Di ufuk senja yang merah berdansa,
Bayangan gemulai menari di pelupuk mata sore,
Gelap merangkak, mencumbui raganya,
Dalam keheningan, dirinya mengeja rasa.
Seruling angin berbisik pelan,
Memetik senandung sepi dalam lamunan,
Sinar jingga membelai langit nan lembut,
Mengundang haru dalam jiwa yang resah.
Rimba berbisik, mengisahkan kisah,
Di antara dedaunan dan rerumputan,
Kicauan burung merdu mengiringi langkah,
Menari di kesunyian, sepi merangkai cerita.
Dalam senyum yang luntur, tanya dan tanya,
Arti hidup terkuak dalam renungan,
Rona pilu terukir di wajah yang berseri,
Menari di pelupuk mata sore, penuh dengan makna.
Saat sang surya terbenam perlahan,
Menyisakan cahaya keemasan,
Takdir yang berkilauan di ufuk timur,
Menanti kisah baru, menyambut pagi nan cerah.
Hingga gelap merayap, mengusik tidur,
Puisi senja terukir dalam jiwa,
Menari di pelupuk mata sore yang tenang,
Meninggalkan jejak pesona yang abadi.
Lewat waktu berlalu, berjalan pelan,
Kenangan senja tetap abadi dalam hati,
Tetaplah menari, wahai sang senja,
Di pelupuk mata sore yang selalu terpatri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H