Saya bukan perokok.
Akhir tahun lalu saya divonis dokter terkena bronkitis akut.
Awalnya saya batuk dan sudah berobat dengan resep dokter klinik di kantor saya. Batuk saya tidak juga berhenti. 2 hari terakhir saya batuk dengan darah di malam hari hingga jelang pagi. Memang dari beberapa bulan terakhir saya sering berkeringat bila bangun tidur. Bahkan bila diingat-ingat saya sering batuk di pagi hari, yang menurut sebagian orang hal ini wajar. Ibarat tubuh membuang racun saat tidur lewat batuk di pagi hari. Sempat saya kira ini hanya luka di tenggorokan. Tapi setelah menjalani sejumlah pemeriksaan terbukti saluran pernapasan menuju paru-paru saya terinfeksi. Selain virus, dari pemeriksaan laboratorium zat adiktif dalam asap rokoklah penyebab utamanya.
Dokter menyederhanakan dengan analogi demikian; anggap saja tangan saya terluka karena digaruk. Kemudian terluka dan berdarah. Virus yang dibawa asap tembakau lalu masuk dan menyebabkan infeksi. Hal inilah yang terjadi pada rongga pernapasan saya.
Dari internet saya mencari tau tentang bronkitis akut. Saya dapatkan kesimpulan bahwa bronkitis akut terkait adanya peradangan pada bronkus akibat infeksi saluran napas. Gejalanya bermacam-macam, bisa dengan batuk berdahak ataupun tidak berdahak diikuti demam, sesak napas, juga rasa sakit di dada. Rentang waktu batuk biasanya hanya 3 minggu dan dapat sembuh dengan sendirinya namun tidak menutup kemungkinan infeksi ini di kemudian hari tidak akan membawa dampak buruk pada paru-paru. Ada jenis yang menjadi pembeda penyebab bronkitis akut yaitu infeksi virus: adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dll. Selain itu infeksi bakteri: bordatella pertussis, bordatella parapertussis, haemophilus influenze, streptococcus pneumonia, atau bakteri atipik (mycoplasma pneumonia,chlamydia pneumonia, legionella); selain itu juga penyebabnya bisa juga karena jamur; sedangkan untuk nonifeksi penyebabnya polusi udara, rokok, dll.
Dari tuturan dokter, bronkitis bisa menjadi penyakit tahunan yang akan kambuh dan bisa dengan ganas menyerang paru-paru bila ada pemicunya. Dalam pernyataannyasaya simpulkan pesan dokter bahwa paru-paru saya tidak sekuat paru-paru “mereka yang lain”.Mengapa saya sebut mereka yang lain, istilah ini saya gunakan bagi perokok aktif yang intensitas terkena paparan asap tembakau setiap harinya lebih tinggi namun tetap sehat-sehat saja.
Saya adalah orang yang sangat menjaga pola makan. Saya menjadikan junkfood pilihan terakhir dari segala jenis makanan jika hanya ini satu-satunya pilihan selain kelaparan. Saya juga menyukai segala hal yang teratur dan bersih, contoh yang paling sederhana yaitu saya rajin mencuci tangan dengan sabun antiseptik. Lagi-lagi semua dilakukan untuk menjauhkan diri dari segala bakteri atau virus penyebab penyakit.
Saya saat ini bekerja di sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta. Saya adalah pekerja lapangan yang sering bepergian ke luar kota. Komunitas saya didominasi oleh para perokok aktif. Kantor menyediakan kawasan merokok, hal ini membantu minimnya polusi asap rokok. Walau tidak banyak. Mengingat saya hidup dikawasan perokok pasif sedari kecil, di rumah orang tua saya di Jogja-Bapak saya adalah perokok aktif. Beliau tergolong perokok berat yang sudah kepalang tanggung kecanduannya. Di setiap sudut rumahpun ketika Ia merokok, ia bisa membawa puntung rokok yang masih menyala kemanapun ia ingin berada. Saya tidak munafik, waktu kuliah saya pernah coba-coba merokok dengan intensitas sangat jarang demi keren-kerenan. Namun tidak bertahan dan bersih sama sekalo sejak tahun 2009.
Saya tidak akan menyalahkan siapa atau apa, saya hanya akan berbagi cerita yang mungkin sedikit banyak berguna. Supaya segala hal negatif dari asap rokok berhenti di saya.
Percuma jika tulisan saya buat tentang bahaya laten merokok. Larangan yang kita hapal pasti-yang ada dibelakang bungkus rokok itu toh selalu berakhir bersama sampah, sama halnya dengan tulisan besar-besar di belakang iklan yang dibungkus cantik di layar kaca juga lagi-lagi terabaikan. Saya hanya akan menulis suara hati saja, perihal diabaikan itu urusan belakangan.
Sebelum terlanjur, percayalah. Jika kalian menyayangi orang-orang yang ada disekitar kalian berhentilah menghadapkan asap tembakau dari puntung rokok ke hidung kami, para perokok pasif yang mengharapkan oksigen bebas polutan tak terkecuali dari asap rokok kalian-yang memang jahanam. Saya tidak meminta kalian berhenti merokok. Karena mengatasnamakan perokok pasif pastilah egois dimata kalian. Maka permintaan paling sederhana: pekalah! tidak semua orang mempunyai sistem imun melawan polutan sebesar kalian.
Katakan pada zat-zat dari asap yang tanpa sengaja kami hirup, yang sudah lebih dulu menempel di sandang yang kalian kenakan. Bahwa saya sebenarnya tidak membenci para perokok aktif. Terkadang satu dua kibasan tanda risih dengan asap jika diabaikan, ingin saya rasanya merebut puntung rokok dari mulut dan mematikan bara apinya dimulut kalian. Tenang, saya tidak akan melakukan gerakan sebegitu ekstrim. Tidak akan.
Semoga dijadikan pelajaran, bahwa saya adalah satu dari perokok pasif yang kena sial. Hargai kami para perokok pasif yang ada di sekitar kalian. Apakah bentuk penghargaan sebesar ini terlalu mahal? Pernahkan Anda bandingkan harga 1 batang rokok yang tidak lebih dari seribuan dengan mahalnya serangkaian tindakan dokter dan serangkaian kemotherapi pengobatan akibat akumulasi sebab asap rokok kalian?
Tidak muluk, mulailah dari diri anda. Sekarang. Jangan tunggu nanti setelah Anda atau orang sekitar anda jatuh sakit. Semoga perokok aktif dan perokok pasif sama-sama diberi kesehatan dan umur yang panjang.
Semesta mendoakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H