By Christie Damayanti
Melukis memang hobi ibuku. Bahkan lukisan2nya sudah banyak dibeli dan harganya sudah mencapai 10 juta Rupiah, sebelum ibu berhenti untuk menjualnya, tahun 2005 lalu. Setelah itu, ibu hanya memberikan lukisan2 ibu kepada beberapa saudara dan teman2nya yang memang tertarik untuk memilikinya ......
Ketika ak masih kecil, bapakku mengajariku menggambar teknik sederhana. Dengan perspektif yang juga sederhana, menggambar rumah2 termasuk rumah kami yang bentuknya memang unik. Tetapi, ibuku berbeda, walau beliau pun seorang insinyur sipil, sama dengan bapakku.
Ibu mengajari aku menggambar Batik, ketika sewaktu aku SMP aku mendapat tugas untuk menggambar atau mendesain batik dengan warna warninya. Aku ingat, ibu mengajariku menggambar Batik Parang klasik, dengan warna kecoklatan bluwek, dan kuingat juga aku mendapat nilai 9 di mata pelajaran seni rupa!
***
Aku tidak pernah melihat ibu mendesain batik di atas kertas. Tetapi, ketika ibu dipanggil Tuhan aku membereskan dan merapikan, sekaligus meng-inventarisasikan lukisan2 ibu, karena dalam surat waris ibu adalah kami beriga anak2 ibu, diminta untuk merawat lukisan2 ibu. Jika mau dijual, untuk pelayanan2 Tuhan. Jika diberikan, harus yang memang berminat tentang lukisan ....
Lukisan2 ibu, ternyata tidak semua sudah dipajang dengan pigura, tetapi di sebuah box besar, ternyata masih banyak lukisan2 itu yang masih dalam kanvas tanpa pigura, atau di dalam buku gambar berukuran A3!
Astagaaaa! Banyaknya!
Satu persatu, aku buka lembar demi lembar. Kuamati dan kufoto, untuk kusimpan secara digital, supaya jika terjual aku tetap punya kenangan lewat foto2 ku ini.
Box demi box kubuka, aku menemukan 24 buah desain batik ibu, dengan arna warni ceria. Dan, aku amati dengan detail, batik2 ibu pun punya nama, dibingkai sederhana. Materialnya kertas gambar berukuran A3, lalu diberi warna dengan pinsil saran, dan dilapisi dengan mika bening tebal serta bagian belakangnya hanya di lakban hitam!
Astaga, lagi!Â