By Christie Damayanti
[caption id="attachment_320297" align="aligncenter" width="543" caption="www.republika.co.id"][/caption]
Ini lagi tentang cerita 'makan buah simalakama' di Indonesia.
Pagi ini, seperti biasa aku bangun jam 4.30 langsung setel TV dan bermacam berita di semua TV memberi banyak infoormasi tentang berbagai hal. 'Buah simalakama' terus ada dimana2, yang membuat hatiku miris. Bahwa seperinya tidak ada jalan keluar bagi masyarakat yang tidak mempunyai keahlian untuk mencari uang, kecuali dengan 'otot'nya.
Ketika manajemen kota dan pemda membangun konsep bagi kenyaman, keamanan dan kesejahteraan warga kota sejak dahulu, banyak sekali warga kota yang belum mengerti tentang kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan hidup di perkotaan. Ditambah lagi, arus urbanisasi sangat tinggi sehingga pemda kewalahan untuk membendungnya.
*Btw, adakah peraturan untuk mengantisipasi dan membatasi arus urbanisasi ke perkotaan, khususnya kota Jakarta?
Ketika arus urbanisasi hampir tidak terbendung, apalagi sesaat setelah pang kampung sehabis Lebaran, mereka mencoba mencari peruntungan di kota, walau mereka tidak mempunyai modal materi apalagi modal keahlian untuk mencari uanh. Mereka mendirikan gubug2 ala kadarnya di tempat2 yang dilarang, bahkan berdagang di sekelilingnya. Dan jumlah mereka pun semakin banyak, seiring semakin banyaknya issue yang terdengar bahwa 'mencari uang itu memang mudah di Jakarta'.
Pemda lengah, ketika mereka semakin membludag. Pemda semakin tidak peduli, juga ketika semakin lama mereka semakin 'menjajah' ruang publik kota, yang sedianya untuk kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan warga kota. Dan semakin seperti benang kusut lah problematika perkotaan, khususnya Jakarta, dengan banyaknya oknum2 yang justru memberikan fasilitas untuk mereka, yang seharusnya tidak bisa ada di ruang2 publik untuk bertempat tinggal dan berdagang.
Problema terus bergulir ketika ruang publik menjadi bertambah sempit bahkan menjadikan penyerapan menghilang dan keamanan juga tidak ada. Banjir melanda. Keamanan hidup tidak ada. Tentang banjir sudah banyak yang aku ungkapkan. Dan salah satu berita TV pagi ini, ketika mereka bergerombol untuk menjajakan dagangannya sebagai pedagang kaki lima dalam lapak dan pegadang asongan di stasiun kereta bahkan di gerbong2 kereta.
Stasiun apapun adalah merupakan tempat pemberhentian kereta atau bus untuk mrlayani penumpang. Para penumpang sudah membayar sesuai aturan dan mereka mau mendapatkan kenyamanan dan keamanan sesuai yang mereka butuhkan.
Ketika stasiun dipenuhi oleh penjaja asongan atau dipenuhi oleh PKL, sejujurnya para penumpang sangat resah, risih dan tidak nyaman dengan ketidak-amanan serta ketakutan karena terlalu banyak orang. Bisa jadi, mereka sebagian hanya berpura2 berdagang tetapi mereka adalah pencopet, prnjambret bahkan yang terang2an, yang lebih buruk lagi.