By Christie Damayanti
[caption id="attachment_293051" align="aligncenter" width="568" caption="www.clasensation.com"][/caption]
Kenangan pedagang2 buah di Pasar Minggu .....
Ketika aku masih kecil, Pasar Minggu merupakan gambaran tentang tempat yang nyaman, rindang, tempat banyak pohon, bahkan aku ingat sekali bahwa Pasar Minggu merupakan tempat untuk berkenan, membeli buah2an dan mencari kelinci2 Lucu untuk bermain. Benar- kah demikian?
Benar! Tetapi, dulu! Ya, sering papa ku mengajak aku ke Kebon Binatang Ragunan. Tempat itu begitu rindang, bahkan sampai sekarang ( lihat tulisan ku Kebon Binatang Ragunan : Wisata Pendidikan sambil Bermain, Konsep Ruang Terbuka Hijau yang Idealis ). Tempat itu sangat rindang, segar dan nyaman. Biasanya, kita kesana melihat2 binatang2 yang sangat aku sukai, membawa makanan untuk makan siang sambil berpiknik Jika sudah cape. Dan setelah itu sambil menuju pulang, kita membeli buah2an segar. Ada pisang, pepaya, jeruk dan aku suka sekali manggis. Menyenangkan sekali ......
Menuju pulang pun, senang sekali aku melihat2 jalanan dari mobil, dengan pepohonan2 yang besar dan rindang. TIDAK terlihat kaki Lima, dan TIDAK Ada kemacetan. Sambil bernyanyi2 dengan adik2ku lewat kaset ( dulu belum Ada CD ), senang sekali mencari kelinci2 lucu. Dan Jika sudah sampai rumah, aku merasakan kebahagiaan serta kesegaran jiwaku. Padahal, aku masih cukup kecil untuk memahami sebuah hati antara senang serta bahagia dengan hati yang 'susah'.
Itu Pasar Minggu yang dulu, sekitar awal tahun 1970-an sampai sekitar awal 1980-an. Setelah itu, Pasar Minggu mulai tergerus jaman dan berusaha 'menyamai' kehidupan metropolitan seperti daerah2 yang lain di Jakarta. Bukan hanya semua kehidupan urban di Jakarta saja yang di ikuti oleh Pasar Minggu saja, melainkan Pasar Minggu menjadi 'proyek percontohan' PKL di sekitar terminal bus dan pasarnya Pasar Minggu ..... Aaahhhhhh ....
Sesaat sebelum sekarang, sungguh Pasar Minggu merupakan tempat yang sangat2 tidak nyaman untuk di datangi. Mungkin hanya Kebon Binatang nya saja yang tetap merupakan tempat yang rindang dan pantas untuk didatangi. Tetapi, pun jalan kesana sangat macet dan crowded! Dari sebelum Departemen Pertanian sampai KB Tagunan, bukan hanya macetnya saja, tetapi angkot2 berhenti seenaknya saja, Malang melintang di pintu masuk ke KB Ragunan, dan memakan waktu sampai 1 jam, dengan jarak tempuh beberapa kilometer saja! Menyebalkan sekali!
Belum lagi jika kita melewati pasarnya Pasar Minggu di jalan Pasar Minggu Raya! Macet total, jika kita menuju Depok karena PKL2 yang memenuhi jalan serta angkutan massal yang serabutan! Angkot dan Metro Mini seenaknya saja berhenti untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Bajaj? Apa lagi! Dan bukan hanya supir2 nya saja yang seenaknya, penumpangnya pun lebih seenaknya saja! Mentang2 sama2 seenaknya saja ......
Eh, ternyata pemda memang masih beranggapan untuk Pasar Minggu sebagai daerah yang sejuk dan nyaman untuk kita, termasuk hewan. Jadi ketika sekelompok kijang totol di beri ruang untuk hidup di sebelah Taman Makam Pahlawan Kalibata, menurutku sunggu tidak pada tempatnya! Tanahnya sudah gundul karena rumput2nya telah habis dimakan mereka, pepohonannya pun sudah menguning, sehingga mereka bergantung kepada wortel2 kurus yang dibeli oleh beberapa warga disana untuk mereka ( lihat tulisanku Si Kijang Totol : "Tempatmu Bukan Disini, sayang ...." ).
*** Kenyataan2 ini membuat warga kota Jakarta, khususnya aku, merasa tidak ada tempat yang nyaman untuk kita bisa santai sejenak di akhir Minggu. Bahkan Gereja ku pun yang terletak di Kompleks Pertanian di seberang pasarnya Pasar Minggu, terkena imbas nya dengan warga Gereja nya yang selalu terlambat jika ada kegiatan di Gereja, baik pagi, siang, sore ataupun malam. Untuk ke Gereja di Minggu pagi pun, kami sering terlambat, sehingga kami harus lebih pagi untuk kesana, karena PKL2 yang semakin menyeruak ke badan jalan ( terutama pasar tumpah dari pasar utama ).