By Christie Damayanti
Sebuah catatan tentang hasil ketidak-pedulian untuk Jakarta kita .....
Banjir masih melanda ibukota. Sudah 1 bulan lebih, dan 1 bulan lebih inilah mereka yang kebanjiran masih berada di tempat pengungsian, terutama di Kampung Pulo dan Kampung Melayu, tetangga daerah rumahku. Bahkan jika banjir melanda mereka, aku juga ikut merasakannya, karena tidak bisa keluar kompleks ku karena pintu masuk dan keluarnya dihadang banjir .....
Pulang pergi kemanapun, aku akan melewat kamung Melayu, berputar di bawah jalan layang Kampung Melayu untuk masuk ke kompleks ku, Gudang Peluru. Dan aku tidak bisa menutup mata, ketika keterpurukan para korban banjir yang mengungsi dimanapun, termasuk yang mengungsi di bawah atau kolong jembatan layang Kampung Melayu.
Pagi ini menuju kantorku, aku sengaja berputar ke kolong jembatan layang Kampung Melayu, hanya untuk sekedar mengamati lebih jelas, apa yang mereka lakukan dalam pengungsian. Iseng? Bukan! Aku hanya berpikir, apa yang aku bisa lakukan untuk mereka. Dalam sumbangan2 di beberapa komunitasku, sudah aku sampaikan. Secara real tidak mungkin aku lakukan untuk membantu mereka, dengan keterbatasanku. Apalah aku, seorang perempuan cacat untuk membantu mereka? Bahkan pemerintah pun tidak mampu melakukannya dengan keterbatasan2 mereka juga.
Di atas jembatan Sungai Ciliwung, yang berbatasan dengan kompleks rumahku, aku minta supirku untuk berhenti sejenak untuk mengambil gambar foto. Ternyata Sungi Ciliwung memang belum surut. Masih tinggi, dan sewaktu2 akan memuntahkan airnya sebagai banjir. Jalan Kampung melayu di foto diatas itu, pastilah tiap saat 'ketar-ketir' melihat naik turunnya air Sungai Ciliwung. Apalagi jika ada SMS dari BPBD DKI yang setiap kali Bendungan Katulampa memuntahkan air banjir kiriman ke Jakarta, emungkinan besar mereka akan siap2 untuk mengungsi, atau paling tidak mengangkat barang2 mereka ke lantai 2 ( jika ada ). Belum lagi yang benar2 tinggal di bantarn sungai, di belakang rumah mereka ( foto diatas ) ......