By Christie Damayanti
Ada apa dengan orang ini? Dia survive dan mampu bermain tennis. Sebagai disabilitas, dunia masih memberikan diskriminasi yang luar biasa!
Paralimpiade telah menjadi sarana sosial dan komunikasi yang relevan untuk peningkatan kesadaran dan pemahaman global tentang disabilitas.
Meningkatnya visibilitas acara olahraga global semacam ini, serta upaya otoritas publik untuk membuat kota tuan rumah mereka lebih mudah diakses, membuktikan pergeseran yang relevan ke pengalaman dan wacana perkotaan baru yang bebas hambatan tentang disabilitas.
Keberadaan disabilitas2 dunia memang semakin besar, terutamaa mereka bisa menjadi "cacat baru" karena kecelakaan, sakit atau perang. Yang aku baca dari beberapa referensi, sekitar 15% disabilitas didunia.
Jadi, tidak seharusnya disabilitas sekarang tetap mendapat diskriminasi dari dunia.
Paralimpiade Tokyo 2020 ini, sudah selesai. Tetapi, aku jarang melihat ada berita2ya di televise, dengan berbagai cabang olahraganya. Termasuk, ketika Para-badminton Indonesia mendapakan 2 medali emas dan 1 medali perunggu.
                                                Â
Aku mendengar beritanya di televise hanya 1x di berita pagi Liputan6 saja. Denagn Bapak Jokowi memberikan apresianya kepada pahlawan2 olahraga Indonesia disabilitas.
Mengapa tidak digembar-gemborkan seperti pada waktu Olmpiade 1 bulan kemarin, bahkan dengan siaran langsung setiap saat setiap hari.
***
Dalam banyak hal, banyak orang telah menempuh perjalanan panjang dalam menghapus diskriminasi disabilitas, termasuk di Paralimpiade Tokyo 2020 lalu.
Namun, hingga saat ini masih terjadi diskriminasi tidak hanya melalui masalah aksesibilitas, tetapi juga diskriminasi langsung, jahil dan destruktif.
                                                        Â
Banyak orang lupa, bahwa penyandang disabilitas bukan merupakan keadaan yang dianggap "kesalahan keliarga" jika mereka lahir cacat. Mereka lupa, bahwa disabilitas bisa krena kecelakaan, sakit dan perang, atau yang lainnya.
Dimana semuanya itu, bisa saja menimpa semua orang .....
Ketika mereka ada karena perbedaan mereka, penyandang disabilitas "dikurung" di rumah, keluarga aau institusi2, yang jauh dari komunikasi dunia. Tidak ada yang bisa diajak diskusi apalagi. Hanya untuk curhat saja, mereka tdak ada yang mau mendengarkan.
Catatan :
Itu yang terjadi dengan keadaanku sebagai pelayan2 disabilitas. Mereka tidak minta apa2. Mereka hanya minta dimengerti. Bahkan, merekatidak minta dikasihani, seperti aku.
Beberapa teman disabilitas, sering curhat denanku, karena di lingkungan mereka tidak ada yang mau mendengarkan mereka. Mereka hanya butuh didengar. Aku pun hanya bisa mendengar, mungkin kita bisa diskusi.Â
Mungki, aku punj bisamemantu sejauh aku mampu. Memotivasi mereka. Mendukung mereka. Jika aku sedang ada rejeki, aku pun mengirimkan apa yang mereka butuhkan.
Ya, mereka hanya butuh didengar, untuk mereka mulai mengambil kesempatan untuk bisa melakukan yang terbaik bagi hidup mereka ......
***
Bagaimana ini bisa terjadi dan mengapa "kebencian" terus berlanjut?Â
Undang2, aturan2 di banyak Negara pun bermunculan, tetapi sayangnya, banyak disabilitas justru baru memulai berjuang untuk "dilihat sebagai manusia". Belum menuju kesadaran bahwa mereka memiliki hak  dan kewajuban yang sama. Belum .....
Menurutku, justru kasus diskriminasi, kejahatan, kebencian tentang banyak hal, SARA atau yang lain, itulah yang mengubah seseorang menjai disabilitas!
Coba saja, tentang peperangan.
Perang itu mungkin adanya kebencian atau diskriminasi. Mereka perang dan mereka cacat. Atau mungkin perang SARA, dan menghasilkan kecacatan.
Ketika aku googling, bahkan seorang filsuf Peter Singer, yang mengatakan bahwa penyandang disabilitas intelektual berat tidak berhak mendapatkan hak lebih dari hewan, karena beberapa spesies lain dianggap memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada mereka.
Sumber : www.disabilityhorizon.com).
Astaga!
Sepertinya, jelas lah bahwa sebagian warga dunia masih mendiskriminasikan disabilitas, dan menganngap disabilitas "tidak layak" dianggap sebagai manusia .....
