Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kesetiaan Cinta yang Berakhir pada Awal Pertemuan

5 Juli 2023   20:42 Diperbarui: 7 Juli 2023   08:33 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Jika sang bidadari turun ke bumi mencari kesejatian cinta...
Bagaimanakah dengan gadis pengelana itu?
Ia sang gadis pengelana itu hanya mengikuti suara hati dan langkah-langkah kakinya
Tak ada tujuan hidup selain menikmati apa yang ada di depannya
Mengikuti irama angin yang terkadang sepoi-sepoi dan terkadang begitu kencang memorak-porandakan hatinya
Hingga sang bidadari menitis padanya pada hari Anggara Kasih
Yang baru ia sadari ketika telah sampai pada gubuk kecil di sudut dari sebuah desa tempat kediaman manusia sejati berada

Memang tak ada yang sanggup menyamai Mpu Winada...
Sang pujangga termasyhur dalam bertapa brata
Namun gadis pengelana itu telah meneladani tiga tingkatan cinta kasih yang diamalkan Mpu Winada
Yakni cinta kasih kepada yang menyayangi, mencintai meski diabaikan pada akhirnya, serta cinta kasih kepada yang tercela atau menyebalkan dalam tingkah laku...
Sebelum kemudian akhirnya menyepi dan bersemadi di danau bidadari
Menuntaskan hatinya yang didera pilu sekaligus terkesan...
Akan keajaiban alam yang membuatnya masih hidup meski sebatang kara

Perempuan dan rembulan memang perpaduan keindahan yang syahdu
Malam itu perjalanan menuju kediaman manusia sejati berakhir sudah
Perlahan-lahan sang bidadari mengetuk pintu kayu dengan ukiran bunga yang ada di hadapannya itu
Di bawah remang-remang cahaya rembulan yang menyamarkan lintasan jalan waktu menuju ke alam keabadian
Tetapi pintu itu tak juga terbuka sampai sang rembulan melewati puncak malam dengan wajah sendu
Hingga jiwa sang bidadari tiba-tiba bergetar merasakan kesetiaan cintanya berakhir seperti pada awal pertemuan
Saat ia mencium aroma wangi bunga kacapiring yang menguar dengan sempurna di halaman rumah itu

Waktu memang telah lama meninggalkan kenangan demi kenangan
Namun wangi bunga kacapiring tetap menguarkan aroma kesetiaan
Dan sang bidadari pun kemudian menyadari bahwa rumah di hadapannya itu adalah rumahnya yang dahulu
Yang ia tinggalkan begitu saja tanpa pesan menuju Nirwana dan menjadi bidadari yang paling bercahaya
Air mata sang gadis pengelana itu pun kemudian menetes secara perlahan
Bagaimana mungkin ia tak mengenali ibunya sendiri?
Yang telah menitis padanya pada hari kelahirannya?

Jika sang bidadari turun ke bumi mencari kesejatian cinta...
Bagaimanakah dengan gadis pengelana itu?
Ia sang gadis pengelana itu hanya mengikuti suara hati dan langkah-langkah kakinya
Tak ada tujuan hidup selain menikmati apa yang ada di depannya
Sebelum  kemudian akhirnya menyepi dan bersemadi di danau bidadari
Sampai sang bidadari turun dari langit
Menitis padanya pada hari Anggara Kasih

Bandungan, 5 Juli 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun