Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masih Adakah Kepedulian Jakarta untuk 'Ikan-ikan' dari Pelabuhan Sunda Kelapa?

11 Oktober 2013   11:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:41 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_293900" align="aligncenter" width="579" caption="republika.co.id"][/caption]

Aku berlari-lari setelah keluar dari mobilku, sambil menggandeng tangan papaku. Mamaku sudah berjalan jauh di depan bersama adik-adikku dan tanteku menuju Pasar Ikan. Waktu itu, kami semua masih kecil-kecil dan orang tuaku, apalagi Papa sangat suka dengan kepiting rebus, udang goreng atau cumi bakar, sehingga periodik sekali kami ke Pasar Ikan dekat Museum Bahari untuk mencari hewan-hewan laut kegemaran kami. Dan aku terakhir turun dari mobil, menemani Papa yang memarkirkan mobil kami.

Sungguh, walau aku perempuan yang diinginkan Mama untuk mengikuti jejak Mama yang suka ke pasar untuk membeli kebutuhan bahan makanan, tetapi aku benar-benar tidak suka ke pasar, hehehe... sehingga jika aku ke Pasar Ikan aku hanya melihat-lihat ikan dan hewan-hewan aneh, bukan 'ngubek-ngubek' pasar untuk mencari harga yang lebih murah. Jadi, aku hanya berkeliling dengan papaku, melihat-lihat saja, sementara mamaku bersama dengan tanteku benar-benar 'ngubek-ngubek' pasar sedangkan adik-adikku juga bersama dengan aku dan papaku.

Mulai dengan melihat-lihat ikan-ikan segar dan hewan-hewan aneh yang bisa dimakan. Ada kepiting (lihat tulisankuKepiting Soka : Cangkangnya 'mak Kriuk ... Kriuk ... Kiuk ...  ), berjenis-jenis udang dan cumi-cumi (lihat tulisankuKuliner 'Anak Gurita' : Sensasi Tentakelnya, Hmmmmm ...... ), kerang (lihat tulisanku 'Tiram ( Oyster ) Segar' untuk Pencinta Makanan Eksotis ), atau ubur-ubur (lihat tulisanku 'Ubur-ubur' Sebagai Makanan Pembuka yang Memanjakan Selera ), sampai timun laun untuk haisom (lihat tulisanku 'Haisom' : Tubuhnya Gurih dan Lembut di Mulut ).Kadang-kadang kami menemukan banyak hewan-hewan laut yang tidak untuk dimakan tetapi untuk dikeringkan menjadi souvenir.

Dari Pasar Ikan itu, aku, adik-adikku dan papa berjalan-jalan di sekitarnya melihat-lihat toko-toko souvenir dari hasil tangkapan nelayan. Berjenis-jenis kerang dibuat berbagai bentuk kebutuhan, seperti hiasan rumah, perangkat di meja makan ataupun sekedar jepit rambut. Ada juga kuda laut kecil yang  minyaknya (katanya) bisa sebagai 'obat kuat' untuk pria. Ada lagi Bulu Babi, dengan duri-durinya yang tajam, sangat menarik karena jika masih hidup, dan kita tertusuk duri-durinya, racun akan langsung masuk ke tubuh kita dan akan bermasalah dengan kesehatan kita.

Jika 'emak-emak' seperti mama dan tanteku sudah masuh ke pasar, pasti akan lama sekali, pasti lebih dari 2 atau 3 jam, sehingga biasanya kami sempat juga masuk ke Museum Bahari. Sebuah museum yang sebegarnya sangat menarik dan merupakan salah satu cagar budaya di Jakarta Utara, tetapi sampai sekarang pemda tidak mensosialisasikan museum ini sebagai tempat wisata yang keren dan berkualitas.

***

Itu adalah gambaran Pasar Ikan dekat Museum Bahari di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa. Sebuah kenangan yang manis sekali dengan keluarga yang sering berjalan-jalan mencari ikan dan melihat-lihat kekayaan alam lautan Indonesia lewat hasil tangkapan nelayan-nelayan di Pelabuhan Sunda Kelapa. Dari sejak SD sampai sebelum lulus SMA, kami masih sering berjalan-jalan di sana. Tetapi ketika aku dan adik-adikku sudah lulus SMA, praktis kami tidak pernah lagi ke sana hanya aku saja yang beberapa kali ke sana berhubungan dengan kuliah dan pekerjaanku.

Beberapa saat sebelum Papa dipanggil Tuhan, awal Maret 2013 kemarin, aku, Papa, Mama dan anak-anakku sempat berjalan-jalan ke sana. Memang tidak mencari ikan-ikan atau hewan-hewan laut kegemaran kami dulu, tetapi kami hanya meniti jejak nostalgia antara aku dan kedua orang tuaku. Dan kami bercerita tentang nostalgia itu kepada anak-anakku.

Keadaan gang kecil yang masuk dari Jalan Pasar Ikan sebagai jalan tempat Museum Bahari berada, waktu itu pun (sekitar pertengahan tahun 1970-an sampai akhir tahun 1980-an), sudah sangat amburadul. PKL-PKL berseliweran di sana berjualan minuman, rokok, atau beberapa mainan. PKL-PKL itu berada di depan toko-toko souvenir yang menyebabkan parkir menjadi susah dan berjalan-jalan pun tidak nyaman karena pedestrian dipakai oleh PKL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun