Di dalam ribuan serpihan kode dan piksel, Â
Alam merintih di era digital yang tak terpadu. Â
Pohon-pohon bernyanyi dalam bahasa algoritma, Â
Mencoba merasakan kembali aroma tanah yang kuno.
Dalam tautan-tautan kabel yang menjulang tinggi, Â
Kisah-kisah leluhur terperangkap dalam elektron. Â
Matahari menyembunyikan wajahnya di balik layar, Â
Mencari jejak-jejak ketika langit masih memerah.
Di tengah alur data yang tak pernah berhenti, Â
Burung-burung mencari pulang tanpa kordinat. Â
Mimpi-mimpi hanyut dalam samudra-biru bit, Â
Hingga malam datang membawa pesan yang tersembunyi.
Layar-layar cahaya memantulkan hampa, Â
Saat manusia terjerat dalam jaring-jaring kebohongan. Â
Wilderness kabel, tempat kemanusiaan terhempas, Â
Mencari makna di antara titik dan garis-garis tak berujung.
Tetapi di balik segala kekosongan dan kebisingan, Â
Ada suara-suara lembut alam yang tetap bernyanyi. Â
Mereka mengingatkan bahwa meski dalam dunia digital, Â
Kita tetap berbagi ruang dengan pohon-pohon tua yang setia.
Di antara kabel-kabel yang tak berujung, Â
Nyanyian alam masih terdengar, meski lemah. Â
Mungkin, kita masih bisa memahami bahasa mereka, Â
Jika kita bersedia membuka mata hati dan terdiam sejenak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H