By Christie Damayanti
[caption id="attachment_136318" align="aligncenter" width="625" caption="regional.kompas.com"][/caption]
Krisis Moneter tahun 1998 ......
Kami tertegun. Proyek kami mau di 'demolish', mau dibubarkan! Padahal, proyek ini baru pemancangan pondasi. Bagaimana bisa? Ya, kami terkena dampak krisis moneter di Indonesia dan kami mengalami 'massal lay-off', bersama  sekitar 2000 lebih pegawai disana.
"Waduhhh ..... bakalan kami jadi pengangguran nih", aku membatin.
Dan 1 minggu kemudian kami harus ke kantor pusat, dimana kami bekerja, di salah satu perusahaan developer terkemuka di Jakarta. Kami mengambil gaji terkhir dan pesangon. Untung, kami masih mendapat pesangon yang layak. Aku waktu itu, aku sudah bekerja selama 5 tahun, jadi aku bisa mendapatkan pesangon yang  lumayan. Aku ingat, wakti itu aku berhitung, jika dalam waktu 1 tahun aku belum mendapatkan pekerjaan, alamat kami harus menjual asset kami ! Karena pesangonku hanya cukup selama 1 tahun, dengan 1 anak .....
Pertama aku bangun besok paginya setelah aku tidak bekerja, aku merasa aneh dan tiba2 sedih, walaupun aku tahu bahwa perusahaan memberikan kesejahteraan lewat pesangon selama 1 tahun, dimana banyak perusahaan yang tidak memberikan apa-apa. Aku mulai mencari tahu, apa yang aku kerjakan untuk menyambung hidup jika pesangonku sudah habis. Dunia konstruksi khususnya di Jakarta, semuanya 'habis' secara semua memang sudah habis di rusak, di bakar dan ditinggalkan investor. Beberapa proyekku di jarah, besi2 beton, semen2, aluminuim dan sebagai. Aku merasa, kehidupanku akan berubah drastis ......
Sekarang, apa yang aku bisa lakukan? Saat itu, aku bersama suamiku ( dulu ) memang juga membuat perusahaan kecil2an di bidang konsultan dan kontraktor. Tetapi seperti yg aku tulis di atas, dunia konstruksi hancur dan bidang usahaku tidak bisa berjalan, bahkan beberapa assetku di jarah di workshop kami. Berhari2 aku memikirkan kesempatan kerja apa untuk kami? Dan seakan kehidupan Jakarta mengalami 'mati suri', termasuk kami ......
Tukang2 kami ( di perusahaanku dan suamiku ) tidak mau pulang karena memang hubungan kami dekat. Kami menanamkan manajemen keluarga, dimana beberapa dari mereka bisa tidur di rumah kami atau tidur di workshop kami. Dan ketika penjarahan itu terjadi, mereka benar2 membuktikan kepada kami untuk menjaga kami, aku ex suami dan anakku yang baru berumur 2 tahun serta menjaga keluarga besarku dan ex suamiku di Jakarta, secara ex suami adalah ber-etnis Tiong Hoa, sangat mengerikan, ketika ada saudara kami di Tangerang hampir di perkosa dan manjarah apa yang ada .....
Tukang2 kami semua berasal dari Brebes, hanya sekitar 3-4 jam dari Jakarta mengendarai bis. Dan keluarga tukang2 itu biasanya bercocok tanam, mengikuti tuan tanah. Adalah seorang tukang, yang sudah lama ikut kami, sejak kami belum menikah, sekitar tahun 1990, ketika aku masih kuliah. Namanya Nur Ali. Istrinya mengikuti tuan tanah, menanam bawang mwrsh dan berternak bebek serta burung puyuh. Tanah majikannya cukup besar, dan biasanya bawang2 merah itu dijual ke tengkulak dengan harga rendah. Begitu juga telur2 bebeknya. Jika hanya sekedar dijual di pasar lokal atau menjual kepada turis lokal yg lewat dareah itu, hanya sedikit. Dan karena tanah si tuan tanah besar, pasti sebagian besar di jual ke tengkulak.
Tengkulak2 membeli bawang merah dari petani2 di Brebes dengan harga sangat murah dan dijual dengan harga tinggi di Jakarta.