Mohon tunggu...
Christi Mahatma Wardhani
Christi Mahatma Wardhani Mohon Tunggu... -

2011| UAJY | FISIP| KOM| JURNAL

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jalan-jalan Ekstra Wawasan

8 Mei 2014   05:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:44 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah mau sebanyak apa julukan bagi daerah istimewa ini. Kota pelajar? Pendidikan di kota ini memang bagus, nyatanya banyak orang jauh ke sini untuk menuntut ilmu. Kota seni dan budaya? Kalian akan bungkam melihat ornamen indah di kota ini. Kota pariwisata? Sudahlah, terlalu sayang untuk dilewatkan tanpa menjelajahi belahan kota ini. Banyak yang manis di kota ini, gudeg misalnya. Kota ini mendapat julukan kota gudeg. Benar. Yogyakarta, kota ini memang istimewa, kalau tidak Kla Project tidak akan mempopulerkan lagu Yogyakarta.

Jangan mengaku pernah ke Yogyakarta kalau belum menginjakkan kaki di kawasan Malioboro. Suara gemuruh laju kereta api akan menyambut kalian. Letak Malioboro berada di dekat Stasiun Tugu. Ruko berjejer rapi siap memanjakan kalian dengan penawarannya. Pedagang kaki lima tak kalah menghiasi sepanjang jalan Malioboro. Hampir semua orang bisa tumpah di sini. Bekerja, belanja, jalan-jalan, dan lain-lain.

Tidak sabar ingin mengelilingi Malioboro? Sudah siap capek? Malioboro sangat luas, tapi tenang, kuda-kuda di sana lincah dan kuat. Dengan bantuan kusir, kuda itu bisa mengantar kalian mengitari Malioboro. Delman di sini sangat khas, mirip dengan kereta kuda miliki kerajaan. Selain delman, becak jg bisa membawamu berkeliling.

Saat berkeliling, lihatlah ke kiri, carilah sebuah bangunan yang cukup tua sebelum kalian sampai di titik nol kilometer. Bangunan itu pertama kali dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengkubuweno I atas permintaan Belanda untuk menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Namun ternyata ada udang di balik batu, itu hanya strategi Belanda untuk mengontrol perkembangan Keraton. Benteng Rustenburg yang berarti benteng peristirahatan.

Benteng ini hancur ketika Yogyakarta diguncang gempa yang cukup dahsyat pada tahun 1867. Setelah perbaikan, nama benteng ini berubah menjadi Vredeburg yang artinya benteng perdamaian. Hal ini sebagai gambaran bahwa hubungan Keraton dengan Belanda tidak saling menyerang.

Ya, bangunan di sudut kota ini harus dikunjungi. Jangan lihat dari bangunannya, lihat dulu seberapa menarik tempat ini. Lucunya biaya parkir dan harga tiket masuk sama, Rp2.000,-. Kalian akan mendapat tiket yang dilengkapi dengan denah kecil.

Beri hormat pada Jendral Soedirman dan Jendral Oerip Soemohardjo. Dua jendral besar ini sudah menghadang kalian. Fokuslah pada tulisan ‘Diorama 1’. Namun hati-hati, kalian akan dihantam meriam yang sudah mengapit kalian. Bukan, itu tidak sungguhan.

Selamat datang di diorama satu. Temuan arkeologis di kompleks benteng hanya menu pembuka. Temuan itu disusun rapi di balik kaca, seperti gelas, piring, peluru, dan lain-lain. Jangan meremehkan bangunan yang nampak kuno ini. Hawa dingin AC akan menusuk tulang kalian saat memasuki ruang diorama satu. Semoga tidak menjerit karena salam dari prajurit Pangeran Diponegoro yang berada di balik pintu sebelah kiri. Dalam ruangan ini, kalian akan melihat patung-patung kecil yang disusun cantik sehingga menghasilkan visualisasi secara nyata. Tentu saja benda kecil itu berada di balik kaca, mengisahkan peristiwa-peristiwa penting Indonesia yang terjadi di Yogyakarta.

Sejenak mengenang masa dimana Budi Utomo berdiri dan sejumlah organisasi lain pada masa penjajahan Belanda dulu. Entah seperti apa hebatnya mereka, sampai bisa membuat organisasi. Kalian bisa mendapat informasi secara singkat dengan membaca kisah yang ada di depan diorama. Namun jika ingin tahu lebih rinci, kalian bisa menggunakan media layar sentuh yang ada di dekat diorama. Dalam media itu memuat informasi mengenai dua diorama.

Setelah mengenal beberapa organisasi yang ada di Yogyakarta, kalian harus melanjutkan ke ‘Diorama 2’. Sebuah dinding tembaga berukir Ir. Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia menyambut kalian. Mesin cetak Heidelberg buatan Jerman tahun 1950 menjadi saksi bisu perjalanan koran Sedya Tama yang kini menjadi Kedaulatan Rakyat. Dalam ruangan ini, lebih banyak mengisahkan peran masyarakat dalam merebut kemerdekaan. Bahkan seniman pun ikut berperan dalam memperjuangkan kemandirian negara ini dengan membuat poster, plakat, bahkan mendesain uang kertas. Betapa kemerdekaan sangat dirindukan hingga bisa mempersatukan semua elemen masyarakat untuk memperjuangkannya.

Sebelum memasuki ruang ‘Diorama 3’, kalian akan dimanjakan oleh game Maju Tak Gentar. Permainan ini sangat sederhana, kalian hanya mengarahkan meriam dengan menekan gambar kursor kemudian menembakkan pada penjajah. Jika kalah, kalian akan mendapat motivasi yang bagus dari ungkapan tokoh jaman dulu.

Pintu otomatis terbuka, lagu Bangun Pemudi Pemuda menerobos gendang telinga. Dinding berwarna hitam, semburat lampu warna kuning seolah enggan menyapa, kedip lampu merah sedikit menggoda. Ruangan ini lebih gelap dibanding ruang sebelumnya. Dalam ruangan ini seolah ingin bercerita bagaimana para pemuda berjuang untuk merebut kemeredekaan. Ada dua game yang disediakan. Game pertama, kalian harus menjawab pertanyaan dengan menunjuk gambar. Pertanyaannya berdasarkan diorama yang ada. Game kedua adalah menghancurkan tentara Jepang. Ada kejutan menyenangkan di ruangan ini. Ikuti arah yang sudah ada, ruangan akan menyempit, dan kalian berada di medan perang. Lampu yang berkedap-kedip seolah membawa kalian pada kondisi yang sebenarnya.

Letak ‘Diorama 4’ cukup tersebunyi, namun dengan mengikuti petunjuk yang ada tentu kalian akan menemukannya. Dalam diorama ini menggambarkan keadaan Indonesia setelah merdeka. Diawali dengan peristiwa pemilu pertama di Yogyakarta (1950) hingga penumpasan PKI di alun-alun Yogyakarta.

Perjalanan belum berakhir, kalian bisa bersantai atau sekedar berfoto di taman. Banyak sekali taman di sini. Bisa menghabiskan waktu seharian untuk mengitari lahan 4,2 hektar ini. Jika lelah berjalan, kalian bisa menyewa sepeda tandem dengan harga Rp10.000 per 30 menit.

Kalau memang penasaran, datang saja ke Benteng Vredeberg. Jangan datang hari Senin karena libur. Bentang menerima pelayanan dari hari Selasa sampai Minggu dari pukul 08.00 sampai jam16.00, hari Libur Nasional tetap buka.

Museum bukan tempat yang aneh untuk dikunjungi, justru banyak manfaatnya. Tidak ada yang salah dengan menambah pengetahuan, apalagi mengenai sejarah bangsanya sendiri. Ir.Soekarno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun