Ketika Ibu Kota Negara pindah ke Nusantara, impian Kalimantan akan kembali hijau akan segera terwujud. Apalagi dengan digaungkannya investasi hijau di Indonesia.
Melintas di jalan raya yang membelah Hutan Nasional Hoosier di French Lick, negara bagian Indiana Selatan, Amerika Serikat, Juni 2022 lalu, sungguh membuat mata dan hati ini sejuk. Pohon-pohon besar tumbuh rindang di sepanjang jalan. Beberapa ekor Rusa tampak riang berlompatan di antara pepohonan. Tiba di tepi sebuah jalan besar, ada mata air yang mengalir dari balik bebatuan besar.
Jeffrey Lyons, 69, seorang pensiunan USAF (United State Air Force) mengatakan kawasan hutan dan mata air dikelola dan ditata rapi oleh pemerintah. Namun terbuka untuk umum, asal tidak merusak dan mengotorinya tentu.
Pemandangan hijau nan asri juga ditemui ketika berkunjung ke rumah seorang teman di Jackson, negara bagian Michigan. Pasangan Carolyne,74 dan Bill Weber, 76, tinggal di se-buah kompleks perumahan cukup megah di pinggir kota Jackson, lingkungan yang ditumbuhi banyak pepohonan tinggi, layaknya hutan. Pensiunan di Amerika, contohnya Bill dan Jeff memilih tinggal di pinggir kota yang dekat dengan alam. Sementara kaum muda memilih hidup di perkotaan, seperti Nicole dan Diane Mikutis, pelaku bisnis jual dan sewa apartemen di kawasan Chicago, Illinois.
Mereka Pilih Hidup Berdesakan
Sejenak, aku membandingkannya dengan Indonesia. Sebagian orang justru protes dan tidak setuju ibu kota negara pindah ke Kalimantan Timur. Ada yang menyebutnya sebagai tempat jin buang anak, karena berada nun jauh di sana. Mereka memilih betah hidup di pulau Jawa, meski harus berdesak-desakan karena sudah demikian padat penduduknya.
Teringat pula saat mengobrol dengan dosen di Universitas Respati Indonesia, DR Bachtar Bakrie, yang juga seorang peneliti di BRIN (Badan Riset Nasional). Ia bertanya, apa yang akan dilakukan setelah lulus menjadi Magister Administrasi Bisnis nanti? Ketika dijawab ingin menjadi dosen di Kalimantan, ia berucap,”Salut, warga negara yang baik, mau membangun desanya”. Alumni Institut Pertanian Bogor yang mengambil gelar Master dan Doktornya di Australia ini tinggal di rumah di kawasan Peternakan di Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Jika Lebaran tiba, ia boyong istrinya ke rumah mereka di lingkungan yang padat di Rawamangun, Jakarta. Beliau mengatakan, belum ada rencana untuk pulang dan menetap di kampung halaman bersama isteri, di Sumatera Barat, jika pensiun nanti.
Investasi Hijau membuatku membandingkan hutan dan sungai di Amerika dengan di Indonesia, khususnya Kalimantan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Pandjaitan, menegaskan Indonesia akan fokus menarik investasi asing untuk sektor ekonomi hijau. Jika akan berinvestasi di Indonesia, investor asing wajib memenuhi persyaratan yakni ramah lingkungan, bersedia mendidik tenaga kerja lokal, melakukan alih teknologi, serta memberi nilai tambah dalam pengelolaan sumber daya mineral untuk Indonesia.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) juga mengatakan ekonomi hijau ini sangat menguntungkan negara. Tingkat pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) rata-rata 6 persen per tahun, di atas proyeksi bisnis biasa seperti saat ini akan dihasilkan dari jalur pembangunan rendah karbon menuju nol emisi karbon pada 2045. Program ini akan menempatkan negara sebagai tujuan utama investasi hijau, diprediksi akan menciptakan 15,3 juta lapangan kerja baru.