By Christie Damayanti
Konvensi Orang dengan Disabilitas (CRPD) di seluruh dunia sudah ditanda tangani oleh 146 negara. CRPD mengakui bahwa setiap orang dengan segala jenis disabilitasnya harus dapat menikmati seluruh hak asasi manusia, tetapi ketika kita berada dalam realita, hanya sedikit kaum disabilitas yang dapat merasakan hak2 nya sebagai manusia dan warga negara.
Jangankan tentang fasilitas2 fisik dengan aksesibilitas khusus bagi kaum disabilitas di seluruh dunia, bahkan tentang paradigm dan konsep sebagian bear manusia, bahwa kaum disabilitas merupakan “obyek amal, pengobatan dan perlindungan social”. Dimana ‘statemen’ nya sangat jelas. Bahwa sebagian besar manusia sehat menyatakan bahwa “kaum disabilitas membutuhkan PERLINDUNGAN SOSIAL, OBYEK AMAL atau yang berhubungan dengan mengandalkan “kasihan, menyedihkan”, dan sebagainya.
Tetapi pada kenyataannya, kami, termasuk aku sebagai kaum disabilitas lumpuh separuh tubuh karena stroke berat, kami mampu untuk memperjuangkan hak2 kami dan mampu membuat keputusan atas hidup kami, berdasarkan kebebasan kami sebagai warga negara, bahkan sebagai anggota masyarakat dunia!
Bahwa kami adalah kaum disabilitas, dengan anggota tubuh yang cacat atau tidak sempurna, ya! Itu memang ddmikian, bahwa Tuhan menciptakan kami “berbeda”, baik kaum disabilitas dari lahir atau kaum disabilitas karena kecelakaan, sakit atau masalah2 yang lain. “Perbedaan” kami ini memang pasti membuat orang2 yang sehat mempunyai konsep berbeda. Itupun sangat manusiawi.
Tetapi “perbedaan” kami ini, bukan berarti kami tidak berada dalam masyarakat. Bahkan kami tetap manusia yang diciptakan oleh Tuhan, mempunyai akal da budi, dan kami mampu untuk hidup sesuai dengan kenyataan dan realitas hidup.
Bahwa “perbedaan” kami ini, justru seharusnya dibantu denganmembangun fasilitas2 dan aksesibilias khusus untuk kami, sehingga perbedaan kami semakin tidak mencolok. Dan kami mampu mandiri, serta tidak terlalu membebani masyarakat disekitar kita.
Salah satu aksesibilitas kami sebagai kaum disabilitas adalah tentang KESETARAAN dan NON-DISKRIMINASI.Bahwa kami (seharusnya) terbuka untuk berbagai akses hidup, seperti hak untuk berpendidikan, ketenagakerjaan, kesetaraan dalam pembangunan dan termasuk kami harus bisa menikmati hasil pembangunan, aksesibilitas, kesehatan dan rehabilitasi, kesejahteraan social serta dalam pengembangan karya dan kehidupan social secara setara.
Tetapi pada kenyataannya, khususnya di Indonesia, kaum disabilitas benar2 belum mendapatan hak2nya. Bukan karena fasilitas2 khusus dan aksesibilitas untuk kaum disabilitas saja secara fisik, tetapi justru konsep pandangan warga masyaakat disini masih mempunyai ‘esensi primitif’ dengan cemooh2 dan menghindari kaum disabilitas, karena mereka masih banyak berpikir bahwa ‘cacat adalah kutukan’.