Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

[Bab 11] Rencana Kepulanganku ke Jakarta

31 Mei 2021   10:34 Diperbarui: 31 Mei 2021   10:40 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi | Aku menatap Goden Gate dari jendela kamarku. Pikiranku melayang, melepaskan diriku dari belenggu stroke. Aku ingin bebas. Aku ingin terbangan melayang, dan aku tidak mau terkukung dalam rumah sakit ini, sebagus apapun tempat ini .....

Hari kesebelas aku di Rumah Sakit Katolik -- St Francis Hospital, San Francisco USA

Rencana Kepulanganku ke Jakarta

Sejak kemarin, ketika Dokter Gandhi sudah memberitakan bahwa aku bisa segera diterbangkan pulang beberapa hari kedepan, topic pembicaraannya selalu tetang "pulang!".

Pikiranku oun, tidak jau2 dengan kata "pulang", walau aku tidak bisa mencurahkan hatiku kepada siapapun, karena mereka tidak mengerti apa yang aku ucapkan.

Banyak petugas2 rumah sakit hilir mudik ke kamarku saat itu, jika ada adikku untuk berdiskusi mengenai kemungkinan2 tentang "bagaimana aku bisa diterbangkan pulang". Walau, aku sendii tidak terlalu peduli bagaimana caranya, tetai aku sangat berharap segera tiba saatnya .....

Seingatku, mulai hari ini, aku ditempa lebih banyak lagi terapi2 tentang banyak hal. Terutama terapi bicara dengan Miss Randy. Lalu, aku sudah mulai belajar untuk bergerak dengan membalik2kan tubuh ku ke kanan dan kiri, dengan 2 orang suster.

Aku semakin "fasih" berbicara.

Hahahaha ..... 

Jangan dibayangkan aku sudah bisa berbicara, tetapi yang aku rasakan adalah ujung lidahku semakin luwes, walau pada kenyataannnya, sampai sekarang ini ujung lidahku masih kaku dan sering tidak bisa berbicara jika harus bicara cepat atau terlalu banyak orng disekitarku.

Yang aku dengan dari diskusi2 itu adalah, bahwa aku akan diterbangkan pulang beberapa hari kedepan.

Tetapi, aku harus di cek dahulu, keadaanku bagaimana.

Apakah tubuhku mampu?

Apakah otakku yang sedang masih sering berdenyut dan masih basah karena terndam darah ini, mampu terbang jauh dan tinggi dari San Francisco ke Jakarta?

Atau, apakah psikisku oun sudah mampu bertemu dengan lingkunganku di Jakarta?

Karena, aku juga yakin, bahwa belum tentu lingkunganku dan duniaku di Jakarta, mau menerimaku kembali, dengang keadaanku yang berbeda dari 11 hari lalu ,,,,,

Test demi test, cek-up serta terapi2 terus aku terima untuk rencana kepulanganku.

Aku pun mempersiapkan diriku, berusaha untuk siap, lebih kepada bagaimana hatiku siap untuk melihat duniaku. Jika yang berhubungan dengan media, mungkin aku tidak tahu tetapi jika berhubungan denan hati, aku tahu, bagaimana aku sendiri mempersiapkannya .....

Aku sangat excited!

Ya, pastinya!

Karena saat itu aku yang biasanya tidak pernah diam dalam 1 tempat dan 1 waktu tertentu, tapiaku dalam 11 hari, tidak mampu bergerak sama sekali, kecuali dibantu oleh orang lain.

Dokter Gandhi banyak menterapi dengan kata2 ketika suster2 itu menggerak2an tubuh kananku yang keas dan lumpuh.

Aku juga ingat, ketika suster membawakan sebuah shower-cap, atau topi mandi. Pertama kali, aku bingung buat apa karena selama 11 hari ini tubuhku hanya dibersihkan tanpa ke kamar mandi.

Ternyata shower-cap itu khusus, karena di dalamnya adalah shampoo khusus untuk keramas, tanpa aku harus ke kamar mandi. Aku cukup heran, karena belum pernah tahu hal ini.

Suster memakaikan shower-cap itu ke kepalaku, dengan dia meremas2 kepalaku, lalu didiamkan sesaat. Aku merasa adem dan dingin. Setelah itu, diremas2 lagi seperti mencuci rambut, kemudian shower-cap dilepas.

Rambutku basah, tetapi tidak terlihat atau tidak teraba adanya sampoo. Baunya segar, sesegar sehabis keramas. Aku terheran2, dan meminta besok2 keramas lagi, hihihi .....