Bahasa2, kata2 dan penghinaan2 yang tidak manusiawi masih digunakan terhadap penyandang disabilitas, bahkan disabilitas menjadi lelucon2 segar untuk banyak orang.
Dan, bahkan dinegara berkembang termasuk Indonesia, banyak teman2 cacat tidak bersekolah karena sekolah tidak mau menerima mereka, dengan berbagai alasan.
Semuanya sebenarnya bisa diatur, ada kriteria2 yang meang bisa anak2 bersekolah biasa walaupujn cacat, dan ada juga anak2 cacat benar2 tidak mamu di sekolah biasa.
Tetapi, yang ada di Indonesia, justru anak2 cacat yang mampu bersekolah di sekolah biasa, tidak diberikan kesempatan untk bersekolah, sehingga cacat menjadi awal sebuah kemiskinan .....
Ada lebih banyak hal di sini daripada sekadar meningkatkan kesadaran tentang apa itu disabilitas lainnya. Namun yang juga kita perlukan adalah perubahan cara pandang kita terhadap penyandang disabilitas, yaitu memandang mereka sebagai manusia yang setara.Â
Masyarakat harus mulai melihat kemanusiaan para penyandang disabilitas. Mereka bukan kumpulan cacat yang harus 'ditangani', mereka adalah manusia yang dimaksudkan untuk dicintai.
Perluas layanan dan penelitian yang membantu mereka mencapai potensi unik mereka sendiri. Membuka peluang bagi mereka untuk diikutsertakan sebagai anggota komunitas kita apa adanya.
Dalam mengembangkan empati dan belajar dari anggota keluarga dan tetangga kita dengan autisme dan cacat lainnya, pasti kita semua bisa menjadi lebih manusiawi.
***
Kembali lagi tentang diskriminasi tentang Paralimpiade Tokyo 2020.
Aku sangat gemasw, ketika aku tidak mendapatkan kabar apaoun tentang even akbar dunia tersebut. Jangankan  siaran langsung yang dilakukan di seluruh dunia tentang Olimpiade Tokyo 2020, kemarin!
Bahkan, aku hanya melihat berita tentang Pak Jokowi mengapresiasi para-badminton dengan medal emas dan perunggu ini, baru tadi pagi di Liputan6 jam 5.30 pagi, itu saja!
Dan, yang aku tanya teman2 di Negara lainpun, SAMA SAJA!
Negara2 lainpun, termasuk Jepang sebagai tuan rumah, juga tidak terlalu gembar-gembor tengtang Paralimpiade Tokyo 2020. Tidak ada siaran langsung, apalagi.
Sebenarnya, ada apa dengan disabilitas?
Sebenarnya, ada apa dengan hati kita masing2 tentang disabilitas?
Kalian bisa saja menjadi disabilitas sewaktu2, karena memang disabilitas mungkin sepertisalah satu "jaluir hidup", Â yang bisa terjadi pada semua orang .....
Yang jelas,
Mataku berkaca2 melihat pertandingan2 Paralimpiade di youtube dengan effort mereka yang luar biasa, yang mungkin ribuan kali daripada effort atlet yang sehat. Dan, belum tentu atet yang sehat mampu melakukan apa yang dilalukan oleh atlet disabilitas.Â
Catatan lagi :
Bayangkan saja, aku sebagai cacat pasca stroke dengan lumpuh tubuh kanan, dan sebagian besar berada di kursi roda walau aku mampu berjalan, untuk menyapu lantai dan mengepel dengan hanya 1 tangan kiri saja!
Bayangakan, betapa banyaknya energy yang aku harus keluarkan, "menyetir" kursi roda, dan mengepel serta menyapu dengan gagang sapu dan pelnya, kujepitkan antara pundak kiri dan kepala yang harus menjepitnya.
Aku menyapu denga kursi roda, tangan kiri menyetir kursi roda karena dengan  listik, dan sapu aku jepitkan antara bahu kiri dan kepala yang miring ke kiri. Sempat memotret, juga sendirian. Mampukah, kalian?
Ada yang salah denganku yang cacat separuh tubuh? Tetapi, tahu kah anda? Itu pameranku sendiri di mall besar di Jakarta, dengan 100 frames, tentang Jepang, bahkan aku pun memasang sendiri materi2nya. Dengan 1 tangan saja. Mampukah anda? Berum tentu!
Bayangkan saya, karena tubuh kanan ku lumpuh, termasuk tangagn kananku yang lumpuh, untuk mengerjakan itu semua, apakah bisa melakukannya? Belum tentu!
***
Jadi sebenarnya, disabilitas itu justru "lebih hebat", dibanding dengan non-disabilitas, karena kami kaum disabilitas mampu melakukan apa yang non-disabilitas lakukan, tetapi DENGAN CARA YANG BERBEDA!
So?
Masih adakah yang berpikir "kita tidak mampu", dengan tetap ada diskriminasi?
Pasti masih ada! Karena semuanya harus kembali dari hati kita masing2 ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H