By Christie Damayanti
[caption id="attachment_296177" align="aligncenter" width="529" caption="warisdjati.blogspot.com"][/caption]
Ketika salah satu anjing jenis Peking ku mati karena sakit, aku nangis sekencang2nya sambil guling2. Selalu begitu. Hewan2 peliharaanku sama dengan keluargaku. Mereka aku rawat sejak kecil, kadang2 memandikan ( biasanya di salon ) dan memberi makanan, bahkan sebulah sekali aku bawa mereka ke dokter hewan untuk cek up atau vaksinasi. Tidak heran, keluargaku sering memarahiku, terutama papaku, karena aku bisa ketiduran di pojok ruangan rumah orang tuaku, sambil berpelukan dengan anjing2ku. Bahwa anjing2ku ini lebih sayang padaku dari pada dirinya sendiri. Mereka sampai tidak mau makan jika aku dimarahi orang tuaku karena selalu bermain bersama anjing2ku .....
Dalam suatu saat, aku pernah punya 16 ekor anjing. Dari yang besar ( Siberian Husky dan Collie ) sampai yang anak2nya. Swbagian besar memang anjing campuran bahkan ada seekor anjing kampung yang setia menjaga rumahku dan anak2 anjing2 yang lain jika mereka 'nakal' dan maunya keluar terus. Jika kami sekeluarga makan bersama, anjing2ku mengelilingiku, duduk manis dan menengadahkan kepalanya dengan menjulurkan lidahnya, minta diberikan makanan. Dan aku sering memberinya, diam2, karena kalau ketahuan, alamat dimarahi lagi oleh orang tuaku. Tetapi anjing2ku itu sangat mengerti, karena setiap aku jatuhkan makanan diam2, mereka tidak berebut, karena mereka tahu, masing2 punya jatah, dan aku selalu adil .....
Anjing2ku adalah pemakan segala. Mereka tidak mengkhususkan diri, terlebih lagi aku, makanan jenis daging2an. Aku beri mereka sayur pun, mereka makan. Sejak kecil memang kami didik mereka untuk menjadi 'pemakan segala'. Bahkan kue lebih disukai. Dulu ( tahun 1980-an ) belum ada makanan insan atau snack yang bisa dibeli di supermarket, sehingga mamaku selalu memberikan tetelan untuk mereka setiap hari, dicampur dengan sayur serta kue pada 'snack-time'.
Tetapi untuk anjing2 yang ras ( asli, dan ada 'stambum' ), aku berikan makanan khusus, bukan harganya tetapi tetelan direbus tidak memakai garam supaya bulu2nya yang cantik tidak rontok. Dan mereka mengerti itu! Itulah yang aku heran, ternyata mereka bisa berpikir, dan aku yakin kalau mereka berpikir dengan 'hati' .....
Suatu ketika salah satu anjing Peking hitamku mati, Miki, namanya. Aku menguburkannya di samping rumahku. Ada tanah kosong, yang sekarang disewa sebuah provider telpon terkenal. Tanah itu pasti penuh dengan kuburan anjing2ku, hehehe .....
Berhari2 aku nangis, bahkan di sekolahku pun aku hanya duduk di kelas, nangid dengan meratapi Miki lewat foto2nya ( lebay ya? ). Sampai papa sangat kasihan denganku dan mengajak mencari ganti Miki. Miki memang tidak tergantikan, tetapi aku bisa memahaminya ketika papa sempat ikut menangis, bukan karena Miki yang mati, tetapi pasti karena papa melihat aku terus menangis .....
***
Cerita itu mulai dari sini .....
Suatu sore setelah aku pulsng sekolah dan selesai les, papa mengajakku ke suatu tempat di Jatnegara. Dulu belum banyak 'pet-shop'. Dan jika ada pun harganya mahal, karena anjing2 itu memang ras asli. Padahal aku tidak peduli ras atau bukan, tetapi aku ingin berbagi, menyayangi serta merawat mereka. Anjing2ku yang ras asli pun, bukan karena beli sendiri, tetapi beberapa teman papa yang memberikannya kepadaku karena mereka tahu bahwa aku sayang binatang.