Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ternyata Aku Hanya Mengaku-aku

6 Oktober 2023   14:14 Diperbarui: 7 Oktober 2023   05:40 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration by Anak Papa

Ragaku masih terlelap ketika aku menyusuri jalanan sunyi pada suatu malam
Tanpa kuminta begitu saja aku terpisah dengannya
Napasku pun tampak berembus teratur dan kulihat ragaku tidur dengan tenang
Begitu nyenyak di samping putra-putri tercinta
Ya, berarti masih ada kehidupan meski mata sang raga terpejam
Lalu, siapakah aku?

Akhirnya kunikmati indahnya cahaya rembulan yang sebagian terhalang oleh awan
Melupakan sejenak tentang siapa aku yang telah pergi meninggalkan sang raga
Berjalan seorang diri sambil berdoa menyusuri sunyinya jalan setapak
Seperti mengikuti jurit malam dalam kegiatan pramuka semasa muda
Ah, tetapi kali ini aku tidak berjalan...
Lebih tepatnya melayang bebas bagai halimun

Awalnya aku terbang ke sana ke mari tanpa dapat kukendalikan
Hingga perlahan-lahan pikiranku dapat mengarahkan tujuanku ke mana
Membuatku dapat terbang seperti yang kumau tanpa hambatan
Jika ini yang namanya kebahagiaan sejati, bolehkah kubungkus dan kubawa pulang?
Untuk kubagikan pada bintang yang berkedip-kedip penuh gairah
Dan juga pada rembulan yang sebagian cahayanya tertutup awan kelabu

Segera kuputuskan untuk pulang sesaat setelah aku bisa mengendalikan arah
Dan pintu rumahku tampak tertutup rapat ketika aku sampai di halaman
Meskipun tak terkunci, aku lebih memilih lewat pintu belakang
Kulihat putra-putriku masih dibuai mimpi-mimpi indah
Mereka memeluk mesra ragaku yang juga masih terlelap
Membuatku terharu dan penuh rasa syukur malam itu

Kuarahkan pikiranku sesegera mungkin menuju kepada sang raga
Sayang sekali aku dan ragaku tak dapat menyatu seperti yang kupikirkan
Kucoba sekali lagi dan sekali lagi hingga aku hampir menyerah
Akhirnya aku pun duduk bersimpuh, pasrah...
Menatap sendu pada ragaku yang masih tidur dalam ketenangan
Hingga sebuah kesadaran menampar pikiranku

Ternyata aku hanya mengaku-aku
Jiwaku dan ragaku
Akalku dan juga pikiranku
Seolah semuanya dapat kukendalikan semauku
Tetapi aku, ternyata memang hanya mengaku-aku
Melupakan pemilik sejatiku

Andai kesadaran berada di awal
Tentu tidak sesunyi ini malam yang seharusnya indah bagai cahaya rembulan meski dengan separuh bayang
Andai kesadaran berada di awal
Kesenyapan tentu tak akan semakin mencekam
Entah sudah berapa lama aku bersimpuh dalam diam
Menanti keajaiban untuk bisa kembali menyatu dengan ragaku

Dalam kepasrahan malam itu akhirnya kupanjatkan doa
Tanpa menyisakan satu pertanyaan tentang siapakah aku yang telah meninggalkan raga
Rela sudah aku jika tak lagi dapat nyawiji dengannya
Bahkan andai kematian datang menyergap
Karena sebagian jiwa terlalu lama terpisah dengan sang raga
Lalu, ada berapakah jiwa-jiwa dalam tubuh manusia itu?

Begitu jauh pikiranku akhirnya mengembara
Sampai harus kuhentikan dalam seketika
Namun kelelahan tak lagi terelakkan, hingga aku jatuh tertidur dengan mudahnya
Dan ketika aku terbangun, ternyata aku telah menyatu dengan sang raga
Putra-putriku pun turut terbangun, kemudian memelukku semakin erat
Seolah ibunya baru datang dari perjalanan yang teramat jauh
 
Bandungan, 6 Oktober 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun