Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Simon dari Kirene pun Tidak Datang Membantunya

9 April 2023   17:27 Diperbarui: 22 Mei 2023   09:00 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senja telah membungkus kenangan demi kenangan. Gadis yang belum genap berusia 19 tahun itu pun kembali masuk ke dalam dunia fantasinya. Paskah demi Paskah memang telah berlalu, namun pada Paskah kali ini ia berniat untuk membuatnya menjadi istimewa. Bukan di sebuah gereja tua yang telah mendewasakan imannya, dengan kehangatan tangan-tangan malaikat yang menyalaminya ketika ia mengikuti perayaan ekaristi. Sebuah gereja tua di lereng gunung Kawi yang berselimut kabut rindu di kala senja.

Kini ia telah tinggal di kota dan berjalan menyusuri jalanan sepi. Becak pun kemudian membawanya menuju ke sebuah gereja di Tanjung Perak, Surabaya. Sebuah gereja tua yang memberikan sepenggal kisah tentang Paskah yang menjadi begitu istimewa dan penuh rahasia. Sangat rahasia, karena yang tahu hanya ia dan Gustinya.

Di bawah naungan senja yang hangat, ia bagai berjalan memanggul salibnya di hari itu. Raganya telah lunglai tanpa daya, setelah hampir empat puluh hari ia berpuasa dengan hanya makan sekali kenyang. Tetapi sepertinya bukan itu alasan ia menjadi tidak berdaya.

Puasa tentu bukanlah hal yang sulit baginya. Ia telah belajar berpuasa weton dari neneknya, yang ia panggil Simbok, dan juga dari ibunya. Sebagai orang Jawa, ia memang melakukan puasa weton sejak kecil. Dan karena orang Jawa mendasari segala aktivitas spiritualnya dengan keikhlasan, maka pada saat belajar puasa weton, terkadang ia pun meminum seteguk atau dua teguk air putih ketika tubuhnya telah membutuhkannya. Ya, kata Simboknya kalau tidak kuat jangan dipaksakan, tetapi tetaplah teguh melaksanakannya dengan ikhlas. Bisa minum dan melanjutkan kembali berpuasa.

Puasa selama 24 jam tanpa makan dan minum memang telah menjadi hal yang biasa baginya dan itu sangat menguntungkan baginya ketika ia harus indekos saat duduk di bangku SMP, tinggal terpisah dari orangtuanya. Dan ketika tidak ada makanan, ia pun memilih untuk berpuasa. Ya, sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa. Puasa pun akhirnya bukan lagi menjadi sebuah hal yang menyiksa, tetapi malah menjadi hobi yang lumrah baginya dengan tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Ya, seperti puasa weton yang hanya makan di kala senja.

Ia memang ingin sekali mengakhiri Paskahnya kali ini dengan istimewa. Ia pun berpuasa 40 hari menjelang Paskah dan tiga hari terakhir ia akan mencoba untuk tidak makan dan minum. Seperti puasa pati geni nya orang Jawa. Seperti puasa weton yang sering dilakukannya.

Sosok Yesus memang telah menjadi teladan hidupnya. Yesus yang memiliki mental kuat dan bertanggung jawab. Penuh kasih tanpa batas dan senantiasa berserah kepada Bapanya di Surga. Maka, dalam puasa prapaskahnya kali ini, secara tidak sengaja ia telah menumbuhkan harapan untuk turut serta merasakan apa yang dialami Yesus pada waktu itu.

Ia pun memasuki gereja St. Mikael di Tanjung Perak yang telah menunggunya senja itu. Tak seorang pun dikenali dan mengenalinya meskipun sejak Rabu Abu ia telah rajin ke gereja tersebut. Ia bagai musafir yang terdampar di padang gersang, memanggul salib di tengah hiruk pikuk umat gereja yang datang mengikuti ibadat Jumat Agung. Penuh rahasia dan tak ada seorang pun yang tahu ketika ia benar-benar hampir pingsan pada momen Yesus terjatuh saat prosesi jalan salib.

Lututnya tak lagi dapat menyangga tubuhnya ketika Yesus jatuh untuk yang pertama. Ia pun berlutut. Badannya terasa lemas, diikuti pandangan mata yang mulai kabur. Namun keajaiban pun datang dan seolah ada energi baru yang menopang, akhirnya ia bangkit dengan kesadaran penuh. Ia pun kembali berdiri dan melanjutkan prosesi jalan salib. Demikian pula ketika Yesus jatuh untuk kedua kalinya, hal yang sama terjadi kembali. Tetapi tatkala jatuh untuk ketiga kalinya, ia pun tak lagi sanggup untuk bangkit.

Mungkin beberapa umat di sebelah kanan dan kirinya melihatnya terlalu khusyuk hingga masih tetap berlutut ketika prosesi jalan salib telah usai pada momen itu. Benar-benar tak ada yang menolong. Bahkan Simon dari Kirene pun tidak hadir untuknya, membantunya memanggul salib. Pandangan matanya telah berkali-kali kabur. Mungkin ia pingsan untuk sesaat, namun pada momen itu ia malah merasakan sesuatu indah di dalam hidupnya. Sesuatu yang magis telah terjadi padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun