Di ufuk barat, kala mentari merunduk,
Seorang pelukis memegang kuasnya, gemulai.
Senja terurai dalam warna yang berpadu,
Harmoni tercipta di palet sang waktu yang tak kan pudar.
Dia mencetak langit dengan warna jingga merona,
Seperti api yang menyala, membara di ufuk timur.
Gemercik air laut menari di bawah sinarnya,
Menyambut senja dengan irama yang riang dan tenang.
Pelukis senja itu melukis dengan hati,
Mengabadikan keindahan dalam sapuan lembutnya.
Sepenggal cerita ia tuangkan dalam setiap goresan,
Menyimpan kenangan yang tak kan pernah terlupakan.
Tiap bayang-bayang bermain di cakrawala,
Seakan tarian takdir terukir dalam catan indah.
Perlahan senja beranjak meninggalkan dunia,
Meninggalkan kisah yang abadi dalam lukisannya.
Pelukis senja, engkau sungguh hebat,
Mampu menangkap keajaiban saat sang surya terbenam.
Karya-karyamu sungguh mengagumkan,
Sebuah warisan seni yang tak kan pernah pudar.
Engkau telah menangkap keindahan senja,
Sebagai kenangan untuk abad-abad yang akan datang.
Tetaplah melukis, wahai sang seniman,
Biarkan senja selalu berdiam dalam hatimu.
Sebab dalam setiap goresan kuasmu,
Ada cerita tentang cinta, kebahagiaan, dan pilu.
Pelukis senja, teruslah bermimpi,
Menghadirkan keindahan yang selalu tercipta kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H