By Christie Damayanti
[caption id="attachment_145473" align="aligncenter" width="648" caption="beaprofesor.wordpress"][/caption]
Sistim drainage di kota2 besar di Indonesia memang tidak bisa disepelekan. Air yang menggenangi jalan terjadi karena besarnya air permukaan yang mengalir tidak sebanding dengan luas permukaan saluran drainage. Disamping itu banyak kepentingan terhadap saluran drainage yang sulit terkontrol  ( misalnya kabel optic yang dikubur sepanjang jalan ), sedikit banyak bisa membuat saluran drainage menyempit atau mengecil dari seharusnya.
Saluran drainage merupakan prasarana yang dibangun, berfungsi untuk melakukan pengeringan genangan air permukaan yang diakibatkan oleh hujan deras sehingga air dapat berjalan. Saluran iru berupa saluran / jaringan selokan ( sistim mikro ) dan saluran ini dibuang ke saluran air yang lebih besar ( sistim makro ). Sebenarnya, drainage merupakan sistim pembuangan air bersih dan air limbah dari daerah pemukiman, industry, pertanian, badan jalan dan permukaan perkerasan lainnya. Juga merupakan penyaluran kelebihan air, berupa air hujan, air limbah ataupun air kotor lainnya yang keluar dari daerah2 diatas ke bangunan resapan buatan.
Di Jakarta, saluran drainage belum terbenah. Seperti di katakana diatas bahwa banyak 'kepentingan' ada di saluran drainage, sehingga saluran inipun menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Belum lagi sampah yang tidak terkendali, menjadikan saluran drainage lebih kecil lagi dari yang seharusnya. Jika sudah begitu, air akan luber dan keluar dari saluran drainage, meluap ke jalanan, itu yang menyebabkan banjir.
Pembangunan drainage di Jakarta, hanya untuk menyambut musim hujan. Mengapa tidak dibuat sejak dulu atau paling tidak, setelah bnjir 5 tahun lalu? Dan apakah jaringan drainage ini 'tersambung' dengan jaringan drainage dengan daerah yang lain? Jika tidak, sama juga bohong .....
Untuk drainage perkotaan, terbagi 2 yaitu drainage air hujan dan drainage air limbah. Drainage air hujan ada di permukaan atas tanah dan untuk drainage air limbah ada di bawa tanah. Dipisahkan karena untuk air hujan, masih bisa dipakai oleh makhluk hidup sedangkan air limbah tidak bisa lagi dipakai karena mengandung zat2 yang merugikan dan di buat di bawah tanah agar tidak mengganggu kelangsung hidup makhluk hidup.
Menurut saya, dengan hanya membangun drainage yang tidak komprehensif seperti ini, tidak akan membuat banjir 'takut' ..... justru akan membuat air lebih meluap dengan sisa2 sampah / puing dari limbah pembangunan drainage itu.
Untuk mengelola air perkotaan, tidak cukup hanya memperbesar drainage. Sebesar2nya saluran drainage, jika konsep salurannya tidak didesain secara komprehensif antara 'kepentingan2 lainnya', pastilah tidak akan member solusi. Ditambah lagi, tidak adanya penghijauan yang terencana dengan baik. Ruang2 terbuka hijau ( RTH ) tidak dibangun dengan baik. RTH juga bukan berupa RTH dengan tanah asli, tetapi RTH beton ( plaza ) yang menyebabkan air tidak meresap ke bawah tanah, sehingga air mengalir di atas permukaan tanah, itulah banjir.
Ruang terbuka hijau, sebaiknya dengan lapisan tanah asli, dibandingkan dengan lapisan beton atau conblok seperti gambar di atas, karena lapisan tanah asli sangat baik untuk peresapan, lebih3 ketika musim hujan.
'Konsep drainage ramah lingkungan' merupakan saluran drainage yang tidak membuat saluran drainage dari beton, tetapi 'mengalirkan' air langsung ke dalam tanah atau peresapan. Dalam drainage ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan bisa dikelola sedemikian sehingga tidak megalir cepat ke sungai, tetapi diusahakan meresap ke dalam tanah sebanyak2nya, untuk meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan musim kemarau.