumah Budaya Sekar Ayu

Rumah itu terbuat dari kayu jati yang menyatu dengan sebuah pendopo di depannya. Di pendopo tersebut berbagai aktivitas seni dan budaya berjalan dengan berkesinambungan seperti menari, melukis, konser musik kecil-kecilan, pembacaan puisi, pertunjukan teater dan diskusi seni budaya secara berkala. Dengan nama Rumah Budaya Sekar Ayu, semua aktivitas ditujukan hanya kepada Sang Pencipta dengan dasar ikhlas tanpa pamrih.

Foto: Anak Saya
Foto: Anak Saya
Benarkah rumah pribadi yang merangkap sebagai rumah budaya itu termasuk rumah hemat energi? 

Entahlah, namun tetangga terdekatnya bahkan sempat tidak percaya bahwa rumah tersebut tidak memiliki kulkas saat memberikan banyak sayuran segar dari hasil kebun agar sebagian dapat disimpan di kulkas.

Karena tidak memiliki kulkas atau lemari pendingin, maka kebiasaan memanaskan kembali sisa makanan seusai makan malam pun dibangun di rumah tersebut, dan esoknya bisa dipanaskan kembali sebelum disantap, kecuali masakan dari jenis sayuran seperti sup, sayur asam, sayur bening, dan capcai yang memang dibuat (dimasak) untuk disantap langsung habis.

Percaya atau tidak, di rumah itu selama bertahun-tahun untuk menanak nasi pun tidak menggunakan rice cooker, yang pada masa sekarang mungkin dianggap ketinggalan zaman dan baru tahun kemarin akhirnya kembali menggunakan rice cooker. Apakah merepotkan? Tentu saja ini tergantung pandangan masing-masing individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun