By Christie Damayanti
Insan ‘disabled’ itu bukan hanya berkursi roda saja lho. Yang terlihat di sekeliling kita adalah orang2 cacat dengan tongkat atau di kursi roda. Insan disabled itu sangat banyak. Dari cacat fisik yang benar2 terlihat, seperti memakai tongkat, berkursi roda, lalu ada juga disabled tuna netra, tuna rungu, tuna daksa atau tuna2 yang lainnya. Mereka tetap disebut sebagai insan disabled. Bahwa banyak sekali insan disabled yang ada di dumi Indonesia ini, ternyata tidak bannyak yang tahu dan peduli tentang kegiatan serta fasilitas2 bagi mereka. Bahkan pemerintahpun masih ‘ragu2’ untuk membuat fasilitas2 insan disabled dalam perencanaan kota .....
Aku banyak mempunyai teman insan disabled, ditambah lagi sekarang ini. Sebagai bagian dari mereka, insan disabled karena stroke, aku juga merasakan bahwa kepedulian ‘mereka’ diluar sana belum menjadikan bukti bahwa Indonesia merupakan negara ‘ramah disabled’.
Tulisan ini, aku dedikasikan untuk teman2 insan disabled, khususnya disabled tuna rungu, yang aku sangat hormati. Bahwa dengan keterbatasan tanpa bisa mendengar, mereka bisa menjadi generasi muda penerus yang membanggakan. Apakah kita bisa membayangkan, bahwa mereka tidak atau belum pernah tahu, apa yang disebut SUARA? MUSIK? Untukku, tidak bisa dibayangkan .....
Sejak aku mampu untuk menerima seorang anak angkat setelah menikah, aku sudah dihadapkan untuk berbaur dengan insan disabled tuna rungu. Saudara sebagai keponakan dari mantan suami, terlahir sebagai insan tuna rungu. Sebut saja namanya Sonya. Dia lahir di kota di Jawa Tengah dengan orang tua yang tidak mampu, sehingga kami ingin membiayainya. Jika Sonya terlahir normal, mungkin kami tidak terpikirkan untuk mengangkat anak. Tetapi Sonya tuna rungu. Seorang bayi mungil yang manis, Tuhan memberikan keterbatasan, tetapi kami yakin bahwa ada berkat dibalik semuanya .....
Sonya bertumbuh sebagai anak tuna rungu yang cukup cerdas, ceria dan cantik. Dia tetap tinggal dengan orang tuanya di Jawa Tengah, tetapi setiap bulan kami mengirimi dana hidup dan pendidikannya. Tidak ada perjanjian sama sekali, tetapi niat masing2 dari kami adalah tulus untuk menjadikan Sonya seorang gadis hebat, sehingga Tuhan memberikan berkat2 untuk Sonya menjadi gadis tuna rungu yang luar biasa!
Ketika Tika mulai bersekolah, kami menyekolahkannya di asrama untuk lebih mandiri. Di kota tempat Sonya lahir, memang ada beberapa sekolah SLB tetapi tidak berasrama. Sehingga kami menyekolahkan di Wonosobo, SLB Dena Upakara. Dari umur 5 tahun ( TK ), Sonya sudah mampu mandiri dalam keterbatasannya. Banyak cerita dibalik  daya juang nya sebagai insan tuna rungu, yang akan aku bahas di artikel2 selanjutnya. Sampai Sonya lulus SMA dan dia tidak ingin melanjutkan sekolahnya. Dia ingin bekerja, untuk membantu orang tuanya.
Dengan banyak diskusi dengan kami, Sonya dan orang tuanya serta bertemu dengan beberapa gurunya, serta pengertian sebagai seorang gadis remaja dalam keterbatasan, jadilah Sonya mau kursus menjadi seorang ‘hair-dresser’ ( di sebuah sekolah hair-dresser terkenal ) serta bahasa Inggris, selama 1 tahun, dan Sonya lulus dengan membanggakan. Sekarang ini, dia membuka salon kecil2an di depan rumahnya di tempat dia dilahirkan. Dan dia mampu menjadi berkat bagi kedua orang tuanya serta seorang adik lelakinya .....
Tidak gampang, membesarkan seorang anak disabled. Insan disabled, sangat rentan dengan ketidak-percayaan dirinya, walau bukan semuanya. Memang tidak bisa digeneralisir, tetapi aku sebagai bagian dari insan disabled, aku sangat mengerti tentang ketidak-percayaan diri. Walau itu bisa diasah, tetapi dengan Sonya masih mempunyai orang tua kandung serta kami tidak sekota dengan nya, bisa dibayangkan bahwa banyak sekali masalah2 yang mengelilingi Sonya. Tetapi ternyata Sonya mampu! Dan hasil pengamatanku, insan disabled memang sering tidak percaya diri, tetapi justru mereka lebih bisa mengatasinya karena semangat juangnya lebih tinggi dari pada orang2 normal, justru insan disabled yang sejak lahir, sejak kecil atau cacat bawaan, apalagi jika orang tuanya serta lingkunganya tidak ‘memusuhi’nya .....
Sonya sekarang tumbuh menjadi seorang perempuan insan disabled tuna rungu, berumur lebih dari 25 tahun yang mandiri, cantik, bebas berkarya serta mampu memberi berkat bagi keluarganya. Dan dia sudah menikah .....