Di ruang sunyi, di relung waktu yang renta,
Ketukan tua menari dalam harmoni tak terucapkan.
Ia melangkah dalam gemulai senja,
Mengajakku meniti jejak masa yang tak bertepi.
Kecil kala ia lahir, tak berdaya di tangan manusia,
Namun lambat laun, ia pun bertambah bijaksana.
Detik demi detik, dia mengajar tari tersendiri,
Mengajarkan makna hidup dalam setiap tetesnya.
Gemanya seperti dentingan hati yang sepi,
Menari dengan anggunnya di malam kelam.
Melintasi perjalanan yang tak terbilang,
Menyulam kisah cinta, duka, dan impian.
Ketukan tua menari dalam dekap waktu,
Seakan merangkai kenangan yang tersimpan rapat.
Seperti guliran catatan di buku tua,
Mengalun indah dalam alunan yang lirih.
Setiap jarumnya mengajakku merenung,
Tentang bagaimana waktu begitu bernyawa.
Saat riuh dunia berlalu begitu cepat,
Ketukan ini menenangkan jiwa yang resah.
Dan ketika waktuku tiba untuk berpulang,
Ketukan ini akan menghantar langkahku yang terakhir.
Menari dalam damai, membawaku ke perjumpaan,
Di antara bintang-bintang yang abadi di langit biru.
Ketukan tua menari, takkan pernah pudar,
Menyapa dengan lembut, di setiap ketiadaan.
Ia terus hadir, mengikuti langkah-langkahku,
Mengajariku arti hidup yang tak ternilai.
O, ketukan tua, terimalah rasa syukurku,
Atas setiap nafas yang Kau titipkan padaku.
Biarkanlah aku menari bersamamu,
Mengarungi samudra waktu hingga akhir hayatku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H