Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

[Bab 10] Bandingkan Hari ke-10 dengan Hari Pertama Setelah Serangan Stroke

31 Mei 2021   09:33 Diperbarui: 31 Mei 2021   09:40 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokumentasi pribadi | Hari kesepuluh aku di Rumah Sakit Katolik -- St Francis Hospital, San Francisco USA

Semangatku Semakin Bertumbuh!

Hari kesepuluh aku terserang stroke berat, dan lumpuh separuh tubuh kanan, karena otak kiriku terendam darah 20%. Sepertinya akan menjadi sebuah momen khusus untuku dan keluargaku.

Minimal untukku sendiri.

Serangan stroke ini, merupakan titik balik hidupku.

Ketika Tuhan menegurku, sewaktu ada kanker di rahimku, juga ketika kaki kiriku patah berat karena jatuh dari tangga proyek, pada akhirnya aku kembali lagi dengan kehidupanku seperti sebelumnya, dunia konstruksi yang berat dan tanpa perubahan sedikitpun.

Tetapi, ketika Tuhan mengijinkan aku sakit dan cacat saat ini, terserang stroke berat, sepertinya inilah saat titik balik hidupku.

Ya, karena saat itu aku yakin, bahwa walau aku tetap ada jaminan aku bisa bekerja lagi, tetapi sepertinya aku tidak akan bisa bekerja sebagai arsitek lapangan lagi. Mungkin, aku akan dipindah ke bagian yang lebih "lembut", entah dimna.

Titik balik hidup ku ini, terasa sangat tepat, ketika aku harus berusaha untuk hidup lebih baik lagi. Dan, mungkin saja Tuhan memang mempunyai banyak rencana untukku.

Ah, entahlah .....

Aku hanya menunggu saja, sampai kapan rencana NYA digenapi untukku ....

Di hari kesepuluh ini, aku sudah cukup terbiasa dengan kedaanku.

Aku memang harus terus beradaptasi, bagaimana untuk aku bisa bertahan. Otak kiriku memng mulai tenang. Karena aku sudah mampu mengerti, bagaimana aku bisa sedikit mengendalikan nya.

Jika aku stress dan sedih, otak kiriku pasti berdenyut. TErus berdenyut kalau aku tenggelam dalam kesedihanku. Dan aku bergumul dengan depresiku.

Tetapi, jika aku mulai sadar untuk bangkit, sedikit demi sediit denyutan otak kiriku semakin berkurang. Apalagi, jika aku meminta pertolongan Tuhan untuk menghentikan denyutan otak kiriku, tiba2 menghilang.

Pagi itu, setelah aku sudah beres dengan makan pagiku dan sustre2 itu merawat ku dengan sangat baik bersama senyum celotehku dengan suara bergumam seperti alien dan kata2 yang semakin jelas (menurutku), Dokter Gandhi masuk ke ruanganku.

Adikku pun datang, bersama dengan Dokter Gandhi, dan mereka sudah terlibat pembicaraan seru yang pastinya berhubungan denganku, sepertinya.

Mereka tertawa berdua, aku yakin ada kabar baik untukku. Untuk keberadaanku disini.

"Mbak, mungin beberaoa hari ini kamu bisa pulang. Rumah sakit akan akan mengusahakan untuk itu. Masalahnya memang banyak."

"Kamu harus terus berbaring selama perjalanan di pesewat. Dan pesawat pun harus mempunyai fasilitas sesuai prosedur untuk membawa pasien pasca-stroke" 

"Termasuk peralatan kesehatan untukmu. /okgen, pating utama karena otakmu sebenarnya belum mamu untuk perjalanan jauh dan lama, serta diatas ketinggihan puluhan meter dari permukaan bumi"

"Belum lagi, kamu harus ditemani petugas medis khusus dan harus mengantar sampai rumah sakit di Jakarta"

Itu pernyaan adikku, disambut senyum lebarnya .....

Mataku berbinar!

"Waaaaaaaa ...... sebentar lagi aku bisa bertemu anak2 lagi. Duh, kapan ya? Cepetan ..."

Aku senang sekali dengan berita ini. Dokter Gandhi pn, tertawa senang. Dia banyak bicara kepada adikku, dan aku tidak terlalu mengerti kata2 nya. Yang ada, di otakku aku akan segera terbang pulang, dan akan segera memeluk anak2ku!

"Dum di dum diii dummm ....", aku berdendang riang. Tidak aku pikirkan, bagaimana caranya aku bisa terbang pulang, tapi yang jelas mereka akan mengusahakannya segera.