Diskusi2 setelah itu pun semakin rutin, ketika rumah sakit harus menyediakan tenaga medis untuk mengantarku terbang ke Jakarta. Karena, tidak mungkin aku terbang sendirian, dan juga tidak mungkin adikku yang menemaniku sendirian.

Aku harus selalu terus berbaring, walau didalam pesawat.

Bagaimana bisa, jika hanya di kelas ekonomi? Tentu tidak bisa!

Padahal, tiket kami hanya kelas ekonomi. San Franscisco ke Jakarta saja sudah sekitar belasan jura Rupiah saat itu, bagaimana jika kami harus membeli tiket baru denan first-class yang pasti 2 atau 3 kali lebih mahal?

Orang tuaku sudah di Jakarta, jadi kupikir bagaimana cara untuk mem-back up kami untuk terbang pulang ke Jakarta?

Lalu, bagaimana caranya ada tenga medis yang bisa menemaniku pulang?

Banyak sekali pertanyaan2 di benakku. Ternyata, untuk pulng saja tidak gampang, belum keadaanku di duniaku sendiri di Jakarta .....

Aku bisa membayangkan bahwa aku harus ditemani seorang tenaga medis. Yang cukup besar dan kuat sehingga mampu menggendongku jika aku meamang membutuhkannya.

Dia pun harus siap dan siaga selama 24 jam, sementara aku harus full istirahat. Dia harus memberikan obat2an untukku sesuai dengan jam2 yang dokter berikan, juga harus memberika terapi2 khusus untukku di pesawat, yang aku pun tidak terpikir harus bagaimana.

Dia juga harus bisa menjawab pertanyaan2 petugas2 dimanapun, karena dari San Francisco ke Jakarta, minimal 1x transit, dinegara sesuai dengan maskapai penerbangan yang dipakai.

Itu tidak mudah!

Bahkan, jika kita ke San Francisco dari Jakarta, agak sulit jika harus transit minimal 1x di Negara sesuai maskapai yang dipakai, dengan tata cara transit yang berbeda2 di masing2 bandara.

Belum lagi, dengan keadaanku yang harus terus berbaring jika harus transit berarti maskapai dan bandara harus siap denagn brankar untukku dan menunggu di tempat2 khusus.

Sepertinya, rencana perjalanan pulang ku, akan menjadi sebuah rencana ang sangat rumit!

Lalu, bagaimana dengan biayanya?

 Tentu, biaya untuk aku dan adikku terbang pulang ke Jakarta, tidak akan sedikit. Dengan first-class dan belum lagi menyewa serta membelikan tiket pulang pergi tenaga medis yang harus menjagaku! Tidak terbayang, betapa besarnya biaya semua itu, gara2 aku terserng stroke di San Francisco .....

Tapi, aku sempat berpkir ketika itu .....

Jika aku terserang stroke di Jakarta, mungkin tidak akan serumit ini. Tetapi, bagaimana dengan "golden periode" penanganan pertolonganku?

Jika tersrang stroke di Jakarta, apakah aku mampu tertulung hanya dalam waktu 3 jam saja, karena serangan stroke yang melandaku sangat bersat, yang disebut "heavy stroke?"

Sedangkan ketika 11 hari yang lalu saat itu, pertolongan datang ke hotel tempat aku tersrang stroke hanya beberapa menit saja, lalu langsung dibawa ke rumah sakit terdekat, masuk ke lorong MRI, dan segera sekitar 15 menit saja, dokter sudah bisa mendiagnosa tentang keadaan otak kiriku .....

Mungkin, jika dihitung hanya sekitar 20 menit sampai 25 menit, aku sudah tertolong dari saat aku terserang stroke sampai tertangani dengan baik.

Puji Tuhan .....

Berkali2 aku mengatakan demikian, walau hanya dalam hati .....

***

Hari kesebelas, aku merasa sangat semangat!

Di depan mataku, ada harapan besar sekali!

Di depan mataku, Tuhan memberikan kesempatan hidup untukku!

Di depan mataku, duniaku segera kembali!

Walau aku juga tahu, perjalananku menuju duniaku itu, tidak semulus yang aku bayangkan! Aku sangat tahu itu.

Masalah2 medis tentang keadaanku yang sama sekali tidak mudah. Dengan kecacatanku, yang tidak tahu kapan aku bisa sembuh. Belum lagi, masalah2 psikis. Belum tentu duniaku menerima kedaanku lagi! Mungkin saja, justru itu adalah awal kejatuhanku yang lain!

Pikiran2ku bergumul terus menerus. Mau tidak mau, aku harus memikirkannya!

Adikku sendiri sibuk dengan diskusi2 intensif tentang kepuanganku. Bolak balik keluar ruanganku, mondar mandir serta seringkali menelpon kedua orangtuaku di Jakarta untuk beberap persetujuan.

 Dan, aku hanya mampu melihat mereka mengatur kepulanganku, tanpa aku bisa berbuat apa2 .....

Selain masalah dengan fisikku yang harus terus dipantau untuk mampu aku terbang plang ke Jakarta, ternyata mereka harus memastikan pewasa  yang aku tumpangi, maskapai apapun, di dalam harus punya peralatan2 kesehatan jika aku membutuhkan emergensi.

Dan, itu memang bukan pesawat standard. Dimana di semua pesawat tidak punya peralatan kesehatan untuk emergensi, seperti untuk pasien pasca-stroke sepertiku.

Berarti, aku memang harus diterbangkan dengan pesawat khusus? Seperti apa?

Ah .....

Aku tidak tahu, seberapa besar dana yang harus dikeluarkan untukku untuk terbang pulang. Belum lagi, resiko2 yang harus aku tanggung dengan keberadaan otak kiriku yang memang sudah cacat dan saat itu masih pasha dengan darah segar .....

Mungkinkah, aku bisa selamat?

Mungkinkah, otakku mampu bertahan selama perjalanan di ribuan meter bahkan puluhan ribu meter diatas permukaan bumi?

Atau, bisa kah aku bertemu dengan anak2ku lagi di Jakarta dengan fisik dan tubuh yang minimal seperti saat itu, dengan kelumpuhan tubuh kananku?

Aku tidak mampu berpikir banyak. Karena aku tidak bisa bertanya2 sedangkan adikku sendiri tidak mengikutkan aku dalam diskusi2 mereka!

Ya, tentu saja. Karena aku adalah seorang pasien yang dipastikan tidak atau belum mampu untuk ikut mengambil keputusan, walau aku pun memikirkannya diam2.

Sepertinya, seharian saat itu, pikiranku melayang2 sehingga tidak konssentrasi dengan lingkunganku. Aku sangat excited, dan justru membuat otakku mulai bergoyang. Ternyata, tidak hanya aku merasa sedih atau drop atau marah saja, yang membuat otakku bergoyang!

Ternyata, rasa excited atau semangat yang terlalu tinggi, itu pun mempengaruhi sistim metabolismeku, termasuk di otakku. Denyutan otak kiriku semakin terasa, seiring dengan semangat ku yang terus membubung .....

Aku harus meredam semangatku yang semakin tinggi! Jika tidak, denyutan otakku semakin keras! Bukan hanya aku akan semakin kesakitan saja, tetapi hasil cek up sampai saatnya aku terbang pulang pun, akan jelek!

Aku harus terus mempersiapkan diriku sebaik2nya, termasuk untuk mengentrol emosiku agar aku benar2 bisa pulang!

Ya! Harus!

Aku memejamkan mataku. Menenangkan diriku. Aku tidak usah berpikir berat! Tidak usah!Karena pada kenyataannya, otakku benar2 belum mampu diajak berpikir berat!

Duh ...... aku semakin takut!

Aku semakin takut dengan keberadaanku di duniaku di Jakarta, jika aku tidak mampu berpikir lagi! Bagaimaa caranya, duniaku menerimaku kembali, jika otakku tidak mampu untuk berpikir?

Padahal, duniaku membutuhkan pemikiran2ku! Duniaku dalam keluargaku, anak2ku yang membutuhkan aku untuk membiayai mereka, bukan?

Aku memejamkan mataku semakin rapat! 

Aku harus berusaha untuk istirahat, dengan sebaik2nya! 

Aku harus mempersiapkan semuanya agar rencana kepulanganku berjalan dengan lancar!

Sampai aku akhirnya tertidur, sampai malam ......

***

Aku terbangun, ketika seorang suster gemuk membangunkan aku untuk minum obat. Aku terbangun dengan segar. Denyutan otakku sudah berhenti. Dan tubuhku terasa segar, tetapi aku lapar .....

Suster gemuk itu mengambil makan malamku, sementara adikku sendiri sudah pulang ke hotel. Saat itu, kalau tidak salah sekitar jam 10.00 malam. Akhirnya, aku makan malam ditemani dengan suster gemuk itu.

Makan malamku sangat lengkap. Mungkin, karena aku benar2 harus kuat dan sehat. Nasi dengan daging, telur, sayur dan buah. Minumnya ada beberapa jenis, termasuk susu.

Aku kenyang sekali!

Sampai setelah dengan makan malam dan minum obat2anku, aku minta tolong suster gemuk itu untuk mengambil Blackberry ku yang selalu berada di meja rumah sakit.

Suster itu memberikan Blackberry ku, yang selalu membantuku untuk berhubungan dengan banyak teman2ku di Jakarta.

Aku sempat teringat bahwa aku punya media social. Ya, perlahan fungsi otakku semakin baik. Aku semakin mengingat apa2 saja yang biasa aku lakukan selama sebelum serangan stroke.

11 hari sebelumnya, sebelum saat ini, adalah tanggal 8 Januari 2009, dan jam 3.00 subuh tanggal itu aku terserang stroke.

Hari itu, aku tidak ingat semuanya. Aku sadar dengan keadaanku. Aku melihat semuanya. Betapa bapak ku menelpon 911, dan beberapa menit kemudian, suara sirine terus  bergaung, dan tiba2 beberapa orang bertubuh besar, mendatangiku di kamarku.

Kata bapakku, ada suara sirine ambulance, sirine branwier atau mobil pemadam kebakaran dan polisi2 .....

Mereka membawa brangkar, membebat leherku, menaikkanku ke brangkar dan menggotongku cepat2 ke ambulance, setelah meminta orang tuaku mengikuti ambulance langsung ke rumah sakit terdekat .....

Aku tetap ingat dan melihat betapa ambulance itu memecah keheningan subuh dengan sirine nya. Dan, tidak lama kemudian ambulance sampai ke St. Francis Hospital, dan langsung membawa ku keluar.

Setelah itu, aku pun masih ingat dan melihat aku dibawa ke ruang MRI, memindahkan tubuhku ke lorong MRI, tetapi setelah itu aku pingsan .....

Kata bapakku, 15 menit kemudian aku keluar dari lorong MRI, dan dokter memberitahuku bahwa pembuluh darah otak kiriku pecah dan mengakibatkan darah segar menggenangi otak kiriku serta tubuh kananku lumpuh ....

Aku ingat itu! Aku sudah sadar ketika aku keluar dari lorong MRI itu!

Tetapi, aku tidak ingat siapa2 dilingkunganku. Walau sekejap. Dan, perlahan aku mengingat mereka. Ada kedua anakku, kedua orang tuaku, adik2ku, walau tetap tidak mengingat nama2 mereka!

Perlahan juga, aku mulai mengingat, tetapi karena aku tidak bisa berbicara, aku tidak bisa memanggil mereka ....

Sekarang, saat ini, ketika aku meminta suster gemuk itu mengmbil Blackberry ku, aku ingat adanya Facebook. Aku ingat, bahwa aku senang berhubungan dengan teman2ku di Facebook.

Dan, ketika adikku membacakan komentar2 teman2ku, aku ingin sekali belajar membaca dan membalas komentar2 mereka.

Aku benar2 semangat untuk membaca2 komentar2 mereka sendiri, tanpa dibantu adikku. Suster gemuk itu menuntunku untuk mencoba mengingat2 password Facebook ku. Dan, aku tetap tidak ingat!

Suster gemuk itu, duduk di sebelah tempat tidurku, memegang Blackberry ku, berkata dengan lemah lembut, sambil menuntun kira2 apa passwordnya, dan aku tetap tidak ingat .....

Akhirnya, aku mulai sebal.

Aku pencet2 Blackberryku, dan aku tidak mengerti bagaimana cara memakainya. Jika aku ingin berhubungan dengan teman2ku, adikku lah yang menghubunginya, dan aku hanya siap "berbicara" dengan mereka, tanpa aku harus memencat mencet nya.

 Hari itu, aku bisa tidur setelah aku lelah mencoba membuka password Facebookku. Aku sedikit kecewa, yang membuatku sedikit drop.

Saat itu, pelajaran baru untukku,

Bahwa semakin aku berusaha untuk mengingat2 sesuatu, semakin susah aku mngingatnya! Aku harus tenang dulu, supaya otakku tidak mulai berdenyut, dan berusaha untuk mengngat2nya .....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun