By Christie Damayanti
Perjalanan kami masih panjang menuju Tanah Air. Kami masih menunggu beberapa jam lagi, sampai pesawat kami menerbangkan kami ke Osaka. Jika tidak delay lagi, kami akan terbang sekitar jam 11 pagi. Dan saat itu, kami hanya bisa menunggu dan istirahat di SFO Airport di San Francisco.
Suasana di luar, hujan deras. Aku tahu, karena kami sempat didorong oleh petugas bandara keluar untuk menunggu shuttle bus yang akan membawa kami ke hotel. Hujan cukup deras dengan angin yang cukup kencang. Dingin! Benar2 dingin! Dan ketika aku melihat thermometer besar yang terpampang di dinding luar, saat itu jarum menunjukkan angka sekitar 17 derajat Fahrenheit, yang artinya, belasan strip minus (-) dibawah 0 derajat Celcius! Astaga.
Kami terus membungkus tubuh kami rapat2. Baju kami 4 lapis, dan yang terluar adalah overcoat tebal, dengan lilitas syal tebal. Â Jika tangan kami sempat keluar dari saku, sepertinya jari2 kami akan beku. Kami jarang memakai sarung tangan, karena tangan kami susah menggerakkan barang2, membawa tas atau berkegiatan karena sarung tangan cukup tebal.
Ketika aku memutuskan untuk tidak jadi ke hotel yang menampung kami selama delay ini dengan mengendarai shuttle bus gratis, aku benar2 bersyukur karena setelah kami masuk ke dalam airport lagi, suara angin semakin keras, pohon2 meliuk2 dan butiran2 salju yang sempat turun pun berputar2 disepanjang jalan pintu masuk airport, di sekitar jam 4 dini hari saat itu.
***
Mama ku dan Michelle sempat tertidur, tetapi tidak denganku. Trauma itu melukai hatiku, ketakutan2 dalam pesawat melewati badai itu, membuat aku harus terus berjaga2. Otakku berusaha untuk santai, tetapi jauh dari dalam lubuk hatiku, trauma it uterus menggangguku, walau aku terus berdoa untuk tenang. Sehingga aku justru memutuskan untuk ‘berjalan’ (ddi atas kursi roda) sendirian menyusuri airport itu.
Sampai sekitar jam 6 pagi, kami membersihkan diri, sikat gii, cuci muka dengan air hangat, begitu juga mama dan anakku, di toilet umum yang bersih dan nyaman. Setelah itu, kami berusaha bertanya tempat menunggu pesawat kami, setelah kami masuk ke area pemeriksaan.
Dan kami siap untuk makan pagi, tetap harus sabar sampai jam 11 siang itu untuk terbang ke Osaka.
***
Aku berkeliling airport, sempat menjepret titik2 cantik untuk bahan survey ku dalam arsitektur. Aku sering duduk di depan kaca lebar, melihat kegiatan pekerja2 bandara dan lalu lalang pesawat2 yang terbang dan mendarat.