Mereka, adikku dan Dokter Gandhi, berdiskusi cukup lama dan bolak balik adikku di ajak ke luar entah mengapa dan balik lagi.

Aku hanya memperhatikan mereka sambil terus berdendang .....

Miss Randy, datang ditengah2 diskus mereka dan segera dia pun terlibat diskusi panjang, setelah aku diminta untuk meneruskan latuhan2 menulis dengan tangan kiriku. Sampai setelah itu, mereka pamit keluar ruanganku dan adikku pun sibuk denagn menghubungi kedua orang tuaku.

Kemungkinan2 aku bisa segera terbang pulang, menjadi topic :pembicaraan" ku dengan adikku. Aku bersuaha banyak bertanya dengan kata2ku yang sedikitdemi sedikit di mengerti oleh adikku. Perlahan tetapi pasti, aku bnar2 mendapat cahaya hidup dari Tuhan ku ......

Siang itu, adikku meminta ijin Dokter Gandi untuk makan bersama di kantin rumah sakit.

Wah! 

Aku senang sekali karena selam 10 hari ini, duniaku Cuma di ruangagn ini dan ruang ICCU, di 3 hari pertama setelah serangan stroke.

Dokter Gandhi meminta tolong seorang suster untuk menyediakan kursi roda untukku. Kantin rumah sakit itu kalau tidak salah, berada di lantai kesekian dari ruangaku, aku lupa. Jadi, aku akan didorong kesana dengan perlahan.

Suster melayaniku untuk menggeser infusku untuk bisa di doromg, dengan memindahkan tiang infuse ke kursi rodaku. Selang kateterku pun di cek, menganti kantong kateterku dan diletakkan di kursi rodaku bagian bawah.

Aku dibungkus oleh selimut tebal untuk bisa keluar dari ruanganku. Karena, pada kenyataannya suhu udaha waktu itu masih dibawah 10 derajat, cukup dingin.

Jika di kamar perawatan itu saja sudah cukup dingin, padahal ada heater untuk kenyamanan pasien, bagaimana dengan diluar ruang perawatan? Sehingga, aku manggut2 saja ketika aku dibungkus oleh selimut tebal, seperi cocon atau kepompong 

Hahaha .....

Aku merasa seperti bayi yang dibungkus bedongan. Tangan dan kakiku benar2 terbungkus rapat. Sehingga bahkan tangan kiriku yang bisa menggapai pun tidak bisa keluar!

Dan, aku didudukkan diatas kursi roda .....

Lalu, setelah aku di dudukkan di atas kursi roda, suster membetulkan selimutku. Tangan kiriku dikeluarkan dari selimut, tetapi tanan kiriku tetap dibungkus dengan syal yang membungkus leherku.

Karena aku keluar itu untuk makan bersama dengan adikku di kantin rumah sakit. Bagaimana bisa makan, jika tangan kiriku terbungkus dan tidak bisa menjangkau makananku?

Kepalaku terasa berat sekali, karena ini untuk pertama kalinya kepalaku tidak bersandar di bantal.

Selama ini, di ruangku sejak di ICCU dan ruang perawatan, kepalaku selalu berada diatas bantal. Walaupun tempat tidurku di tegakkan, supaya aku bisa duduk untuk erapi, mekan dan belajar menulis, tetapi kepalaku tetap berada di atas bantal.

Kata dokter, otak ku itu belum mampu untuk berdiri sendiri. Harus ditopang oleh bantal. Supaya otakku lebih kuat, tidak bisa lepas dari penyangganya.

Tetapi ketika Dokter Gandhi mengijinkan aku duduk di atas kursi roda biasa, entah apa pentimbangan dokter. Mungkin, dia sudah ingin memberikan latidah untuk otakku, lebih kuat, toh dalam waktu sesegera mungkin aku diusahakan untuk terbang pulang.

Mungkin dari pertimbangan itu, membuat Dokter Gandhi bisa tahu bagaimana keadanku dan otakku yang terserang stroke 10 hari lalu, saat itu.

Sehingga, jika aku memakai kursi roda biasa tanpa peyangga bantal dan aku dirasa belum mampu untuk bisa tegak, kemungkinan besar kepulangagnku untuk terbang ke Jakarta, bisa ditunda sampai ku benar2 mamp dan kuat.

Mungkin demikian, dasar Dokter Gandhi mengijinkan aku di dorong adikku untuk makan bersama di kantin rumah sakit.

***

Aku berada di atas kursi roda ala rumah sakit. Perlahan, adikku mendorong aku keluar dari kamarku. Mungkin, adikku sudah diberitah Dokter Gandhi tentang keadaanku bahwa kepalaku harus tegak dan tidak bisa terlalu cepat bergerak.

 Aku sendiri merasakan goyangan keras dikepalaku, ketika aku dibantu suster2 itu bangun dan didudukan di atas kursi roda. Aku diam sesaat, menyesuaikan kepalaku. Adikku menunggu dengan sabar. Aku merasakan goyangan keras di kepalaku .....

Goyangan itu hampir seperti denyutan otakku. Aku merasa tubuhku doyong ke kanan dan ke kiri. Bahkan, setelah sebuah bantal besar sudah mengganjal tubuh kananku pun, aku tetap merasa doyong ke kanan dan juga ke kiri, karena goyangan keras kepalaku.

Duh, Tuhan ku ......

Aku menyeuaikan diriku sendiri, susah sekali untuk mengontrol goyangan kepalaku. Seperti palu godam menghantam kepalaku. Dari goyangan2ku itu, mulai bermunculan dyutan2 kecil di otakku.

Mungkin, karena kepalaku terus bergotang, aku merasa kelelahan untuk menjaga dan mengontrol kepalaku, sehingga kelelahan2 tu menimbulkan denyutan di otakku.

Pelajaran baru lagi, aku dapatkan!

Aku tidak bolah kelelahan. Baik kelelahan fisik, atau juga kelelahan jiwa. Saat itu, aku merasa sebuah kelelahan jiwaku, untuk aku berusaha mengontrol tubuhku sendiri .....

Seingatku, cukup lama aku menyesuakan diriku dan mencoba mengontrol dan mengendalikan pikiran dan tubuhku sendiri. Goyangan2 kerans kepalaku membuat aku benar2 kelelahan dan denyutan otakku perlahan semakin keras .....

Adikku bertanya,

"Apakah mba kuat di dorong ke kantin, atau kembali ke ranjang dan nanti aku bawakan makanan dari kantin rumah sakit?"

Aku berdiam diri sejenak, dan kujawab denagn kata2 yang aku pikir seperti ini, walau belum tentu yang mendengarkan seperti ini,,

"Aku ikut! Pingin lihat kantin rumah sakit dan pingin makan makanan kantin rumah sakit. Bosan aku di ruang saja ....."

Aku memaksakan diriku sendiri!

"Ayo, Christie!" 

"Kamu harus kuat! Kamu harus kuat! Katanya, kamu mau terbang pulang, kaan? Ayo! Kamu harus bisa mengendalikan pikiranmu, untuk mengetikan goyangan kepalamu dan denyutan otakmu!"

Aku menanamkan kekuatan pada diriku sendiri. Dan, aku akan kuat untuk bisa meluluhkan "kekuatan kesakitan" tubuhku sendiri.

Tidak lama kemudian, aku membuka mataku.

Setelah menanamkan sebuah kekuatan pada pikiranku, aku merasa tiba2 aku menjadi kuat! Mungkin saja, kekuatan itu adalah hanya sebuah sugerti saja, karena pada kenyataannya kepalaku tetap bergoyan dan otakku semakin berdenyut!

Karena, secara medis memang bahwa serangan troke berat aku ini, membuat otakku benar2 melemah. Secara medis pun, bahwa aku memang tidak mampu untuk berbuat apa2!

Itu memang secara medis! Itu memang secara "kata dokter", an itu kata manusia.

Tetapi, aku mampu untuk menepiskan kata2 itu, yang sempat kudengar dari mulut Dokter Gandhi. Aku percaya, bahwa ibu bukan kata Tuhanku!

Jadi, ketika itu aku mampu menepiskan vonis dokter beberapa hari lalu saat itu, mengapa aku tidak mencoba menepiskan "kekuatan penyakit" yang mengepungku?"

Itu kata penyakit! Itu bukan kata Tuhanku!

Aku tersenyum kepada adikku dan menganggukkan kepakalu. Aku bersiap untuk di dorong, diatas kursi roda .....

Adikku memang mendorong kursi rodaku dengan sangat perlahan, tetapi dentuman godam, keras memukul kepalaku! Ternyata, secara nyata, aku memang belum kuat untuk bangkit secara fisik. Tetapi, aku tidak mau terpuruk seperti ini! Tidak mau!

Aku menguatkan diriku untuk tidak terpuruk.

Begitu kursi rodaku di dororng ke luar kamarku, aku merasakan udara segar dan aku melihat lalu lalang orng2 datang dan pergi. Tenaga2 medis dan pengunjung serta pasien2 hilir mudik. Aku merasa duniaku kembali .....

