By Christie Damayanti
[caption id="attachment_140701" align="aligncenter" width="641" caption="kemapi.blogspot"][/caption]
Tata Ruang DKI diminta dirubah? Pagi ini, 10 Oktober 2011, aku baca di Kompas cetak tentang "Hukum Lingkungan : Perda Tata Ruang DKI Diminta Diubah". Sebenarnya, itu tidak mengherankan untukku. Banyak peraturan2 daerah menyangkut Tata Ruang DKI, yang tidak bisa di 'sosialisasikan' di kehidupan kita. Khusus Tata Ruang DKI, banyak sekali kebutuhan Jakarta dan warganya yang tidak bisa di 'pakai' dan kalaupun peraturannya benar, banyak oknum2 yang membuat peraturannya tidak dilaksanakan, sehingga merugikan warga Jakarta, kota Jakarta khususnya dan negara Indonesia umumnya, salah satunya adalah REKLAMASI.
Sudah banyak ahli2 air yang tidak setuju dengan diadakannya reklamasi, jika Analisa Dampak Lingkungan ( Amdal ) - nya tidak melalui model yang benar, seiring dengan laut sebagai bagian dari alam yang sering tidak bisa diprediksi. Sebagai bagian dari alam, laut harus dibuat 'model' untuk membuat Amdal dengan rumus2 empiris dengan banyak metode percobaan2 serta membuat  data statistik. 'Model' untuk membuat Amdal bagian dari alam ini harus di buat sampai belasan tahun. Karena jika tidak, kita tidak akan bisa melihat akibat2nya. Belum lagi tentang issue pemanasan global, dimana rumus2 empiris bertambah banyak, selain tentang arus dan gelombang laut, ada juga bagian dari pemanasan global yang bisa menjadi issue dunia.
[caption id="attachment_140702" align="aligncenter" width="525" caption="e-dukasi.net"][/caption]
Jika ada reklamasi, pastilah arus laut ini akan 'berbelok' dan jika banyak rekalamasi, bagaimana dengan benua dan pulau2 yang ada di dunia? Ini memang hanya untuk membayangkan bahwa arus dan gelombang laut sangat bisa di belokkan sehingga merusak lingkungan dunia .....
Cerita seorang ahli sipil struktur serta perairan laut dan peduli tentang Jakarta khususnya reklamasi :
Beliau bercerita, membangun airport di Bali tahun 1963-an, jaman bung Karno. Untuk membuat airport ini, harus melakukan reklamasi. Beliau sempat tinggal di 'guest house' milik seseorang di Kuta Bali. Berbulan2 beliau mengerjakan airport Bali dan beliau pulang ke Jakarta. Jaman itu, memang belum terlalu memikiran tentang model rekamasi. Tetapi kata beliau, Amdal nya di kerjakan oleh ahli2 Belanda dari Delft jaman bung Karno ( presiden Indonesa pertama ) bertahun2 sebelumnya. Itupun sudah sangat memenuhi syarat, katanya, karena Negeri Belanda adalah negara yang mempunyai ahli2 pengairan yang terkenl di dunia sejak jaman dahulu, secara Belanda terletak di 'bahwa laut' sehingga mereka harus membuat air laut sebagai 'sahabat' mereka.
[caption id="attachment_140704" align="aligncenter" width="448" caption="balirc.com"][/caption]
Sekitar tahun 1980-an, beliau tidak membuat banyak bangunan di Indonesia, tetapi tetapi berkeliling untuk survey ke banyak tempat. Waktu itu, beliau ingin menginap lagi ke 'guest house' di Kuta yang dulu sewaktu beliau tinggal di Bali , tetapi menurut yang punya, guest house itu sudah 'hilang' karena terkikis pantai ..... dan beliau bisa memperkirakan bahwa salah satu penyebab pantai Kuta terkikis gelombang laut adalah reklamasi untuk membuat airport Bali yang sekarang ini .... Terlihat, sekitar 20 tahun-an, arus air laut 'berbelok' dan mengikis pantai ..... bayangkan jika banyak rekalamsi pantai di Indonesia tanpa mengindahkan Amdal yang benar ..... semua pantai, bahkan pulau akan terkikis habis puluhan tahun mendatang .....
Kami berdiskusi banyak tentang reklamasi. Menurut beliau, reklamasi memang bisa dilakukan sepanjang mengikuti peraturan dan Amdal yang benar ( lihat tulisanku Reklamasi oh Reklamasi ...... ). Tetapi di Jakarta bahkan di Indonesia, tidak atau sama sekali tidak mengindahkan peraturannya dan Amdalnya, bahwa :
( copas tulisanku tentang Reklamasi di atas )