Suasana hiruk pikuk sebuah rumah sakit, terasa sudah. Selama ini, aku memang terisolasi di ruang perawatn, yang sepertnya, khusus untuk pasien pasca-stroke. Kedap suara dan terisolasi dari ruang2 perawatan2 yang lainnya.

Adikku mendorong kursi rodaku perlahan, membuat aku bisa menikmati suasana lingkngan rumah sakit ini.

Sebuah rumah sakit Katolik. Sepertinya, rumah sakit ini cukup besar. Aku tidak bisa melihatnya karena ketika aku dibawa ke rumah sakit ini, keadaanku antara sadar dan tidak sadar, serta otak kiriku terendam daras 20%.

Lorong rumah sakit itu, tempat aku berada diatas kursi roda yang di dorong oleh adikku, sesuai dengan bayangkan sebuah lorong rumah sakit biasa.

Cukup besar dengan berbagai alat kesehatan mobile, yang biasa di dorong2 oleh dokter atau suster, jika pasien membutuhkan perawatan seperti itu.

Saat itu, sekitar jam makan siang, dan banyak pengunjung yang datang menjenguk pasien2 yang dirawat disana. Dokter2 pun, lalu lalang, bersama suster2, keluar masuk ke ruang2 perawatan.

Sepertinya, rumah sakit itu sangat sibuk dengan banyak pasien.

Melihat kesemrawutan disekitarku itu, sepertinya justru membuat aku cukup terhibur dan justru meredakan goyangan kepalaku. Walau pada kenyataannya, kepalaku tetap bergoyang2 tetapi denyuran otakku justu mereda.

Aku sangat menikmatinya. Dunia itu perlahan mendekatiku, dan dunia sakitku perlahan menjauh ......

Kursi rodaku di dorong menuju lift untuk naik ke lantai kesekian, kea rah kantin rumah sakit. Lift cukup penuh, tetapi kursi rodaku mendapat tempat istimewa karena aku adalah seorang pasien di rumah sakit itu.

Begitu keluar, suasana lebih sepi dari lantai tenpat asalku. Lalu, adikku menorongku ke kantin rumah sakit itu.

Aku tidak terlalu ingat, seperti pa kantin rumah sakit itu. Yang aku ingat hanya banyak orang2 sedang makan disana. Sepertinya, bukan hanya mereka2 tenaga medis saja, juga pengunjung rumah sakit itu, yang menunggu pasien2 disana.

Banyak terlihat lemari2 pendingin "vending machine", berjejer di sisi2 dinding2. Seingatku, tidak ada pelayan yang melayani pengunjung. Mereka mengambil makanan2 sebagian dari "vending machine", dan langsung terbayar di mesin tersebut.

Aku lupa, apakah ada tempat khusus untk melayani pesanan makanan, atau tidak,tetapi aku cukup menikmati suasana berbeda dibanding dengan di ruanganku yang sepi dan higienis.

Begitu juga adikku. Dia mendorongku menuju meja yang msih kosong. Memindahkan salah satu kursi dan mendokorng kursi rodaku untuk menggantikannya. Lalu, dia duduk di depanku dan tersenyum,

"Mbak, mau makan apa?", tanya adikku.

Aku menggeleng. Terserah, kataku yang mungkin adikku memahaminya, lalu dia berdiri dan berkeliling sejenak.

Selama adikku berkeliling mencari makanan apa yang dia mau, aku menatap sekelilingku. Menatap dunia. Aku tersenyum lebar. Kepalaku semakin nyaman, tetapi doyongan tubuhku semakin keras.

Sepertinya, memang kelumpuhkan tubuh kananku menjadikan tubuhku selalu oleh dan dotong ke kanan. Aku semakin harus menyesuaikan diriku dan berusaha mengontrol keadaan tubuhku. Ya, aku harus mengontrol pikiranku untuk tidak terus oleng dan doyong.

Suasana kantin itu cukup ramai, tetapi tidak berisik. Ketika aku masuk ke ruang kantin itu, bebeapa pengunjung melihatku, dan tersenyum. Mungkin, melihat aku dibungkus selimut tebal, membuat mereka tersenym, karena lucu.

Mungkin, itu pun sama sekali aku tidak tersinggung. Karna aku sendiri memang merasa lucu. Itu juga, aku sadar jika besok2 apalagi di Jakarta setelah aku pulang, kemungkinan besar aku akan banyak mengundang tanya dan cemooh, dengan keadaanku yang lumpuh.

Dan, aku tidak peduli itu.Aku hanya ingin menikmati kehidupanku, sebuah hidup bru sebagai seorang pasca-stroke denan lumpuh swepatuh tubuh sebelah kanan ......

Aku membalas senyuman kepada siapapun, dengan sunyum lebar. Justru senyumanku itu membuka paru2 ku untuk bisa bernafas dengan bik, menyegarkan tubuhku serta menambah2kan semangatku untuk bisa pulih .....

Aku mengangkat tangan kiriku dan mnganbil sendok di meja itu. Mencoba2 untuk seakan aku bisa makan sendiri dan aku tersenyum.

Akhirnya setelah beberapa saat, dia kembali ke tempat aku duduk. Dia membawa salad ayam segar dan besar sekali dalam nampan, serta sepiring ayam rebus hangat. Ada kentang goreng hangat serta segelas air mineral hangat untukku dan sebotol Coca Cola dingin untuk adikku.

Makanan2 itu diletkkan di meja depan ku. Sepiring salad ayam dengan sayuran segar serta saos Thousand Island, sepiring ayam rebus hanyat dan sepiring kentang goreng hangat. Dan, selera makanku muncul dengan sendirinya .....

Adikku membantuku untuk memasangkan celemek untukku dan meletakan salad, ayam rebus dan kentang di piringku, dak membantuku untuk menyendokkan untuk kumakan. Tetapi, aku mencoba sendiri, walau selalu berantakan.

Adikku tertawa, "Kamu makan seperti bayi, mbak?", hahaha ....

Masa bodoh saja! Aku menikmati makan siangku saat itu dengan adikku .....

Makanku cukup banyak. Rasa bahagiaku membuat aku mampu makan cukup anyak. Karena, setelah di Jakarta aku baru tahu bahwa berat badanku turun drastic sampai 12 kg, menjadi hanya 40 kg saja!

Siang itu, aku sungguh berbahagia setelah adikku mendorong ku lagi ke ruanganku. Dia pamit untuk keluar lagi, karena membeli beberapa pesanan anaknya. Katanya, beli beberapa sepatu dan sandal Crocs, yang sedang sale, di toko sebelah ruamh sakit itu.

Suster meng-cek kondiriku, membereskan selang infuse, dan ternyata infuse itu harus dipindahkan ke tangan kiriku karena tangn kananku sudah bengkak.

Sakit!

Aku minta dikembalikan ke tangan kananku, tetapi tangan kananku memang sudah bengkak. Sepertinya, tanan kananku tidak bisa lagi menerima obat infuse itu.

Aku tertidur dengan tangan yang sakit, karena infus tangan kiriku sepertinya tidak sesuai dengan pembuluh darah tangan kiriku.

Aku ingat, sewaktu masih muda aku sering sekali arus masuk rumah sakit dengan keadaanku yang selalu bermasalah. Sehingga, aku tahu bahwa pembuluh darahu itu sangat kecil, halus dan rapuh.

Jika aku harus diambil darahnya di laboraorium, aku harus ditusuk berkali2 karena ketika jarum itu masuk ke pembuluh darah ku, pembuluh darah itu akan koyak dan tidak bisa disedot. Tatu, kebalikakannya.

Jarum itu tidak atau susah menemukan pembuluh darahku yang kecil dan halus.

Jadi, ketika saat itu suster di rumah sakit ini susah menemukan pembuluh darahku dan ketika jarum infuse itu masuk ke dalam pembuluh darahku, posisinya tidak bisa menyesuaikan dengan tangagn kiriku, sehingga tangan kiriku terasa sangat sakit!

Ah, sudah lah. Mungkin, belum terbiasa saja, sehingga aku berusaha untuk tidur dalam kesakitan, dan berusaha berpikiran positif bahwa nanti bangun tidur tangan kiriku tidak dakit lagi.

Sampai sore aku trtidur dan ketika bangun, adikku sudah berada di ruanganku lagi.

Beberapa tenaga administrasi rumah sakit itu datang dan berbicara dengan adikku untuk rencana menerbangkan aku pulang. Entah bagaimana aku bisa terbang pulang, tetapi yang aku rasakan hanya ketidak-sabaranku untuk segera terjadi.

Malam itu, aku tertidur pulas dengan senyum.

Duniaku akan segera kembali lagi ......

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Aku dengan wajah bahagia di hari kesepuluh sampai pulng ke Jakarta, dibanding dengan hari2 pertama setekah serangan stroke taggal 8 Januari 2010 ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun